Sebagai seorang pramugari, bentuk tubuh adalah penunjang. Diikuti attitude dan penampilan goodlooking from head to toe. Kemampuan berbahasa asing adalah nilai plus. Karena kemampuannya menguasai bahasa inggris dan mandarin itulah yang membawanya berkarir di maskapai luar negeri.
Alasan (Namakamu) memilih bekerja di maskapai luar negeri karena maskapai luar negeri yang (Namakamu) tempati adalah maskapai terbaik menurut skytrax.
Karirnya diawali diumurnya yang ke dua puluh, tepatnya saat dia masih kuliah. Dia memutuskan untuk berhenti meskipun tinggal dua semester lagi dia akan lulus. Dia kemudian mendaftar sebagai flight attendant Emirates Airlines. Tentu saja keputusannya mendapat tentangan dari orang tuanya yang berlatar belakang pebisnis.
Tapi (Namakamu) adalah (Namakamu), yang akan melakukan apa saja untuk mendapat yang dia mau. Tidak perduli seberapa keras orang tuanya melarang.
Tiga tahun bekerja di Emirates airlines, orang tuanya menyuruhnya untuk pulang dan menikah dengan anak kerabat Papanya. Pernikahan itu hanya pernikahan bisnis.
(Namakamu) tidak bisa menolak titah Papanya. Tapi dia mengajukan syarat untuk tetap bekerja sebagai pramugari.
Syarat itu disetujui asal (Namakamu) bekerja di maskapai penerbangan dalam negeri. Dia tidak mengindahkannya. Dia memilih bekerja di Singapore Airlines yang untungnya menerimanya meski dia sudah berstatus menikah.
Suaminya adalah Iqbaal Dhiafakhri Ramadhan, Penerus Dhiafakhri Corporation. Pria tiga tahun lebih tua darinya itu memang (Namakamu) akui ketampanannya. Tapi pria itu selalu berwajah datar dan menguarkan auranya yang dingin.
Mereka serumah seharusnya. Tapi karena (Namakamu) bekerja di Singapore, dia sangat jarang berada di rumah. Meskipun serumah, mereka hanya selayaknya dua orang asing yang tinggal di bawah satu atap yang sama.
Mereka memang tidur di kamar yang sama, di ranjang yang sama. Tapi tidak pernah sekalipun bertegur sapa. Iqbaal hanya akan mengatakan hal - hal seperlunya. Sisanya dia hanya akan diam. Begitupun (Namakamu).
Di tahun ke tiga perbikahan, saat dia pulang setelah mendapat cuti tahunannya, dia terkejut dengan suara tangis bayi saat dia berdiri di depan pintu kamarnya.
Dia meragu untuk membuka pintu di depannya. Pikirannya menerawang jauh. Dia pikir rumah ini terlalu mencekam dan suram. Pantas jika rumah besar ini ditempati hantu.
Dengan perlahan dia membuka pintu itu dan menemukan balita terduduk di atas ranjang besarnya. Menangis keras sampai wajahnya memerah. Dengan susah payah (Namakamu) menelan ludahnya sendiri. Dia yakin dia tidak salah masuk rumah. Walaupun jarang pulang, dia tetap hapal sebelah mana rumahnya.
Nalurinya sebagai seorang pramugari yang seringkali menghibur penumpang kecilnya terketuk. Dia meninggalkan kopernya begitu saja. Meraih sebuah kain tidak jauh dari bayi itu untuk menutup bagian deoan tubuhnya demi menjaga kebersihan apalagi dia dari luar. Dia mengangkat balita itu ke dalam gendongannya dan mengayunkan pelan sambil dia tenangkan.
Entah bayi siapa itu. (Namakamu) memang tidak tahu. Entah anak salah satu pelayan di rumah ini atau anak kuntilanak, yang jelas (Namakamu) hanya ingin menenangkannya.
Sudah sekian menit (Namakamu) menenangkan balita di gendongannya, tapi tangisan balita itu tidak kunjung mereda. Padahal biasanya di atas kabin, ketika dia menggendong anak kecil yang sedang rewel, anak kecil itu akan segera tenang.
(Namakamu) menatap ke atas ranjang. Tidak ada satupun mainan disana yang bisa dia gunakan untuk menghibur balita itu.
Tidak lama setelahnya Iqbaal keluar dari kamar mandi. Awalnya dia terkejut dengan kehadiran (Namakamu) di kamar itu. Apalagi saat meluhat (Namakamu) berusaha menenangkan balitanya.
Mereka saling melempar pandangan dalam diam sebelum akhirnya Iqbaal mengambil alih balita itu dari gendongan (Namakamu).
Iqbaal terlihat luwes ketika menggendong balita itu. Seolah sudah terbiasa melakukannya. Apalagi saat mengganti popok yang sudah penuh.
Pantas saja balita itu masih tetap menangis meski (Namakamu) sudah menghiburnya. Ternyata dia merasa kurang nyaman karena popoknya yang sudah penuh.
Dengan ragu (Namakamu) bertanya. "Dia anak siapa?"
Iqbaal menoleh sejenak sebelum menjawab. "Anak aku."
"Hah?"
"Apa aku perlu minta maaf karena menikahi perempuan lain dan memiliki anak dengannya?"
Entah kenapa mendengar itu, hati (Namakamu) terasa tercubit. Seolah secara tidak langsung menyindir (Namakamu) karena tidak bisa menjadi seorang istri sepenuhnya. Seutuhnya.
(Namakamu) hanya istri hitam di atas putih. Karena (Namakamu) tidak pernah sekalipun berlaku selayaknya seorang istri untuk Iqbaal selama tiga tahun mereka menikah.
Sedangkan untuk Iqbaal yang sebentar lagi berusia tiga puluh tahun, sudah pasti dia menginginkan anak, dan juga menginginkan seorang perempuan untuk menyalurkan hasratnya.
Oleh karena itu dia menikah lagi meski tidak sah di mata negera. Dia menikah setahun setelah menikah dengan (Namakamu).
(Namakamu) merasa kecewa. Tentu saja. Selama ini dia tidak pernah menutupi statusnya yang sudah menikah dengan tujuan agar tidak ada lelaki lain yang mendekatinya. Tapi ternyata Iqbaal malah menikah lagi sejak setahun setelah pernikahan mereka.
Padahal dia sudah menyusun rencananya sendiri. Bahkan dia mengambil cuti setelah memperpanjang kontrak dengan tujuan membicarakan dengan Iqbaal mengenai rencana rumah tangga mereka.
Dia berencana akan mengakhiri kontraknya di usianya yang ketigapuluh dan fokus pada rumah tangganya serta memiliki anak.
Tapi sepertinya rencana itu tidak akan terwujud karena Iqbaal sudah memilih perempuan lain untuk mendapatkan keturunannya. Memilih perempuan lain untuk menggantikan (Namakamu).
KAMU SEDANG MEMBACA
Home - IDR
FanficPernikahan itu hanya pernikahan bisnis. Meski keduanya tinggal di atap yang sama, mereka tak ubahnya hanya dua orang asing. 140620