21

556 54 3
                                    

Tiara tidak berhenti melongo menatap hasil kamarnya yang direnovasi oleh para anggota home decoration. Pagi tadi Saga membangunkannya karna mereka akan kedatangan anggota home decorations.

Kamar Tiara yang tadinya yang  didominasi warna putih berubah menjadi warna biru muda, dengan stiker bola dan mobil-mobilan. Ia merasa tindakan Saga agak berlebihan, tiga hari yang lalu mereka belanja kebutuhan untuknya dan anaknya hampir lima puluh juta. Bagaimana tidak, Saga memilih semua kebutuhan anaknya dengan barang-barang branded. Tiara sampai menggeleng-gelengkan kepalanya. Meski dulu Tiara memiliki gaji yang besar, namun ia sangat jarang membeli barang branded. Baginya merk lokal juga masih bagus, dan memiliki harga yang lebih murah.

"Gimana?? Kamu suka??" tanya Saga bersuara tepat dibelakang Tiara.

Tiara seketika menggeser badannya kesamping "suka.." balas Tiara.

"Tapi ini---"

"Ini ga berlebihan Tiara" ujar Saga memotong ucapan Tiara, ia tau Tiara pasti akan berkata seperti itu.

"Kamu dulu digaji kakek berapa sih??" tanya Saga yang membuat alis Tiara menekuk.

Tiara melipat tangangannya didada "kamu kira-kira aja, yang jelas aku dulu bisa datang ke club seminggu dua sampe tiga kali. Kamu tau kan berapa kocek yang harus kita keluarkan??" balas Tiara.

Saga mengerutkan keningnya "terus kenapa hal-hal yang kaya gini masih tabu buat kamu??" tanya Saga.

Tiara menghela napasnya "kalau aku masih jadi wanita karier mungkin bagi aku biasa aja. Tapi kan posisi aku udah beda sekarang, aku hanya menampung dari kamu. Kita kan ga tau sampai mana kamu sehat atau sampai mana kamu jaya" balas Tiara.

Saga mengacak puncak kepala Tiara "rejeki aku ga bakalan putus selama itu untuk kamu dan anak aku. Allah sudah menjanjikannya bukan?? Kenapa harus takut??" timpal Saga.

"Yang aku lakukan saat ini, belum ada apa-apanya sama cincin berlian yang aku jual tiap harinya. Jadi, biarkan anak kita nikmatin hasil kerja aku. Dia berhak menikmatinya" sambung Saga mengusap perut Tiara.

"Doain rejeki daddy lancar terus ya sayang, supaya daddy selalu bisa menuhin kebutuhan kamu dan mami" ujar Saga didepan perut Tiara.

Tiara hanya diam dan memasang senyum tipisnya. Betapa beruntungnya anaknya memiliki ayah yang bertanggung jawab seperti Saga. Setidaknya anaknya tidak merasakan apa yang dulu ia rasakan.

***

Tiara terbangun dari tidurnya, diliriknya jam diatas nakas yang menunjukkan waktu pukul 01.55 WIB. Setelah sholat Isya Tiara tertidur, ia tidak tau kalau Saga sudah pulang berkerja atau belum.

Tiara pun berjalan keluar melihat situasi, apakah Saga sudah pulang atau belum. Namun kondisi ruang tamu masih seperti ia tinggalkan sebelum tidur tadi, apakah Saga belum pulang?? Hatinya pun dipenuhi rasa gelisah, hampir satu bulan ia tinggal bersama Saga belum pernah Saga jam segini masih diluar. Dan biasanya Saga pasti akan memberinya kabar kalau pulang terlambat. Tapi ini tidak ada sama sekali pesan dari Saga.

Tiara pun mencoba mendial nomor Saga, dengan jantung yang berdebar kencang. Panggilan pertama tidak terjawab, Tiara kembali mendial nomor Saga dan lagi-lagi tidak terjawab.

Hati Tiara semakin gelisah kemana Saga sebenarnya?? Perutnya sampai melilit karna saking cemasnya memikrikan Saga.

Beberapa menit kemudian ponsel Tiara berdering menampakan nama Saga di id penelpon. Dengan cepat Tiara menjawan panggilan tersebut.

"Hallo Ga?? Kamu dimana?? Kenapa belum pulang??" tanya Tiara beruntun.

Terdengar kekehan Saga diujung sana "kamu sendiri kenapa belum tidur??" ujar Saga dengan suara serak.

Hold my handTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang