"Husnah! Husnah!"
Samar aku mendengar suara mas Husein memanggil namaku, pelan ku buka mata ini, rasanya sedikit silau, lalu aku meringis merasakan sakit di tangan kiriku, terdapat jarum infus. Apa aku di rawat?
"RAHINNA!" panggilku kencang.
Aku baru teringat sahabatku habis kecelakaan.
"Sayang kamu jangan banyak gerak, kamu sedang dirawat!" jelas mas Husein.
"Kenapa Abi disini?" tanyaku, menatap wajahnya memutar kenanganku ke kejadian tadi.
"Apa maksud kamu sayang? Tentu Abi menemani Humairah Abi," jelasnya menatapku.
"Disaat umi memang benar-benar membutuhkan Abi, Abi ternyata sedang bersama orang lain dan lagi ternyata umi telah dibohongi dengan ucapan palsu Abi. Terimakasih Bi, rasanya sesakit ini, lebih sakit dari tusukan jarum infus yang ada tangan Umi. Abi tau bagaimana rasa trauma umi kambuh melihat Rahinna kecelakaan teringat dengan kejadian Ibu, disaat umi berusaha menghubungi Abi agar Abi menemani umi, ternyata umi salah, kini umi tidak memiliki sandaran lagi!" jelasku panjang lebar diiringi air mata yang tiada henti mengalir.
Rasa sakit bertubi-tubi yang mas Husein berikan, bagaimana caraku untuk memaafkan keadaan, tetapi hatiku selalu ditempah dengan kekecewaan.
"Umi, Abi minta maaf, tadi ada hal yang mendesak, Deby harus pergi kontrol dan ---"
"Sudah, Abi selalu memiliki ribuan alasan, bahkan mengabaikan permintaan Umi. Umi tidak mau lagi tersakiti oleh berbagai kebohongan yang Abi perbuat, hari ini Allah perlihatkan lagi bukti bahwa Abi sudah berbohong, ini yang Allah nampakkan belum yang dibelakang umi, umi tidak tau!"
Lama aku memperhatikan, kurasa tubuhku sudah cukup kuat untuk berjalan, belum pernah rasanya aku seemosi ini, tapi aku sudah tidak sanggup menahan semua ini.
Kuraih botol infusku, lalu aku turun dari ranjang.
"Umi Abi minta maaf, Abi akan jelaskan tolong dengarkan Abi, umi mau kemana?"
"Maaf penjelasanmu tiada berarti lagi bagi diriku, tolong perjelas hubungan ini, jika mencintaiku tolong jangan datangkan orang lain, jika mencintainya lepaskanlah aku dan menikahlah dengan nya, maaf dipoligami aku tidak bisa, aku juga manusia yang memiliki perasaan dan tidak untuk dipermainkan, aku tunggu surat dari pengadilan agamanya, jika tidak sempat maka aku sendiri yang akan mengurusnya, sudah cukup rasa sakitku, dulu Ibu bertahan demi aku saat Ayah memiliki wanita lain, hari ini aku tidak memiliki siapa-siapa, jadi aku tidak mau menyakiti diriku lagi. Permisi!"
Derai air mata mengiringi langkahku, tak ku hiraukan mas Husein yang berusaha untuk menahanku, dia berusaha memanggil namaku, saat dia mencegat aku menatap tajam padanya.
Ini untuk pertama kalinya aku bersikap kasar pada suamiku, maafkan hamba ya Allah, bukan bermaksud untuk tidak menjalankan sesuai syariat, tapi ada hubungan yang ingin aku perjelas, agar tidak berkepanjangan seperti ini terus, aku tidak ingin terluka lagi.
***
"Jangan takut untuk menikah sayang!"
"Apa ini tujuan ibu memasukkan Husnah ke pesantren, agar Ibu menutupi bahwa Ayah jarang dirumah dan memiliki wanita lain. Bu Husnah sudah besar, jangan Ibu bertahan menahan rasa sakit karena Husnah."
"Sayang, Ibu tidak ingin kamu tumbuh tanpa seorang Ayah dan jangan pernah katakan kamu takut menikah, tidak ada takdir yang sama, Ibu selalu berdoa semoga engkau mendapatkan jodoh yang terbaik dan tidak menduakan dirimu."
***
"Bu, kenapa nasib kita sama? Suamiku memiliki wanita lain untuk dia jaga meskipun katanya hanya sekedar menjalankan amanah."
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
AIR MATA DI CADARKU
General FictionBertemu lalu berjodoh, tidak! Ini kisah dua insan yang berjodoh lalu bertemu. Dunia pernikahan yang disebut bahtera rumah tangga, terkadang tak selurus yang dibayangkan, ada pula lika-liku yang harus dijalani. Lama bersama, sang istri baru tahu si s...