AIR MATA DI CADARKU 4

976 31 5
                                    

Rasa hati sungguh tak karuan, mana mungkin itu tas kerja mas Husein, mas Husein tidak akan pernah membohongi ku. Tas seperti ini memang banyak, tapi gantungan kunci itu, itu adalah hadiah yang aku buat sendiri, tidak mungkin ada yang sama.

"Husnah, kamu kenapa?" tanya Rahina.

"Ha," aku tersadar dari lamunanku.

"Ini kok kamu sekarang suka ngelamun Husnah!" jelas Amira.

"Enggak kok, aku nggak ngelamun!" elakku.

Aku mengembalikan ponsel milik Rahina, hatiku terasa gelisah, otakku berisi banyak pertanyaan yang belum memiliki jawaban.

"Hm ditunggu kabar besok ya, aku mau pamit duluan," ucap Amira.

"Iya aku juga," sambung Rahina.

"Loh, udah mau pulang?" tanyaku.

"Iya Husnah," jawab mereka kompak.

***

Setelah mengantar mereka kedepan pintu, aku memilih untuk keruang buku, karena aku dan mas Husein memiliki kesamaan yaitu suka membaca buku, mulai dari buku pelajaran, buku islami ataupun novel.

Disaat sedang memilih buku, aku tertarik untuk membaca sebuah novel, tempat nya cukup tinggi, aku agak kesulitan untuk mengambilnya, namun sudah hampir bisa, karena tidak hati-hati buku yang lain ikut jatuh.

Aku memungut beberapa buku, namun ada satu buku yang belum pernah aku lihat, buku bersampul warna cokelat yang hampir memudar, buku ini polos tidak memiliki judul, membuatku ingin tau apa isi bacaannya.

Aku beranjak menuju kursi yang ada disudut ruangan, kemudian dengan perlahan membuka buku yang ku pegang tadi.

"Ternyata ini buku milik mas Husein, ada banyak tulisan yang iya tinggal disini."

Aku membalik perhalaman, ini adalah catatannya waktu masih kuliah dulu, disaat aku membuka perlembar halamannya, ada sesuatu yang terjatuh ke lantai, ini seperti sebuah foto. Aku pun mengambilnya, kemudian melihat foto itu, ada dua orang salah satu nya adalah mas Husein, tapi yang satunya aku tidak mengenali, mungkin ini adalah sahabat mas Husein.

Dibelakang foto itu ada tulisan, aku membacanya, namun aku tertegun sebentar, kemudian tak bisa ku elak kan, butiran ini jatuh mengalir mengenai cadarku.

"Apa mas Husein masih mencintainya?"

Itu pertanyaan pertama kali yang terlintas di benakku.

Ku relakan orang yang aku cintai untuk sahabat terbaikku, sampai kapanpun aku akan tetap mencintai nya, aku akan bahagia walau dia tak bersamaku.

26 Februari 2017

Ku balik-balik perhalaman. Aku ingin mencari seperti apa sosok sahabat suamiku, jika dia sahabat terbaik nya, kenapa aku belum pernah bertemu dengan orang ini. Cukup lama aku mencari dihalaman yang lumayan banyak ini.

"Namanya Andreas, dia yang selalu menolong suamiku ketika suamiku susah dan menganggur hampir setahun, mereka bertemu saat kuliah, bahkan sahabatnya rela hampir meninggal saat menolong suamiku tenggelam di laut!"

Beruntung sekali suamiku memiliki sahabat seperti itu, dia sampai merelakan orang yang dia cintai untuk sahabat nya, bagaimana perasaan suamiku waktu itu? Ku harap sekarang dia sudah melupakan. Selama bersama mas Husein kurasa mereka tidak berhubungan lagi.

Adzan berkumandang, saking lamanya diruang buku, tak terasa sudah Dzuhur, aku menyimpan kembali buku pada tempatnya, aku juga meletakkan kembali foto itu.

Setelah selesai, aku bergegas pergi untuk melaksanakan sholat.

"Ya Allah, tenangkanlah hati hamba!"

Aku sampai lupa kalau ponsel ku ketinggalan dimeja makan, ada 3 panggilan tak terjawab dari mas Husein, aku menelepon nya balik.

"Assalamualaikum Bi," ucapku.

"Wa'alaikumussalam Humairah, kamu dari mana? Bikin Abi cemas saja!" ucapnya dari seberang telepon.

"Maaf Bi, tadi Umi lagi baca buku lupa Handphone tinggal di meja makan," jawabku.

"Syukurlah kalau kamu baik-baik saja. Oh ya tadi kamu menelepon?"

"Iya Bi, rencana tadi mau minta izin mau pergi sama Rahina dan Amira menjenguk seseorang dirumah sakit!" jelasku.

"Maaf ya sayang. Tadi Abi lagi banyak pekerjaan, jadi nggak tau kalau kamu menelepon!" ucap nya.

"Iya tidak apa Bi, jadi kami tunda besok saja. Oh ya Abi lagi dimana?"

"Ini baru jam istirahat, hendak sholat Dzuhur. Humairah sudah sholat belum?"

"Ini juga baru mau sholat Hubby."

"Ya sudah yang khusyuk ya sayang, jangan lupa do'akan Abi," ucapnya.

"Siap Abi, do'a Umi selalu untuk Abi."

Tiba-tiba aku merasa mendengar suara seseorang berada di dekat mas Husein. Seperti suara teriakan anak kecil namun tidak terdengar jelas.

"Bi, posisi Abi sekarang dimana?" tanyaku.

"Ini masih di Kantor sayang."

Kalau di Kantor mustahil ada anak kecil.

ABAH SEINNN!

"Bi itu suara siapa?" tanyaku terkejut.

Tiba-tiba saja telepon kami terputus, mas Husein tidak menjawab telepon ku ataupun menutup telepon seperti biasa setelah kami berpamitan.

"Abah Sein? Apa maksudnya? Apa Abah Husein?" semua berkecamuk dalam fikiranku.

Bersambung....

AIR MATA DI CADARKU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang