Terpaksa pergi
13/06/20
9:44Yin Wei benar-benar tidak takut padaku. Mengetahui aku adalah pangeran ke-9, dia bersikap biasa-biasa saja di malam berikutnya. Seperti tidak pernah terjadi apa-apa. Dia masih saja mengoceh seperti biasanya.
"Jadi.... Katakan padaku, di mana kau tidur?"
Rupanya dia penasaran dengan di mana selama ini aku tidur.
"Aku tidur di rumah salah satu prajurit."
"Prajurit?" Dia kelihatan terkejut. Kenapa? Memang ada yang salah kalau aku tidur di rumah prajurit?
"Iya." Aku menjawab singkat.
"Kenapa kau tidak tinggal di istana saja?"
Itu pertanyaan yang masuk akal. Semua orang pasti bertanya-tanya. Aku yang seorang pangeran kenapa memilih tinggal di rumah prajurit daripada di istana yang jelas lebih enak.
Tentu saja aku memiliki alasan. Pertama, seperti yang sudah aku katakan sebelumnya, aku tidak suka tinggal di istana. Keduanya, aku ingin lebih dekat dengan Yin Wei. Dengan duduk berdua dengannya seperti ini, aku merasa kita berada di derajat yang sama. Aku bukanlah pangeran dan dia bukan pelayan. Hanya dua manusia yang saling berbincang di bawah pohon Sakura.
"Aku punya rencana." Aku yakin jawabanku ini membuatnya penasaran.
"Rencana apa?" Betul kan? Dia penasaran.
"Ini rahasia kerajaan." Aku berbohong. Rencanaku sebenarnya adalah ingin lebih dekat dengannya. Tentu saja aku tidak akan menyatakannya.
"Oh...." Yin Wei manggut-manggut. Dia percaya rupanya. Kupikir dia bukan tipe perempuan yang mudah dibohongi. "Lalu, kemana saja kau selama ini? Apa kau berburu?"
Aku kaget. Apa katanya tadi? Berburu?
"Berburu. Siapa yang mengatakan itu padamu?"
"Para pelayan. Mereka bilang, kau berburu dan akan pulang setelah berbulan-bulan."
Aku tertawa. Siapa yang menciptakan rumor itu. Ada-ada saja. Untuk apa seorang pangeran berburu dan pulang setelah berbulan-bulan?
"Ha ha ha.... Berburu apa yang sampai berbulan-bulan?"
"Jadi kau tidak berburu? Lalu apa yang kau lakukan?"
"Aku ini seorang jenderal. Aku bertugas di perbatasan. Mengawasi para bandit dan mata-mata. Tidak aneh jika aku tidak pulang berbulan-bulan."
"Jadi kau seorang jenderal?"
Dia terlihat terkejut. Aku mengangguk untuk meyakinkannya.
"Benar. Satu-satunya pangeran yang merangkap jenderal. Dan ini rahasia. Jika sampai ada yang tahu, kau kupenggal." Aku berujar serius. Ini benar. Sejauh ini, belum ada yang mengetahui bahwa aku adalah seorang jenderal. Dia satu-satunya orang yang kuberi tahu.
Dia diam. Mungkin takut dengan ancamanku. Itu bagus. Dengan begitu tak akan ada yang tahu rahasiaku.
....
Ini menyebalkan. Para pemberontak itu benar-benar tak memberikanku kesempatan untuk berlama-lama dengan Yin Wei. Mereka menyerang perbatasan dan itu membuatku memiliki pekerjaan baru yang harus meninggalkan Yin Wei.
Jujur, sedetik pun, aku tidak pernah berpikir untuk meninggalkan Yin Wei. Tapi kali ini, aku harus pergi. Jika aku biarkan para pemberontak itu menyerang perbatasan, ibu kota mungkin akan menerima dampaknya. Istana kekaisaran mungkin juga akan diserang. Aku tidak peduli jika kaisar, permaisuri dan para pangeran tewas. Aku hanya mempedulikan rakyat yang dapat dipastikan akan menderita akibat peperangan. Aku tidak suka melihat orang menderita. Aku sudah pernah merasakan bagaimana rasanya. Jadi dengan terpaksa, aku harus kembali ke perbatasan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yin Wei & Pangeran Ke-9 (Tamat)
Short StoryDia sosok yang menakutkan di kerajaan Jin. Semua takut menatap matanya. Tapi seorang gadis tak berpengaruh sama sekali. Dia begitu santai ketika berbicara dengan Pangeran Ke-9 dan berani membalas tatapan matanya Warning! Cerita ini alurnya berbelit...