Saat dalam perjalanan menuju mansionnya tiba tiba Edo teringat sesuatu.
"Aku baru ingat, kamu belum ada susu hamil kan? Kita ke supermarket ya?" Ucap Edo dan membuat Viya menoleh padanya.
"Tapi, aku tidak terlalu suka minum susu, suka mual."
"Mulai sekarang harus terbiasa, karna ada calon anak kita." Mendengar kata anak kita membuat kedua pipi Viya memerah.
Edo menolehkan pandangannya kearah Viya karna tidak mendapat respon istri kecilnya dan dirinya tersenyum ketika melihat Viya tersenyum sambil melamun dengan pipi yang memerah.
"Kok pipi kamu merah begini? Kenapa?" Tanya Edo bermaksud menggoda Viya dengan sebelah tangan menyentuh pipi Viya.
Seakan tersadar Viya menolehkan wajahnya kearah Edo dengan sedikit gugup.
"A-apa? Pipi aku ga kenapa kenapa kok," jawab Viya sambil menurunkan tangan Edo dari pipinya.
"Lalu? Melamunkan sesuatu?"
"En-engga udah kamu fokus nyetir aja nanti nabrak lho."
"Kamu imut dengan pipi kamu yang merah seperti tomat tadi," ucap Edo masih terus menggoda Viya.
"Ish apasi, udah ah aku malu kak," ucap Viya sambil menutup wajahnya dengan tangannya lalu langsung mengalihkan pandangannya kearah jendela. Sedangkan Edo tertawa pelan melihat tingkah istri kecilnya itu.
Setelah beberapa menit akhirnya mobil Edo berhenti disupermarket dan segera keduanya turun menuju kedalam dengan Edo menggenggam tangan Viya.
Saat keduanya sudah berada didalam supermarket, mereka memilih apa saja yang dibeli lebih tepatnya Edo memasukkan apa saja kedalam keranjang yang didorongnya.
"Kamu mau yang mana coklat atau vanila?" Tanya Edo saat keduanya berada dibagian rak susu ibu hamil.
"Hm, kak ga enak diliatin orang dari tadi apalagi kita beli susu hamil dan aku masih pakai seragam sekolah," jawab Viya pelan sambil melihat kanan dan kirinya yang mana ada beberapa orang disana sedang mencuri curi pandang ke arah mereka.
"Hey sini, buat apa peduliin mereka toh kita hidup bukan dari uang mereka dan aku juga tidak peduli, sebaliknya kamu harus bersikap tidak peduli dengan mereka."
"Tapi kak-"
"Vanila atau coklat? Atau rasa lain?" Tanya Edo memotong ucapan istrinya.
"Yaudah coklat aja." Setelah mengambil beberapa kotak susu mereka berdua pun menyusuri rak lainnya dengan sesekali Edo mengambil beberapa cemilan disana.
"Tidak ada yang ingin kamu dibeli?"
"Aku boleh beli es krim?" Jawab Viya sambil menundukkan wajahnya.
"Kenapa harus izin? Ambil saja apapun yang kamu mau." Viya mendongakkan wajahnya dengan wajah berbinar tapi kemudian menundukkan wajahnya lagi.
"Hey, kenapa?" Tanya Edo sambil mendekati Viya lalu merangkulnya.
"Eh, engga gajadi deh kak." Entah kenapa tiba tiba Viya berpikir tidak enak karna ia sudah terlalu banyak meminta kepada Edo, apalagi saat sebelum berangkat sekolah Edo memberinya sebuah dompet yang mana isinya tidak main main.
"Kenapa? Ambilah apa yang kamu inginkan."
"Gajadi deh aku terlalu banyak minta, belum lagi tadi pagi kakak ngasih uang ke aku banyak banget. Aku ga terbiasa kaya gitu kak," jawabnya jujur dan hal itu membuat Edo gemas sendiri kepada istri yang sedang dirangkulnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage (Not) Perfect | END
RomanceEdo merasa sangat frustasi karna kekasih yang selama ini begitu ia cintai menolak untuk kesekian kali saat Edo mengajaknya untuk menikah. Pada saat itu juga kekasihnya lebih memilih pergi meninggalkan dirinya dan lebih memilih kembali bersama pria...