6

622 57 9
                                    

Saga akhirnya membawa Tiara kerumah sakit. Tiara pun diberi cairan vitamin melalui infus.

"Istri bapak cuma kelelahan, dan kurang istirahat" ujar dokter yang memeriksa Tiara.

"Istri bapak harus bedrest untuk beberapa hari kedepan. Mengingat kandungannya yang masih sangat lemah" sambung sang dokter.

Saga terbelalak mendengar penjelasan dokter. Tiara hamil?? Hamil anaknya??.

"Saya akan memberi obat penguat janin untuk istri bapak dan vitamin untuk ibu hamil. Silahkan nanti bapak tebus di apotek. Saya tinggal dulu" ujar sang dokter hendak berlalu. Namun Saga menahan langkah dokter tersebut.

"Di-- dia hamil?" tanya Saga memastikan.

"Iya, empat minggu. Umur segitu masih terlalu lemah jika aktifitas si ibu terlalu sibuk. Jadi biarkan si ibu di bedrest dulu." jawab sang dokter berlalu dari hadapan Saga.

Saga tergugup menatap Tiara yang terkulai lemas diatas tempat tidur. Ia tidak tau harus menunjukkan ekspresi seperti apa. Tapi rasa bahagia mendominasi didalam hatinya. Benihnya tumbuh didalam rahim Tiara. Tapi bagaimana caranya ia menjelaskan ke Tiara, apakah Tiara bisa menerimanya?? Apakah Tiara akan sebahagia dirinya jika dia tau??.

-

Tiara membuka perlahan matanya, aroma obat-obatan langsung menusuk indra penciumannya saat ia sudah benar-benar membuka matanya.

"Tiara.." ujar Saga.

Tiara pun menoleh keasal suara, ia melirik Saga sekilas dan mengingat kejadian sebelumnya. Seingatnya ia beradu mulut dengan Saga, sampai pandangannya kabur dan menggelap. Setelah itu ia tidak mengingat apa-apa lagi.

"Kamu masih pusing?" ulang Saga mencoba menaruh telapak tangannya dikening Tiara. Namun dengan cepat Tiara menepisnya.

Tiara pun berusaha bangun dari tidurnya, Saga langsung menahan tubuh Tiara agar tetap berbaring.

"Kamu jangan banyak gerak, istirahat aja. Kata dokter kamu harus bedrest untuk beberapa hari kedepan" ujar Saga.

Tiara mengerutkan keningnya, seberapa parah sakitnya sampai ia harus di bedrest segala??.

"Tiara..." ujar Saga membuyarkan lamunan Tiara.

"Dia benar-benar berkembang disana, umurnya sudah memasuki empat minggu" sambung Saga pelan melirik kearah perut Tiara yang masih tampak rata.

Seketika Tiara terbangun dari tidurnya, menatap perutnya dan menatap Saga dengan mimik wajah yang tak terbaca "ap--apa kata kamu?" tanya Tiara terbata.

"Anak kita, dirahim kamu ada anak kita" ujar Saga lembut dengan senyum manisnya.

Seketika Tiara merasakan detak jantungnya berhenti. Tidak, ia tidak menginginkan hal ini terjadi. Ini salahnya yang selalu lupa untuk memeriksanya. Harusnya tidak seperti ini.

"Ayo kita temui dokter, dia harus segera digugurkan " ujar Tiara melepaskan jarum infus.

Saga terkejut mendengar ucapan Tiara, bahkan napasnya tercekat. "Ke--kenapa harus digugurkan??" ujar Saga bergetar.

Tiara menatap Saga tajam "aku ga mau dia ada" balas Tiara dingin.

Seketika dunia Saga runtuh, paru-parunya seolah berhenti memompa udara. Tiara tidak menginkan anak itu, Tiara tidak sebahagia dirinya menyambut anak itu. Ucapan Tiara mengiang-ngiang ditelinganya. "Tiara, dia ga bersalah" ujar Saga.

"Ya, karna dia ga bersalah makanya dia harus dimusnahkan" balas Tiara dingin.

Saga pun menaruh tangannya dikedua pundak Tiara, menatap Tiara sendu "Tiara, itu anak aku.. Darah daging aku. Aku akan bertanggung jawab atasnya" ujar Saga dengan nada yang semakin bergetar. Ia berusaha menahan tangisnya.

Hold my handTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang