Sheryl tersenyum menatap sekolah di depannya. Sekolah swasta dengan fasilitas mewah. Sekolah ini termasuk sekolah elite dengan akreditasi A. SMP Exelent.
Sheryl melangkahkan kakinya tanpa ragu. Matanya menjelajahi sekitar. Tidak ada satupun orang yang dia kenali disini. Sheryl menghela nafas lega, baguslah.
Sheryl mulai berjalan di koridor. Dia mencari-cari kelasnya. Kemarin, kelasnya sudah dibagikan via online. Sheryl melihat lagi ponselnya. 8-A.
Sheryl tersenyum ketika menemukan kelasnya. Pandangannya menyapu sekitar. Baru sedikit siswa yang datang. Sheryl memilih-milih tempat duduknya.
Pilihannya jatuh pada meja di tengah baris ketiga. Barisan kedua dari pintu.
Sheryl duduk. Dia menunggu dengan hati gembira sampai akhirnya beberapa orang mulai berdatangan. Sheryl menelungkupkan wajahnya di lipatan tangannya karena saking lamanya menunggu. Dia bosan.
Tiba-tiba seseorang duduk di sebelahnya. Sheryl menoleh. Dia tertegun ketika mengenali orang yang duduk di sampingnya.
"Nggak, jangan dia," batin Sheryl. Kenapa dari sekian banyak laki-laki yang ada di dunia, orang yang harus bertemu dengannya lagi di SMP ini adalah...
Orang yang selama ini membully Sheryl. Dialah dalang dari semua pembullyan yang Sheryl terima. Dialah yang telah membuat teman-teman masa kecilnya pergi dan membully-nya tanpa rasa iba.
Dialah orang yang paling Sheryl benci dan tak pernah ingin dia temui. Manusia yang paling tidak punya hati nurani itu, bernama Rafael.
"Hei, sapi. Lo sekolah di sini juga? Bagus, kita sekelas lagi."
Sheryl menatap Rafael tidak percaya. Dia terlalu terkejut menerima semua ini.
Mulai hari itu, tidak ada hari tanpa Sheryl tidak dipanggil dengan sebutan sapi. Masa SMP-nya sama kelamnya dengan masa SD-nya.
Sheryl tidak tahu apa salahnya. Apakah terlahir sebagai wanita yang gemuk adalah sebuah kesalahan?
Puncak dari semua ini adalah ketika Sheryl kelas dua SMP.
Hari itu, salah satu orang kepercayaan Papanya datang ke sekolah. Sheryl dipanggil ke ruang guru.
Bu Dian-wali kelasnya, menyuruhnya pulang. Sheryl tidak tahu apa sebabnya. Tapi Sheryl langsung pergi ke kelas untuk mengambil tas, berniat pulang.
Rafael yang melihat itu, tersenyum miring padanya.
"Mao kemana lo, sapi? Lo udah bosen sekolah ya? Jadi sekarang lo mutusin buat keluar?"
Sheryl tidak peduli. Dia langsung mengambil tasnya dan pulang.
Sheryl hanya tahu, orang tuanya baru berangkat ke Seoul kemarin. Dia tidak tahu apa-apa.
Tapi saat dia sampai dirumahnya, dia melihat orang-orang berpakaian hitam, memadati rumahnya. Sheryl gemetar melihatnya. Berbagai pikiran buruk memenuhi pikirannya. Sheryl langsung berlari memasuki rumah.
Sheryl jatuh terduduk ketika melihat dua jasad terbujur kaku dihadapannya.
Kepalanya diusap lembut. Sheryl menoleh. Victor. Air mata Sheryl tumpah. Dia memeluk Victor erat. "Bilang sama Sheryl, itu bukan Bunda sama Papa," ucapnya.
Victor diam. Dia menggeleng. "Kamu harus ikhlas yaaa."
Tangisan Sheryl makin kencang. "Bilang sama Sheryl itu bukan Papa sama Bunda," ucapnya sekali lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
What's wrong with my enemy? (Completed)
Dla nastolatkówBagaimana jika musuh bebuyutanmu tiba-tiba menyatakan cinta padamu? Hal apakah yang melintas di kepalamu? Pasti, Permainan Truth Or Dare. Maka disaat itu juga, kamu pasti menerima cintanya. Benarkah itu hanya sebuah permainan, ataukah musuhmu mem...