-11-

14 1 0
                                    

"Kadang diam dan sakit membuat orang yang sangat kau cinta bahagia. Lalu apa yang kau pilih? diam tapi tersiksa atau berbicara tapi menyiksa?"

______________________________________________

Reyhan mulai menarik koper dan masuk ke dalam mobil. Dia menatap sendu ke arah bi Ijah dan pak Jon yang matanya sudah sembab karena menangis seharian.

Mobil mulai berjalan, ia ingin secepatnya pergi dari sini...

Bi Ijah dan pak Jon berpelukan sambil menangis...

"Kita akan tetap disini, menjaga semua ini sampai nyonya kembali" gumam bi Ijah sambil menatap sedih pak Jon dan segera pergi ke dalam untuk merapikan apa yang belum dirapikan. Pak Jon juga segera kembali ke pos jaga gerbang depan.

Sebenarnya tak ada yang harus dilakukan oleh bi Ijah, semuanya sudah ia bersihkan dan rapikan, tapi perpisahan ini membuat ia ingin menangis sekencang-kencangnya. Bagaimana ia sanggup berpisah dengan Tuannya yang ia temani dan layani sedari kecil? Sungguh tak sanggup rasanya.

Begitupun pak Jon, dengan nafas beratnya ia menunduk di depan gerbang yang sudah ia tutup rapat. Sungguh tak enak dipandang jika seorang laki-laki perkasa seperti pak Jon menangis meraung seperti ini. Tapi apa boleh buat, seakan hatinya hancur, seakan ia yang merasakan sakit hati yang dialami Tuannya.

"Saya akan tetap menunggu Nyonya kembali seperti yang Tuan minta" gumam pak Jon di dalam hati sambil mengusap air matanya perlahan.

___________________________

Reyhan telah sampai di bandara, pesawat keberangkatan London tinggal 30 menit lagi.

Pak Harjo membukakan pintu untuk Reyhan dan mereka saling berpelukan.

"Selamat jalan Tuan, baik-baik di sana, jangan sakit hati lagi dan jangan pernah merasa tersiksa lagi" kata pak Harjo.

"Ingat pesanku ya" kata Reyhan kemudian berjalan masuk ke dalam bandara.

Remuk rasanya hati pak Harjo melihat semua ini, tapi apa boleh buat. Jika ia mempunyai hak atas hidup Tuannya, mungkin ia sudah meneriaki telinga Vinia dan memberitahukan ia kalau Reyhan adalah suaminya.

Pak Harjo membuka pintu mobil dengan lemas dan langsung pergi meninggalkan bandara dengan perasaan yang berkecamuk. Tiba-tiba teleponnya berdering...

"Hallo nona" kata pak Harjo.

"Pak bisa beritahu aku mas Reyhan dimana? Aku mencoba menelponnya dari tadi malam tapi teleponnya tidak aktif" kata Vinia di seberang sana.

"Tuan baru saja berangkat ke London nona" kata pak Harjo dengan cepat dan segera mematikan telepon. Pak Harjo seakan malas berbicara dengan Vinia, dia tau kalau dalam kejadian ini Vinia sama sekali tak bersalah, bagaimana ia harus menyalahkan orang yang dalam keadaan lupa ingatan?

Tapi pak Harjo seakan benci dengan Reno, pak Harjo tau kalau Reno ternyata sudah mengetahui kalau Tuannya adalah suami dari Vinia, tapi Reno seakan ingin merebut Vinia dengan cara menikahinya.

Pak Harjo menekan gas dengan sekali hentakan, seakan ingin melepaskan semua kekesalannya....

_________________________________________

"Tuan baru saja berangkat ke London nona"

Lalu telepon putus......

Aku sangat terkejut. Bagaimana bisa mas Reyhan pergi secara mendadak seperti ini? setahuku, mas Reyhan tidak akan pergi kemanapun jika belum memberitahuku.

Aku termenung di sini, di teras depan rumah baruku. Jika kembali ke jakarta, itu sangat tidak mungkin. Tapi aku sangat ingin pulang, aku tidak betah di rumah ini.

Baru sehari disini, aku sudah tak nyaman. Bagaimana bisa nyaman? bahkan sikap Reno terhadapku langsung berubah. Aku tidak boleh kemana-mana tanpa izin darinya, tidak boleh keluar kamar terlalu lama dan masih banyak lagi hal yang tidak boleh kulakukan.

Reno sangat mengekangku disini.

"Telponan sama siapa?" tiba-tiba aku dikejutkan dengan suara Reno yang sudah berdiri di pintu kamar.

Lalu dia mendekat dan mengambil paksa hpku dan membatingnya keras. Aku sangat terkejut dengan sikap Reno saat ini. Aku seakan tidak percaya kalau Reno sangat kasar terhadapku.

Masih dengan keterkejutanku, Reno menarik rambutku dan berbisik di telingaku

"Jangan sekalipun menghubungi siapapun tanpa izin dariku" dan dengan sekali hentakan dia melepas kasar rambutku.

Aku masih tidak percaya semua ini. Tapi aku tersadar dengan rasa perih dan panas di kulit kepalaku. Rasanya sangat sakit sampai aku tak menyadari air mataku sudah mengalir di pipi ini. Lalu Reno kembali menatapku dan menghapus kasar air mataku.

"Tak boleh ada setetes air matapun yang boleh keluar dari matamu di hadapanku, kalau mau menangis, menangislah! tapi tidak di depan ku!!!" Reno berteriak sangat kencang di depanku yang membuat aku terlonjak dan mulai mundur.

Aku melihat mata Reno memerah, bau alkohol yang sangat mengganggu indra penciumku. Ternyata Reno sedang mabuk, tanpa pikir panjang aku langsung memeluknya. Dia meronta, tapi lama- kelamaan dia merosot dan tertidur di pelukanku. Aku dengan susah payah menariknya ke atas ranjang dan mulai menyelimuti tubuh Reno yang dipenuhi dengan keringat.

Lalu aku ingin keluar ke balkon mencari udara segar, tapi tangan Reno segera merain tanganku.

"Maaf" ucapnya lirih setengah berbisik lalu kembali ke alam mimpinya.

Aku tetap melanjutkan langkahhku membuka pintu yang mengarah ke balkon kamar ini.

Angin berhembus dan menghasilkan suasana dingin yang menusuk, tapi kepala dan pipi ini seakan perih dan panas oleh perlakuan Reno terhadapku. Baru dua hari aku menjadi istrinya, aku seakan tengah berada di neraka. Tapi aku segera menepis pemikiran itu. lagipula Reno berbuat seperti itu karena ia dalam keadaan mabuk. Jika ia tidak mabuk, pasti ia akan sangat halus kepadaku. Aku yakin itu...

_____________________________

Reyhan menatap awan di jendela pesawat. Tak bisa ia menolak, otaknya dipenuhi dengan Vinia, hatinya juga sudah dipenuhi dengan Vinia. Ia harus mengingat kata yang diucapkan oleh Reno, ia harus melupakan Vinia demi kebahagiaannya.

Lalu ia menginngat kembali obrolannya dengan pak harjo di mobil,

"Kadang diam dan sakit membuat orang yang sangat kau cinta bahagia. Lalu apa yang kau pilih? diam tapi tersiksa atau berbicara tapi menyiksa?" kata pak Harjo dengan pelan.

"Maksudmu?" Reyhan merasa bingung, tumben sekali pak Harjo  tidak memanggilnya Tuan.

"begini, sekarang aku tidak akan berbicara sebagai sopirmu, tapi aku akan berbicara sebagai orang tua yang sangat menyayangimu" kata pak Harjo dengan mata yang tajam dan mimik muka yang sangat serius.

Reyhan hanya diam mendengarkan perkataan pak Harjo, dia sangat tak bisa berkutik dengan perkataan seorang sopir yang berada di depannya ini. Memang ia sangat tak mempunyai nyali untuk berkata jujur pada Vinia.

Reyhan menangis dengan sangat pelan sambil memukul-mukul dadanya. Rasanya pertahanan yang ia buat sudah runtuh, kemana ia harus mengadu? kemana? seakan dunia ini menertawakan kehancuran rumah tangga yang ia alami . Ia tak sanggup memikirkan bagaimana ia bisa melanjutkan hidup tanpa istrinya.

"Vinia, aku ingin pulang" kata Reyhan di dalam hati. Saat ini ia sangat merindukan rumah yang dimana rumah itu adalah tempat suka dukanya bersama Vinia.

_______________________________

"Mas Reyhan, aku ingin pulang" gumam Vinia di dalam hati sambil memeluk dirinya sendiri, udara dingin yang sangat menusuk ini seakan mewakili hatinya yang terasa hampa. Cintanya ada di dekatnya, tapi entah kenapa ia merasa sepi sekarang...





MENEBUS DOSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang