"Seperti ada yang hilang dari hidup ini, apakah sikapmu atau seseorang yang benar-benar menyayangiku?"_Vinia
______________________________
Sudah seminggu semenjak aku menikah. Tak ada yang special antara aku dan Reno, pernikahan ini sangatlah hampa. Aku ingin mengeluh, tapi inilah pilihanku, Reno adalah cintaku sedari dulu. Aku rindu suasana rumahku. Aku mencoba menelpon bi Ijah di Jakarta tapi tak kunjung diangkat. Seminggu ini aku berusaha menelpon orang rumah, tapi tetap saja tak ada orang yang menjawab teleponku.
Tapi ....
"Kring ... kring ..."
Teleponku berbunyi ....
Aku segera meraih teleponku dan segera menjawab panggilan dari pak Jon.
"Hallo pak, kenapa kok teleponku tidak bapak jawab dari kemarin?" tanyaku langsung.
"Maaf nona, saya sedang sibuk" jawabnya datar.
"Loh, kok bisa sibuk? Bukannya di rumah sekarang tidak ada orang?" tanyaku.
Tapi pak Jon seakan enggan menjawab pertanyaanku, dia asik mengalih pembicaraan dengan bertanya tentang keadaanku disini, mau tidak mau aku menjawab semua pertanyaannya. Tak lupa pula aku menanyakan kabarnya serta kabar bi Ijah dan pak Harjo. Aku sangat bersyukur semuanya sehat.
"Nanti kalau Reno ada waktu senggang, kami akan datang berkunjung" ucapku dengan sangat senang.
Akhirnya kami selesai, dan aku segera menutup telepon karena Reno sudah pulang.
Kali ini baunya sangat menyengat, bau alkohol. Tidak ada yang dikerjakan sepulang kerja oleh Reno selain mabuk. Bahkan aku sudah terbiasa dengan pukulan demi pukulan dari tangannya, tapi itu dilakukannya saat ia tak sadar atau dalam keadaan mabuk seperti sekarang ini.
"Ren, kamu mabuk lagi?" kataku pelan sambil mencoba membuka kancing kemejanya, aku akan membersihkan tubuhnya.
Aku membuka kancing kemejanya satu per satu, di bagian dadanya terdapat banyak noda lipstick menempel, aku bahkan sudah tak heran lagi kalau Reno bermain dengan wanita lain di belakangku. Bahkan malam pertama kami di rumah ini dia menghadiahkan aku pukulan dan besoknya aku mencium parfum wanita di bajunya. Tapi aku tak mau cari masalah, biarlah ....
"Kamu yang membuat dia mati!" katanya sambil cekikikan dan berusaha menjambak rambutku.
Aku hanya diam, aku maklumi karena dia dalam keadaan mabuk. Aku sibuk menggosok badannya dengan handuk basah.
"Sudah selesai, mari tidur sayang ..." ucapku lembut sambil membaringkannya di kasur dan segera menyelimuti badannya.
Bahkan dengan keberadaan suamiku aku masih merasa kesepian, seolah ada yang hilang dari hidupku tapi aku tak tahu itu apa.
"Seperti ada yang hilang dari hidup ini, apakah sikapmu atau seseorang yang benar-benar menyayangiku?" gumamku sambil mengusap wajahnya pelan.
Aku mencoba mencari posisi ternyaman di sebelah Reno dan berusaha memejamkan mataku.
__
"Sayang, ayo kita pergi nonton" kataku pada mas Reyhan yang lagi asik masin game.
Aku menarik lengannya sambil merengek agar mas Reyhan menuruti permintaanku, aku berlari sambil menariknya dan akhirnya kami terjatuh.
"Bruuukkk!!!"
__
Aku terbangun ....
Sial, aku terjatuh dari tempat tidur. Aku segera bangkit dan melihat Reno masih tidur dengan pulasnya. Aku melirik jam dinding di depanku, pukul 03.00.
"Kirain sudah pagi." Gumamku lalu kembali mengambil posisi di kasur ini.
Aku tak bisa memejamkan mata kembali, aku kepikiran dengan mimpiku tadi. Aku memanggil mas Reyhan dengan sebutan 'sayang'. Dan hatiku terasa nyaman, bahkan tak bisa aku pungkiri suasana hatiku sekarang ini sangatlah terasa hangat dan damai.
Aku sibuk memikirkan mimpiku sampai membuat kepalaku pusing.
"Cuma bunga tidur." Gumamku lalu mencoba tidur kembali.
__
Pukul 07.00 aku dan Reno sudah duduk di meja makan.
"Ren, persediaan makanan di kulkas sudah habis. Boleh kan aku keluar untuk belanja?" kataku pelan sambil menaruh selai di atas roti.
Dia hanya diam sambil memakan rotinya.
"Cuma sebentar kok, aku janji." Kataku memelas.
"Aku juga sudah bosen di ru ..."
"Plak!!!"
Aku memegang pipiku yang terasa panas. Sudah tak heran lagi kalau Reno menamparku. Aku bahkan tak boleh melakukan apapun semauku, hidupku dikekang olehnya. Mungkin jika ia tahu kalau aku sudah saling menghubungi dengan pak Jon kemarin dia akan marah besar.
Aku mulai menangis tapi aku berusaha tidak mengeluarkan suara apapun.
"Kalau sampai air matamu keluar di hadapanku, kubunuh kamu!" katanya yang langsung membuang sendok dan garpunya ke hadapanku dan segera pergi.
Aku dengan cepat menghapus cairan bening di pipi ini dan segera berlari ke arahnya. Dengan sigap aku memasangkan dasi di lehernya.
"Selamat kerja sayang ..." ucapku lembut sambil memaksakan senyumku.
Aku segera mencium punggung tangannya dan ia segera pergi. Bahkan ciuman di kening pun ia tak berikan untukku. Aku hanya bisa menahan perih yang setiap hari semakin menjadi di hati ini.
Aku tersenyum miris dan mulai mengerjakan pekerjaan rumah. Hanya itulah rutinitasku setiap pagi.
__
Aku terbangun oleh suara ketukan pintu.
Astaga ....
Aku ketiduran, dan sekarang sudah sore. Aku bergegas membuka pintu.
"Dengan Ibu Vinia?" Tanya seorang pria paruh baya di depanku.
Aku mengangguk dan dia memberikanku paketan besar. Aku kewalahan untuk membawanya masuk, dan akhirnya bapak kurir itu membantuku untuk membawa dus besar ini ke dalam.
Aku berterimakasih pada si bapak dan segera pergi ke arah pintu untuk mengantarnya keluar. Tapi aku menoleh, si bapak tetap dengan posisinya.
"Bisakah Ibu memberikan saya segelas air?" katanya pelan.
Aku langsung mengangguk dan segera ke dapur untuk mengambilkannya air minum. Tapi sebentar, aku merasa aneh dan takut. Tatapan bapak itu sangat tak mengenakkan, aku menoleh ke arahnya dia hanya senyum ke arahku, tapi aku merasa senyumannya sangat tak baik kepadaku.
Aku dengan masih berusaha tenang memberikan ia air minum, dan apa yang ia lakukan benar-benar di luar dugaanku. Dia menyiramku dengan air yang ku berikan tadi dan segera memelukku. Aku berusaha teriak minta tolong dan berontak sekuat mungkin.
Aku terlepas dari pelukannya, dan bodohnya aku, aku berlari ke arah dapur. Aku segera mengambil pisau dan menodongkan pisau itu ke depannya. Dia beringsut mundur. Tapi sial ... dia berhasil merebut pisau itu dan memeluk paksa diriku dengan todongan pisau di leherku. Tangan kirinya berusaha merobek baju bagian depanku. Aku menangis sejadi-jadinya ....
"Jangan bersuara atau kamu ku bunuh!" katanya mengancam.
Tapi aku tetap berusaha untuk melepaskan diri. Dengan sekali hentakan aku berhasil lolos dari pelukannya dan berlari keluar rumah dan berteriak sekeras-kerasnya. Bapak itu segera melarikan diri dengan motornya. Dan aku terduduk lemas di depan rumahku.
Aku sudah tak mempunyai tenaga untuk berdiri. Leherku terasa perih oleh goresan pisau itu, darahnya sudah menetes ke bajuku. Aku melihat bajuku sudah robek oleh kelakuan bejat bapak tadi. Tak hentinya aku mengucapkan syukur karena aku bisa selamat dari iblis itu.
Dengan sisa-sisa tenagaku aku berusaha bangkit dan akhirnya aku mendengar deru mobil memasuki pekarangan rumahku.
Suamiku pulang ....
KAMU SEDANG MEMBACA
MENEBUS DOSA
RomanceBAGAIMANA RASANYA MENGORBANKAN ORANG YANG BERSAMAMU DEMI MASA LALU? Dan itu tanpa didasari ingatan dan kesadaran penuh dari diri kamu sendiri. Masa lalu adalah hal terindah pada masanya, sekeras apapun kau ingin mengulang, itu takkan membuatmu memb...