Part 18

1.1K 81 5
                                    


Mobil gilang, reza dan ridwan beriringan memasuki area garasi, mereka memasuki rumah melalui pintu penghubung antara garasi dan ruang tengah, Rara yang berjalan gontai langsung mendudukan tubuhnya disofa ruang tengah, duduk sejenak untuk memejamkan matanya, sebenarnya rasa pening telah menguasai kepalanya dari rumah sakit tadi tapi rara tidak menceritakan kesemua orang karena takut mereka khawatir.
Lesti mulai mendekati gilang menagih janji untuk penjelasan tentang hasil pemeriksaan rara.

"Yah... "ucap lesti

Gilang mengerti maksud lesti.

"Bersih-bersih badan dulu, terus kumpul disini, nanti ayah jelasi semua" jelas gilang yang dimengerti semua orang.

"Yah... Rara ngak ikut ya, rara capek mau tidur" ucap rara yang berbohong dan dianggukan oleh gilang
"Om Eja... Gendongin rara kekamar" pinta rara dengan gaya manjanya kepada reza.

sebenarnya untuk berjalan pun rara tak mampu, ia tau kalau berjalan kekamar dan menaiki anak tangga yang ada ia akan terjatuh karena pandangan matanya sudah berputar-putar.

"iya sayang, tapi minum obat dulu ya" ujar reza yang mendekati rara dan Lestipun memberikan beberapa butir obat kepada rara.

Percepat

Semua orang telah berkumpul diruang tengah, termaksud bik inah dan mang maman, karena gilang harus menjelaskan jadwal dan obat apa saja yang harus rara minum, dikarenakan rara mengidap Alzheimer jadi semua orang harus berperan demi kesehatan rara.

Gilang telah memegang map yang berisi laporan kesehatan rara beserta 2 buah kantong yang berisi beberapa botol obat.

Gilang menceritakan semua apa yang dijelaskan olah Ika, mulai dari vonis kanker hingga jadwal kemo dan radiasi rara. Semua orang yang mendengarkan penjelasan gilang tak dapat membendung air matanya, Selfi yang memeluk lengan reza membuka suara.

"Ayah... Kanker rara stadium brapa"

"2 akhir kak.." jawab gilang lirih

"Adek bisa sembuhkan yah, lesti takut yah.... Hikssss... Hiksss..."  Lesti yang ikut bersuara lirih dengan tangisan yang masih setia mengalir deras

Gilang hanya bisa terdiam, ia tak tau jawaban apa yang mesti diberikan ke lesti.

Gunawan Pov

Gunawan yang sedang duduk dikasur empuknya sedang berkelanan dalam lamunannya, untuk kali ini terlalu berat otaknya berfikir. Didalam pikirannya omongan rara dirumah sakit seperti sebuah kaset yang terus diputar.

"Maaf ra selama ini gue bohong, gue janji, gue akan jujur sama elo dan gue akan ceritain semuanya ke elo" batin gunawan

Dengan cepat gunawan mengambil telpon genggamnya dan mengetik nama rara.

Rara Sayang (senja)
"Assamu'alaikum Rara sayang...maaf ganggu, besok pulang sekolah elo sama gue ya, kita ke ke danau, ada yang mau gue ceritain"
Send

Setelah mengirim pesan ke rara, gunawan pun mulai mencoba memejamkan matanya, walaupun pikirannya tetap berputar-putar.

Rara Pov

Rara yang telah diantarkan oleh reza kekamarnya, kini terduduk dilantai dekat tempat tidurnya, tangannya terus memeras-meras kepalanya yang telah terserang rasa pening teramat sangat. Matanya mulai memerah menahan rasa sakit itu. Terdengar suara lirih dari mulutnya.

"Ssaaaa..kkii...ttt"
"Ya Allahhh.... sssaaaa....kkiii... tttt"
"Bbbuuu...nndddaaaa.... Ssaaa... kkii.. ttt... buunnn" ucap rara dengan lirihnya dengan tangan yang masih setia meremas-remas rambutnya.

Kali ini rara sudah meringkuk dilantai mencoba memejamkan matanya berharap rasa sakit itu sedikit berkurang. Mulutnya tak henti memanggil sang bunda dengan suara yang semakin melemah.

"bunnn...daaa... bunnn.. daaa... bun.... daaa..."

Entah berapa lama rara harus merasakan sakitnya itu, perjuangannya tak sia-sia perlahan-lahan rasa sakit itu sedikit berkurang, baju seragam sekolah masih setia menempel ditubuhnya, rasa engan untuk mandi telah menyerang dirinya, tetapi kewajiban seorang umat muslim harus segera dilaksanakan.

Ting

sebuah notif masuk ditelpon genggamnya. Diambil telpon genggam itu dari saku baju sekolahnya.
"Indi" bantinnya

Indi
"Assamu'alaikum Rara sayang...maaf ganggu, besok pulang sekolah elo sama gue ya, kita ke ke danau, ada yang mau gue ceritain"
Read

Me
"Ok"
Send

Rara telah keluar dari kamar mandi, kali ini ia tidak mandi melainkan hanya ganti baju dan berwudhu, ia berjalan dengan memegang apa saja agar dapat menahan tubuhnya supaya tidak terjatuh. Dengan perlahan ia telah mengelar sajadahnya, duduk ya hanya posisi itulah ia dapat melaksanakan kewajibannya, kalaupun berdiri iya yakin akan terjatuh.

ditengah doanya ia kembali memohon ampunan, meminta diberi kesehatan bukan untuk dirinya melainkan untuk orang-orang disekitarnya, ia hanya meminta sedikit waktu untuk dapat memberikan kebahagiaan agar dapat ia ukir senyum diwajah orang-orang yang ia sayangi.

Setelah bermunajat kepada sang pemilik alam semesta, rara mencoba merangkak ke tempat tidurnya tak usah berjalan berdiripun ia tidak sanggup, kali ini bukan hanya pening yang menguasai kepalanya melainkan sakit dibagian dadanya pun ikut berkuasa, ia memengang erat bagian dadanya meringkuk didalam selimut tebalnya.

Suara pintu terbuka membuat rara memejamkan matanya seolah-olah sedang tertidur, ia berharap orang yang masuk kekamarnya tidak menyaksikan apa yang sedang ia alami saat ini. Tempat tidur itu sedikit bergoyang pertanda ada yang duduk dikasur empuknya, tangan halus mulai memegang dan mengelus lembut pucuk kepalanya, ada ciuman hangat yang menepel dikepalanya, terdenger suara seorang wanita sedikit serak karena habis menangis.

"Dek...." rara tau betul suara itu, itu adalah suara lesti

"Tolong.... bagi sedikit beban mu ke kakak" ucap lesti dengan suara paraunya

"biar kakak ikut merasakan sakit itu, kakak rela, sudah cukup kamu merasakan sakit, sudah terlalu lama hati kamu sakit, kakak ngak sanggup melihat tubuh kamu ikut tersakiti" kini lesti telah memeluk erat tubuh rara dari belakang, dimasukkannya kepalanya ke pundak rara sambil menangis.

"dek..... Kakak Mohon... Jangan tinggalin kakak... Kakak ngak sanggup... Hiksss... Hiksss.... Masih banyak yang belum kakak lakukan sama adek..... dek..... tolong bilang sama bunda jangan bawa adek dulu... Kakak masih mau sama adek.... Tolong berjuang dek... Tolong berjuang demi kami semua... Demi kakak... Demi ayah.... Kakak yakin adek kuat.... Hiksss.....hiksss kakak mohon berjuanglah... Kakak akan selalu ada buat adek..." bisik lesti

Entah berapa lama lesti memeluk tubuh rara kali ini ia telah tertidur mungkin terlalu lelah karena banyak menangis. Rara yang masih tak dapat tidur Kini kembali meringis kepalanya seperti dipukul oleh bebatuan dan dada nya seperti di hantam batu besar.

"Bundaaa.... Saaa....kkkiii...ttt" rara bersuara sangat pelan karena takut membangunkan lesti

Tangan kiri dengan setia memukul kepalnya dan tangan kanan memeras erat dadanya. Pandangannya mulai memudar, kesadarannya sedikit demi sedikit mulai menghilang dan rara jatuh dalam pingsan diatas kasur empuknya, tanpa ada satu orangpun yang mengetahuinya.





Bersambung

Maaf ya kalau part ini agak bosen,
Tungguin part lanjutannya

Jangan lupa vote dan comment sebanyak-banyaknya
Makasi
😊😊😊

Harapan Itu Pasti AdaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang