Kaki Sheryl lemas. Dia jatuh terduduk. Laki-laki itu mendekat. Dia ikut berjongkok.
"Sembunyi dari gue aja nggak becus, lo!"
Laki-laki itu tertawa lalu menjentikkan jarinya. Semua orang di dalam lift berbalik. Masing-masing merogoh sakunya. Sheryl menelan salivanya susah payah. Beberapa diantara mereka membawa silet, beberapa lagi membawa pisau lipat, dan yang lainnya membawa gunting.
"Gimana? Lo udah inget sama Leona?"
Akhirnya Sheryl mengangguk. "Apa urusan lo sama dia?" tanya Sheryl.
Orang itu tertawa. Tangannya merogoh saku hoodie-nya, mengeluarkan sebuah tusuk gigi.
"Benda ini nggak ada apa-apanya buat mereka yang nggak punya keahlian. Tapi ini ada gunanya buat gue yang punya keahlian. Contohnya, buat nusuk mata orang biar dia nggak bisa ngeliat dunia. Biar diakhirat nanti, Tuhan nggak banyak minta dia bertanggung jawab karena dia cuma ngeliat sebentar doang semasa hidupnya. Gue baik kan?"
Air mata Sheryl jatuh. Dia sesegukkan, namun mencoba tetap menatap laki-laki dihadapannya.
"Kasian, Sheryl kita yang sombongnya selangit ini nangis minta tolong. Tapi sayangnya, nggak ada yang denger tuh!"
Laki-laki itu tertawa kejam. Salah satu dari orang itu menyerahkan lakban dan rantai.
Laki-laki itu menerimanya. Dia menutup mulut Sheryl dengan lakban dan mengikat kedua tangan Sheryl dengan rantai. Sheryl tidak bisa melawan. Dia tidak bisa melakukan apa-apa.
Laki-laki itu juga membawa plastik hitam besar. Dia membungkus Sheryl dengan itu. Sheryl benar-benar tak tahu harus melakukan apa. Tak lama dia seperti berada di dalam sebuah bagasi mobil. Sheryl mencoba berontak, namun tidak bisa. Sheryl kehabisan nafas. Oksigen disini terlalu sedikit. Hingga akhirnya di benar-benar kehilangan kesadaran.
//•♡•\\
Sheryl membuka matanya. Tidak ada cahaya di ruangan ini. Sheryl menatap sekelilingnya. Gelap, pengap, dan sendirian. Sheryl menghela nafas berat. Kenapa hidupnya harus seberat ini?
Tangan dan kakinya terikat. Bagus, sekarang dia mulai merasa keram. Tangan dan kakinya mati rasa. Namun untungnya, mulutnya sudah tidak dilakban.
Sheryl melihat saku roknya. Ponselnya! Ponselnya sudah hampir terjatuh. Sheryl menggerak-gerakkan badannya dengan susah payah agar ponsel itu terjatuh.
Berhasil!
Sheryl susah payah mencari nomor Victor, Justin, ataupun Ziffan. Tangannya terikat, Sheryl mengumpat ketika nomor ketiganya tak juga ditemukan.
Justin. Akhirnya bisa. Ahhh yaa, dia tidak punya pulsa. Sheryl menghela nafas pasrah. Tiba-tiba,
Justin menelponnya! Sheryl menggeser layar ke kanan, menerima telpon itu.
Suara langkah kaki mendekat, memasuki pendengaran Sheryl. Sheryl menduduki ponselnya. Dia memejamkan mata, pura-pura pingsan.
Laki-laki itu tersenyum miring dan mendekat. Wajahnya sangat dekat dengan wajah Sheryl.
"Percuma lo pura-pura tidur. Gue tau."
Sheryl membuka matanya perlahan.
Leon.
Air mata Sheryl mengalir begitu saja. Leon tersenyum sinis menatapnya. Dia menjauhkan wajahnya dari Sheryl. "Ya, gue emang Leon. Kenapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
What's wrong with my enemy? (Completed)
Fiksi RemajaBagaimana jika musuh bebuyutanmu tiba-tiba menyatakan cinta padamu? Hal apakah yang melintas di kepalamu? Pasti, Permainan Truth Or Dare. Maka disaat itu juga, kamu pasti menerima cintanya. Benarkah itu hanya sebuah permainan, ataukah musuhmu mem...