AIR MATA DI CADARKU#10

822 31 5
                                    

"Kenapa Abi begitu terkejut? Bagaimana bisa Umi mengetahui nya? Kenapa Umi bisa tau?" ucapku menatap wajahnya yang begitu terkejut.

"Tidak ada yang nomor dua, Umi selalu nomor satu dimata Abi, tidak ada yang bisa menggantikan posisi Umi," jelasnya penuh kelembutan.

Suara itu bisa meluluhkan hatiku, tapi jika teringat apa yang terjadi membuat luka itu kembali pedih, siapa yang bisa membayangkan suaminya berbohong, bahkan tentang perempuan meskipun mereka hanya teman atau apapun, jika mereka sering bertemu siapa yang akan terima?

"Ayo pulang Umi lelah!" ajak ku.

"Tapi--" ucapnya bingung.

"Abi ingin menemui Kak Dian atau ingin menjelaskan situasinya. Silahkan!" jelasku.

Mustahil mas Husein masih memikirkan keadaan Kak Dian, jelas dia akan mengantar diriku. Aku adalah istrinya.

"Maaf Humairah," ucapnya

Dugh!!

Betapa terkejutnya hatiku, dia mengucapkan kata maaf. Apa maksudnya itu? Mas Husein memilih orang lain dibandingkan isterinya.

"Jika memang Abi mau menemui Kak Dian, Umi tidak akan melarangnya. Maaf sudah merepotkan."

Setelah mengatakan itu aku bergegas pergi keluar mobil, mas Husein berkali-kali memanggil diriku. Aku tak menghiraukan nya, air mata kembali tak dapat dibendung, hatiku begitu sakit, pernikahan ini, kenapa semua ini bisa terjadi? Kenapa ya Allah takdir hamba seperti ini? Memiliki suami tetapi juga berjanji untuk menjaga wanita lain!

Pernikahan impianku telah hancur, sekarang semua ini membuatku takut, kenapa ini tidak adil? Kenapa aku memiliki takdir yang sama seperti Umah?

"Umah, Husnah harap Umah tidak sedih melihat keadaan Husnah sekarang!" ucapku

***

Aku singgah ke rumah Allah yang begitu megah, setelah wudhu dan mengenakan mukenah, rasanya begitu tentram dan damai. Aku melaksanakan sholat Zhuhur disalah satu masjid di kotaku.

Selesai sholat aku lanjut dzikir, ponsel aku matikan agar lebih fokus. Mungkin Rahina dan Amira mencemaskanku, sedangkan mas Husein mustahil dia memikirkan aku! Jika boleh ingin rasanya aku tinggal disini saja, aku tidak ingin pulang dan bertemu mas Husein.

2 jam mungkin lamanya aku disini dan memutuskan untuk pulang, karena jarak masjid tidak begitu jauh dari rumahku, akupun memilih untuk berjalan kaki.

Untuk sahabat mas Husein, kenapa kau tega menitipkan isteri dan anakmu pada seorang lelaki yang sudah berstatus sebagai suami orang lain. Meskipun dia sahabat mu, tetap dia lelaki yang sudah beristri, apa kau juga tau kalau dulu mas Husein mencintai isteri mu? Kau tidak bermaksud untuk menyatukan mereka bukan.

Melihat kursi panjang yang bisanya jika berjalan, kami singgah untuk duduk, aku teringat masa-masa bahagia bersama mas Husein. Kenapa waktu yang bahagia ini kau hancurkan dengan mudahnya mas?

***

Didepan rumahku sudah ada Rahina dan Amira. Melihat mereka aku kembali menangis, mereka segera menghampiri dan memelukku, meski jauh dari keluarga aku beruntung memiliki mereka berdua.

"Berat ya Nah? Kita tau kamu pasti kuat," ucap Rahina.

"Kau tau, kita sudah memarahi mas Husein, mana boleh sahabat kita disakiti oleh dirinya. Caranya itu salah!" ucap Amira terbawa emosi.

"Saat menatap Deby aku memang kasihan, dia masih kecil dan polos yang tidak tau apa-apa. Tapi jika tidak ada pembukaan untuk pendekatan maka hal ini tidak akan pernah terjadi!" sambung Rahina.

Kami bertiga berdiri dihalaman rumah ku. Saat menyebut nama Deby, aku teringat dengan anak itu yang sangat menyukai mas Husein, tiba-tiba aku juga teringat dia yang memanggil mas Husein Abah. Hatiku merasa tergelitik dan akupun tertawa karena hal itu.

"Husnah kau kenapa?"

"Husnah jangan buat kami takut!"

Aku tak peduli dan terus tertawa, lalu menangis, rasanya mau gila!

"Dia sudah memanggil nya Abah!" ucapku.

Mas aku tunggu kepulangan mu.

Bersambung...

Note: Maaf lambat up, kadang author nggak sempat nulis, karena sedang mengurusi baby :)

AIR MATA DI CADARKU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang