AKU

112 6 1
                                    

Hi... namaku Vinia, ya aku Vinia Elisya Rey Antonio. Aku anak tunggal dari pemilik perusahaan properti terbesar di Jakarta yaitu Rey Antonio dan ibuku Syana Antonio. Hari ini adalah hari dimana aku sibuk .

Yah.... sibuk sekolah, bimbel, nugas, dan belajar karena ini adalah bulan- bulan terakhir aku bersekolah di SMA PERMATA yang sangat kucintai itu, ya aku siswa kela 12 A dan akan segera lulus dari sekolah tersebut.

"VINIAAAAAAAAAAAAAAA"

Itulah ibuku selalu teriak dipagi hari, karena aku selalu saja malas untuk bangun pagi, jam lima memang aku bangun untuk shalat subuh, tapi kulanjutkan tidurku sampai jam setengah tujuh.

"Selamat pagi Ibu, Ayah" sambil ku kecup pipi mereka berdua. Seperti biasa kami menyempatkan diri untuk sarapan bersama sebelum sibuk dengan hari kami masing-masing.

"Vinia berangkat duluan ya." pamitku sambil mencium tangan orang tuaku.

"Hati-hati sayang..." balas keduanya sambil mencubit pipiku. Gemas katanya, hehe...

Disekolah....

Kuparkir mobilku dan keluar sambil mengibaskan rambutku yang sedikit berantakan. Tiba- tiba ada yang memarkirkan mobilnya di sebelah mobilku, siapa lagi kalau bukan Reno Albert, anak dari Pak Albert kepala sekolah SMA ini.

"Hey Reno..." tegurku.

Dia cuma tersenyum lalu meninggalkan ku yang masih senyum manis terhadapnya. Ku tatapi punggungnya yang berlalu, sampai akhirnya mataku menangkap Reno memeluk gadis yang baru keluar dari mobil hitam dengan seorang sopir dari arah gerbang.

Hmmm dia adalah pacarnya Reno... Enira.

Enira adalah pacarnya Reno dari zaman mereka SMP , hubungan mereka sudah berlangsung selama tiga tahun lamanya, aku masih melihat itu semua, hatiku agak teriris tapi tak apa,

"Memang aku siapanya Reno???"  hiburku pada hati kecilku ini.

"Vin, masuk jangan bengong aja, ini udah mau bel" kata salah satu anak cowok di deketku.

"Oh yaa, makasi ya" balasku.

Lalu ku tarik nafasku dalam-dalam dan ku hembuskan kasar agar rasa sakit ini menghilang, kemudian ku berlari masuk kelas bertepatan dengan bel terdengar nyaring mengiringi langkah kaki ini.

----------------------------------------------------------------

"pergi"

"pergi"

"Kubilang pergi Vinia......"

"Aku gak suka sama kamu, kamu tidak tau diri, kamu jelas-jelas sudah tau aku sayang banget sama Enira"

"Aku gak bisa menerimamu"

Aku menatapnya dengan senyuman...

"Terimakasih Reno, setidaknya aku sudah jujur. Terimakasih ya. Sukses untuk kita"

Kuberjalan menuju gerbang sekolah sambil membawa raport dan ijazah yang sudah ku terima dari sekolah ini sambil sesekali menghapus cairan bening yang mengalir dipipiku.

Sesampainya di rumah...

"Vin, kita harus pergi dari sini sekarang juga" kata Ibuku yang sudah pucat dan jelas mukanya terlihat sangat ketakutan.

Aku bertanya ada apa tapi tak ada jawaban dari Ibu, dia langsung menarikku untuk kembali masuk ke dalam mobil.

"Ayo kita ke kantor Ayahmu sekarang" katanya yang langsung menancap gas mobilku.

Aku hanya bisa diam dan tidak berani bertanya lebih jauh, takut konsentrasi Ibu malah terpecah dan tidak fokus dalam menyetir mobil.

Kami sudah sampai di halaman kantor Ayah, tapi kami disuguhkan pemandangan yang sangat membuatku ingin menangis sekeras-kerasnya.

Di sana aku melihat Ayahku yang sangat aku sayangi dipukuli habis-habisan oleh beberapa teman kantornya sendiri.

Aku dan Ibu segera keluar dari mobil dan berlari ke arah Ayahku.

Aku berteriak meminta tolong agar mereka yang sedang memukul Ayahku segera berhenti, tapi tak ada yang mendengarkanku.

Ibuku tak tinggal diam, beliau masuk ke kerumunan dan segera menarik tangan Ayahku dan segera membawanya masuk ke dalam mobil, aku ikut berlari di belakangnya.

"Ayah difitnah Bu. Maafkan Ayah" itulah kalimat yang diucapkan Ayah di dalam mobil tapi Ibu hanya bisa mengangguk dan menangis.

Aku hanya bisa diam di kursi belakang.

Tiba-tiba....

Datanglah sinar lampu kendaraan yang membawa hidupku menjadi sangat menyedihkan tanpa kedua orang tua.

Mobil kami mengalami kecelakaan...

Di tengah tangisku yang amat kencang karena kaki kiriku terjepit kursi, aku mendengar bisikan lirih Ayahku yang sudah menggelepar tak berdaya di depanku.

"Nak, jadilah anak yang baik. Raihlah impianmu. Maaf kami tidak bisa menemanimu lebih lama..."

Lalu keadaan gelap gulita...

MENEBUS DOSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang