berdamai

362 65 8
                                    

Di chapter ini targetnya 60 readers + 15 vote dalam 2 hari. Kalo belum 2 hari udah nyampe target, langsung aku publish chapter selanjutnya💖

Selamat membaca







☆☆☆



Keira

“ Damai, Ir” gue mengernyit heran. Kak Marcel mengalihkan pandangannya ke gue. Ada keseriusan yang gue lihat dengan jelas dari tatapan matanya.

“ Damai sama masa lalu lo”

Rasa dendam. Iya, itu yang selama ini gue rasakan. Gue dendam pada orang yang ninggalin gue tanpa mengucapkan kata pamitan.

“ I can’t”

Egois. Gue juga sadar kalo gue terlalu egois. Tapi balik lagi, gue egois karena gak pengen ada orang yang ninggalin gue untuk kesekian kalinya.

“ Dendam lo itu yang bikin semuanya makin sulit. Lo ingin melupakan tapi sulit, ya karena lo selalu punya ingatan sama masa lalu itu… ingatan untuk dendam, tapi berakhir nyakitin karena lo selalu mengingatnya”

Entah kenapa hawa diatas rooftop malam itu berubah menjadi dingin. Atmosfernya berubah begitu aneh setelah Kak Marcel mengucapkan kalimat itu.

“ Gue nggak ingin memojokkan lo, gue hanya ingin membantu lo buat lupain segalanya yang ada dimasa lalu. Lebih tepatnya, membantu lo membuang kenangan yang menyakitkan dan mengingat yang menyenangkan. Dengan begitu lo nggak akan dihantui rasa dendam”

Marcel Abyasa Utama. Cowok yang beberapa jam yang lalu mengungkapkan perasaannya ke gue. Cowok yang entah kenapa bisa membuat gue tercenung hanya karena rentetan kalimat yang dia ucapkan. Cowok yang dengan senang hati menegur gue ketika yang gue lakukan tidaklah benar...

“ Lo butuh istirahat” ujarnya ketika gue turun dari atas motornya. Gue pun mengangguk.

Dia mengantar gue sampai pagar depan kosan, seperti kebiasaannya yang entah kenapa gue hafal.

“ Gue sayang sama lo” langkah gue terhenti. Gue tidak membalikkan badan dan tetap menatap lurus ke arah pintu.

Gue mendengarnya, sangat jelas.

Marcel Abyasa Utama, sayang dengan Keira Ayu Pramodya.

I truly. Usaha ya Ir? Karena gue beneran udah sayang sama lo”

Gue hanya masih perpikir kalau ini semua mimpi. Mama, Papa, Erik, andai itu beneran mimpi. Kak Marcel, gue juga sempat berpikir kalau dia cuma mimpi. Tapi ternyata dia juga nyata. Dia nyata, sama dengan yang lainnya. Yang membedakan dia berjanji gak bakalan pergi seperti yang lainnya. Kalaupun Kak Marcel harus pergi, dia berjanji untuk berpamitan, karena dia gak ingin gue membencinya.

I’ll try my best, Kak.

Gue akan usaha bikin lo gak pergi dari gue. Karena gue gak ingin sendirian untuk kesekian kalinya.

Setelah itu gue mendengar mesin motornya berjalan menjauh. Ada sesuatu yang salah dengan diri gue, sesuatu itu terasa sakit di dada bagian kiri.

 ...Dan cowok yang membuat gue tersadar akan satu kesalahan terbesar dalam hidup gue.

Gue akan berdamai, jika itu membuat luka lama gue sembuh.

Marcel

“ Hi Mom” sapa gue sambil menenteng sepatu dengan tas yang terselempang di bahu kiri, kemudian duduk disamping nyokap gue yang sedang menonton siaran televisi.

“ Kok malam sekali?” dan gue baru menyadarinya ketika melirik jam dinding yang menunjukkan pukul 21.30.

“ Tadi nganterin temen dulu” jawab gue.

“ Ya sudah, kamu mandi sekarang” ujar Mommy sambil merapikan rambut gue yang berantakan. Gue mengangguk lalu beranjak menuju kamar buat bersih bersih.

Helaan nafas gue terasa begitu berat. Pikiran gue juga semakin kalut. Shit, what’s wrong with me?

Dengan segera gue berlalu menuju kamar mandi, sebelum pikiran gue semakin ngaco yang berakhir sakit kepala karena terus memikirkannya.

Setelah 15 menit membersihkan diri, gue berjalan kearah kasur kemudian tidur telentang menghadap langit-langit kamar.

“ Gue sayang sama lo”

“ I truly. Usaha ya Ir? Karena gue beneran udah sayang sama lo”

Demi apapun, kata-kata itu lolos begitu aja dari bibir gue. Gue bahkan gak pernah berpikir akan mengatakannya hingga sedetail itu.

Tokk tokk

“ We need to talk” gue mengangguk, kemudian nyokap masuk kedalam kamar gue.

“ Woy! Ngelamun aja lo!” gue memutar bola mata kemudian menatap Nana malas.

“ Mikirin eta teteh geulis? Siapa Jen namanya kemarin?” dasar pikun.

“ Keiraaaa” jawab Jenda.

“ Nah iyaa, Keira”

“ Sok tau lo!” jawab gue sewot. Tapi bener juga sih.

Iya, gue masih mikirin soal kejadian kemarin, yang bikin gue kepergok ngelamun dikelas dari tadi. Emang sialan makhluk berbatang yang namanya Nana ini, tau aja kalo gue lagi banyak pikiran.

“ Btw, lusa disuruh ke rumah gue” ujar gue yang membuat enam pasang mata menatap gue heran.

“ Nyokap gue yang nyuruh” jawab gue menjelaskan maksud.

“ Emang Tante Diana bikin acara apa?” tanya Haikal.

“ Entar lo juga tau sendiri”

Setelah itu percakapan kita harus terhenti karena guru mapel masuk kelas. Nana, Jenda sama Janu yang notabene beda kelas pun langsung bergegas keluar. Ribet juga tuh tiga orang, kenapa musti beda kelas.


to be continued...

Goalsnya chapter ini kayak yang kemarin, semoga bisa ya hehe, yang kemarin kurang 2 komen sebenernya :(

forgottenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang