Sejak dua bulan terakhir ibu Alessia sudah tidak ada Viya." Mendengar pernyataan Nala membuat jantung Viya berdetak lebih cepat, ia dapat merasakan genggam tangan Edo pada dirinya seolah mengisyaratkan untuk tenang.
"Maksud bude? Ibu kemana bude? Ibu baik baik saja kan? Apa yang terjadi?" Tanya Viya beruntun seakan ingin mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.
"Tenanglah Viya," ucap Edo berusaha menenangkan Viya.
"Ibu Alessia baik Viya hanya saja ia sudah tidak ada disini lagi semenjak dua bulan lalu, entahlah bude sendiri tidak mengerti mengapa ia meninggalkan panti," ujar Nala menjelaskan.
Viya mengehela napas lega kala mengetahui jika ibunya baik baik saja.
"Apa bude tahu ibu dimana?"
"Sekarang Alessia tinggal disebuah desa, lebih tepatnya dipedalaman desa."
🧝🏻♀️
Selepas mengunjungi panti, kini Edo dan Viya sudah berada didalam mobil menuju tempat dimana Alessia kini tinggal.
Viya menyenderkan tubuh seraya menutup kedua matanya.
"Tidurlah jika kamu lelah." Viya membuka kembali kedua matanya lalu menatap Edo.
"Harusnya aku yang bilang gitu sama kamu." Edo menoleh sekilas pada istrinya lalu menggerakkan tangannya menyentuh pipi Viya.
"Aku ini pria kuat, masa hanya karna mengendarai mobil lelah? Kamu harusnya banyak istirahat tidak boleh kelelahan."
"Maaf jika aku selalu menyusahkan kamu," ujar Viya, ia memegang tangan Edo pada pipinya, menurunkan dan menggenggam erat.
"Siapa bilang kamu menyusahkanku? Ketahuilah kamu sama sekali tidak menyusahkanku. Malah aku merasa sangat beruntung dapat dipertemukan oleh wanita seperti kamu." Viya tersenyum lalu ia mencium pipi Edo dengan cepat membuat Edo tersenyum lebar.
Seakan tersadar akan apa yang barusan ia lakukan, Viya berdehem lalu menatap lurus kedepan.
"Tumben sekali kamu menciumku," ujar Edo sambil menahan tawa karna ia menyadari kegugupan Viya selepas menciumnya.
"Ap-apa? Emang ga boleh kalau aku nyium pipi kakak?" Tanya Viya sok berani padahal ia hanya menutupi rasa gugupnya.
"Tentu saja boleh. Kalau begitu, cium pipiku lagi." Edo semakin menahan tawa ketika melihat wajah memerah Viya.
"Gamau!"
"Ayolah, hanya sekali."
"Gamau."
"Sejujurnya aku lelah mengendarai mobil seharian. Tapi mungkin jika kamu memberi satu ciuman lagi aku akan kembali bersemangat," ucap Edo dengan suara dibuat memelas.
Viya menolehkan kepala pada Edo, memperhatikan wajahnya yang terlihat memelas dan lelah. Edo menahan senyum kala berhasil memancing Viya untuk menoleh padanya.
"Alasan. Tadi katanya pria kuat," ujar Viya tetap pada pendiriannya.
"Tapi aku sedikit lelah," balas Edo tanpa menatap wajah Viya.
Viya berdehem lalu menghela napas, merasa kasihan melihat raut wajah suaminya, padahal itu semua hanya acting dari Edo tanpa Viya sadar.
"Ehem okeoke! Satu kali aja,"
"Berkali kali pun tidak apa, sayang."
"Ga!" Jawab Viya penuh penekanan. Ia memutar sedikit tubuhnya kemudian mendekatkan diri untuk mencium pipi Edo, namun ketika ia hampir mencium, Edo malah menoleh kearahnya dan jadilah Viya mencium bibir Edo bukan pipinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage (Not) Perfect | END
RomansaEdo merasa sangat frustasi karna kekasih yang selama ini begitu ia cintai menolak untuk kesekian kali saat Edo mengajaknya untuk menikah. Pada saat itu juga kekasihnya lebih memilih pergi meninggalkan dirinya dan lebih memilih kembali bersama pria...