Viya telah sadar sekitar satu jam lalu, saat terbangun ia benar benar panik akan bayinya namun untungnya ada Edo segera menenangkan dan mengatakan kalau semua baik baik saja.
Sejak beberapa menit lalu, Edo berusaha membujuk Viya untuk makan namun Viya terus saja menolak dan enggan berbicara sedikitpun padanya.
"Kamu harus makan Vi." Lagi lagi tidak ada jawaban,hanya hembusan angin lewat.
"Tidak apa kalau kamu tidak ingin makan, tapi setidaknya pikirkan bayi kita yang ada diperut kamu, dia butuh asupan." Viya menghela napas, menatap Edo malas kemudian mengambil piring berisi makanan dari Edo.
"Biar aku saja yang nyu-"
"Aku bisa sendiri, aku bukan anak kecil." Edo mengangguk pasrah, ia hanya memperhatikan Viya makan, Viya benar benar menganggap dirinya seakan tidak ada diruangan ini.
Tengah asik memperhatikan Viya tiba tiba ponsel disakunya berbunyi, ia berdiri dari duduk, mengambil ponsel hendak mengangkat panggilan tersebut diluar, namun baru saja melangkah suara Viya mengehentikannya.
"Dari siapa? Mantan pacar ya?" Ucap Viya namun pandangannya tidak menatap Edo sama sekali.
"Tidak, ini dari papa." Edo menunjukkan layar ponsel pada Viya, Viya hanya melirik sekilas lalu fokus lagi pada makanan.
"Oh." Hanya itu jawaban dari Viya namun entah kenapa membuat Edo tersenyum tipis.
Edo keluar dari dalam rungan dan mengangkat panggilan tersebut.
"Assalammualaikum pah?"
"Waalaikumsalam do, papa ingin bicara sebentar."
"Ada apa? Tumben sekali papah menelponku."
"Maaf jika ini mendadak, papah ingin kau menggantikan papah mengawasi pembangunan proyek hotel kita di Jerman selama kurang lebih 5 hari disana."
"Kenapa harus aku? Bukankan harusnya papah disana?" Tanya Edo heran.
"Papa tidak bisa kesana karna kondisi papah kurang sehat serta dokter pribadi papah benar benar menganjurkan papah untuk beristirahat total, mungkin karna faktor umur papah yang tidak muda lagi." Edo menghela napas, mendengar pernyataan dari Aydin.
"Kapan aku akan kesana? Sejujurnya aku tidak bisa meninggalkan Viya sendiri disini pah."
"Lusa kau harus kesana. Kenapa kau tidak membawa Viya saja untuk ikut denganmu? Itung itung sekalian kau dan Viya berbulan madu, mungkin?"
"Tidak bisa, Viya juga sedang sakit saat ini."
"Yatuhan! Ada apa dengan menantuku? Apakah kandungannya baik baik saja?" Tanya Aydin tiba tiba khawatir saat Edo mengatakan Viya sedang sakit.
"Dia dan bayiku baik baik saja. Yasudah biar nanti ku pikirkan lagi tentang ini pah."
"Baiklah kututup telponnya. Jaga istrimu do, jangan sampai kau menyakitinya sedikitpun," nasehat Aydin tegas.
"Baik pah." Hanya itu kata yang terlontar dari mulut Edo sebelum Aydin mematikan panggilan tersebut.
Setelah panggilan terputus, Edo segera memasukkan kembali ponselnya kedalam saku celana, ketika baru saja masuk ia melihat Viya berusaha turun dari ranjang, buru Edo menghampiri Viya.
"Ada apa? Apa kamu perlu sesuatu?"
"Lepasin, aku cuman mau ngambil air minum." Viya menepis tangan Edo.
"Kamu duduk saja, biar aku ambilkan."
"Aku bisa sendiri."
"Vi, sudah biar aku ambilkan." Edo menahan Viya untuk duduk kembali, membuat Viya menghela napas kasar serta menatap Edo malas. Edo mengambil air putih lalu menyerahkannya pada Viya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage (Not) Perfect | END
RomantizmEdo merasa sangat frustasi karna kekasih yang selama ini begitu ia cintai menolak untuk kesekian kali saat Edo mengajaknya untuk menikah. Pada saat itu juga kekasihnya lebih memilih pergi meninggalkan dirinya dan lebih memilih kembali bersama pria...