14

527 53 1
                                    

Tiara tersenyum lebar seraya menyiram bunga-bunga segar. Sesekali ia mengelus perutnya yang sudah membesar.

"Mbak, aku anterin paketan ini dulu ya. Mbak aku tinggal sebentar gapapa?" ujar suara yang membuat Tiara menoleh padanya.

Tiara tersenyum tipis dan mengangguk "hati-hati, jangan lupa langsung cari makan siang ya" ujar Tiara mengingati Riri.

Riri memberikan jempolnya tanda mengiyakan ucapan Tiara. Ia pun berlalu dari hadapan Tiara.

Sudah hampir tiga bulan Tiara mengembangkan usaha toko bunganya. Sejak memutuskan menghilang dari Jakarta, Tiara memilih kota ini sebagai tempat tinggal barunya. Berbekal sisa tabungan dan hobynya, Tiara pun membuka toko bunga untuk menyambung hidupnya dan untuk anaknya kelak. Ia sadar, ia tidak lagi wanita karier yang setiap bulannya selalu menerima gaji yang lebih dari cukup. Beruntung Tiara selalu menyisihkan pendapatannya, sehingga ia bisa bertahan sejauh ini.

Tiara dibantu oleh seorang remaja bernama Riri. Remaja yang kabur dari panti asuhan dan memohon-mohon padanya agar diberi pekerjaan. Awalnya Tiara ragu menerima anak itu, namun Riri bisa meyakinkannya dengan kinerjanya yang baik dan sungguh-sungguh. Tiara pikir tidak ada salahnya menerima Riri, agar ia memiliki teman. Dan benar saja keberadaan Riri sangat memudahkannya dalam segala hal. Ia tidak menyangka awal-awal membuka toko bunga, tokonya langsung ramai bahkan sekarang ia memiliki beberapa langganan tetap yang setiap minggu selalu minta dikirimkan bibit atau bunga segar. Ia tidak bisa membayangkan jika tidak ada Riri yang membantunya.

"Hallo, selamat siang apa Anggrek didepan ada warna putihnya?" ujar sebuah suara yang membuyarkan Tiara dari lamunannya.

Cepat-cepat Tiara meletakkan alat penyiram tanamannya dan berjalan kearah luar "selamat siang, mau warna ap---" ucapan Tiara terputus ia pun membulatkan matanya saat melihat wajah pengunjung toko bunganya.

Tak beda dari Tiara, sipengunjung pun tak kalah terkejut melihat Tiara. Tiara yang menghilang kini ada didepan matanya.

"Tiara.." gumamnya pelan.

"Pak Rangga.." cicit Tiara.

Rangga tersenyum sumbang, menatap Tiara dari ujung kaki hingga ujung kepala. Perut Tiara yang sudah membesar membuatnya semakin tersenyum sumbang, Tiara benar-benar mempertahankan anak itu dirahimnya.

"Ga disangka ya kita akan ketemu disini" ujar Rangga.

Tiara berdeham pelan "iya pak" balas Tiara.

"Kenapa si bodoh itu ga bisa nemuin kamu?? Padahal kamu masih disekitaran dia berada. Apa mungkin kalian memang ga jodoh?? Dan jodoh kamu adalah aku?" ujar Rangga.

"Padahal kalau si bodoh itu bisa sedikit lebih berusaha mencari kamu, pasti dia akan menemukan kamu" sambung Rangga.

Tiara terdiam, jadi Saga tidak berusaha mencarinya?? Haha kenapa kesannya ia berharap kalau Saga mencarinya?? Bukankah ia sendiri yang memilih jalan ini?.

"Tapi biar begitu, si bodoh itu sudah memasuki tahap gila karna ga berhasil nemuin kamu" ujar Rangga.

Alis Tiara berkerut mendengar ucapan ambigu Rangga.

Rangga menatap perut besar Tiara "udah berapa umurnya?" tanya Rangga.

Tiara mengusap perutnya "30 minggu" balas Tiara.

Rangga mengerutkan keningnya, menghitung ada berapa minggu dalam satu bulan.

"7 bulan" sambung Tiara yang mengerti akan kebingungan Rangga.

Rangga mengangguk mengerti "kamu akan melahirkan tanpa ayahnya?" tanya Rangga.

Tiara terdiam, ia masih belum bisa memikirkan bagaimana nanti ia melahirkan. Apakah ia bisa melakukannya sendirian??.

Hold my handTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang