Tak terasa pernikahan Edo dan Viya sudah berjalan hampir 3 bulan. Mereka sudah mulai mengerti dan selalu membutuhkan satu sama lain.
Keadaan kandung Viya pun terus berkembang dan perutnya mulai terlihat membuncit.
Hari yang mereka lewati seperti pasangan pada umumnya, dengan sesekali Viya yang mengidam ini itu dan beberapa kali membuat Edo pusing sendiri.
Saat pagi ini sekitar jam 7 pagi dan hari sekolah entah kenapa Viya sangat malas untuk bangun dan pergi kesekolahnya, ia masih nyaman bergelung dengan selimutnya.
"Vi tumben masih tidur gini, biasanya kamu udah rapih," tanya Edo yang kini sudah rapih dengan setelan kantornya, mendekati Viya yang malah mempererat selimut ditubuhnya.
"Kak, aku ngantuk banget mau sekolah tapi aku males ngapa ngapain," gumamnya dengan mata terpejam.
"Jadi tidak mau berangkat sekolah?" Tanya Edo dengan nada jahil lalu ia mencium puncak kepala Viya.
"Gatau aku masih ngantuk, kayanya ini bawaan baby deh."
"Baby nya yang malas atau ibu nya?" Pernyataan Edo membuat kedua bola mata Viya langsung terbuka lalu mendudukkan dirinya dan bersandar pada ranjang tidurnya, diikuti oleh Edo yang kini duduk menyamping didepan Viya.
"Kak, lagian kan ga lama lagi aku juga berhenti sekolah gamungkin aku sekolah dengan keadaan hamil gini," ucap Viya dengan tatapan seakan menerawang.
Seketika saat itu juga Edo merasa ada sesuatu yang mencubit hatinya mendengar pernyataan Viya.
"Vi, maaf." Viya yang mendengar ucapan Edo langsung melihat kearah wajah Edo yang sekarang terlihat sendu.
"E-ngga kak bukan gitu maksud aku. Aku ga bermaksud menyinggung hal itu."
"Tapi semua itu memang benar, seandainya malam itu tidak terjadi mungkin kamu masih bisa bebas dengan teman temanmu," kata Edo lalu menolehkan wajahnya ke Viya.
"Udah. Katanya kita mau melupakan semua itu, lagipula kak sesuatu yang udah terjadi gaakan bisa diubah semua udah takdir."
Edo selalu dibuat kagum dengan pemikiran Viya, entah kenapa ia merasa beruntung memiliki istri seperti Viya walau dengan cara yang salah mereka dipertemukan.
"Boleh aku menciummu?" Belum sempat Viya mencerna apa yang dimaksud Edo, Edo sudah menangkup wajah Viya dengan kedua tangannya lalu dengan cepat menempelkan bibirnya ke bibirr Viya kemudian melumatnya pelan.
Sedangkan Viya sendiri hanya terdiam kaget dengan tangan yang menggantung dibahu Edo dengan lemas.
"Ka-" saat Viya membuka mulutnya untuk mengucapkan sesuatu kata, itu menjadi kesempatan Edo untuk memperdalam ciumannya pada Viya. Viya sendiri yang awalnya menolak kini malah mengikuti permainan bibir Edo dengan kaku.
Lumatan yang awalnya pelan kini berubah menjadi liar dengan napas Edo yang terdengar semakin berat.
Seakan kesadarannya kembali, dengan cepat Viya mendorong pelan dada Edo dengan kedua tangannya itu, begitupun dengan Edo seakan tersadar jika dirinya suka kelewatan ia pun menjauhkan bibirnya dari bibir Viya lalu memandang Viya dengan tatapan sendunya.
"Maaf aku kelewatan kali ini."
"Ka- aku malu banget, apalagi aku baru bangun pasti mulut aku bau nih," jawab Viya jujur dengan wajah yang benar benar memerah sekarang.
Edo terkekeh mendengar jawaban yang dilontarkan Viya.
"Kamu cantik, jangan pernah berubah sifat atau apapun yang ada diri kamu." Setelah mengucapkan kata itu Edo mengecup singkat bibir Viya lalu bangkit dari duduknya sambil merapihkan jasnya yang sedikit berantakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage (Not) Perfect | END
RomanceEdo merasa sangat frustasi karna kekasih yang selama ini begitu ia cintai menolak untuk kesekian kali saat Edo mengajaknya untuk menikah. Pada saat itu juga kekasihnya lebih memilih pergi meninggalkan dirinya dan lebih memilih kembali bersama pria...