29.Part Dua Puluh Sembilan

235 10 0
                                    

Sudah dua hari berlalu. Sejak kejadian kemarin, Reano sama sekali tak menyapa firli. Nasehat yang diberikan olen yumna sepertinya tak mempan untuk reano.

Firli keluar dari kamar sudah rapi dengan seragamnya. Ia berhenti sejenak untuk menatap kamar reano. Rasa bersalah masih saja menyelimutinya. Jika reano terus mengacuhkannya seperti ini. Bisa-bisa firli jadi gila.

Setelah selesai menatap kamar reano. Firli menghela napasnya jengah, lalu ia turun menuju meja makan untuk sarapan.

“Pagi ma” sapa firli pada mamanya. Seperti biasa, Anton selalu berangkat pagi-pagi buta untuk meeting.

“Pagi sayang” balas yumna sembari tersenyum.

Firli pun membalas senyuman yumna. Lalu ia mengambil duduk disamping yumna.

Yumna mengernyitkan sebelah alisnya heran. Sudah dua hari ini firli selalu mengambil duduk di sampingnya. Yumna tak berani bertanya pada firli. Mungkin saja masalah kemarin menjadi alasan firli mengambil duduk di sampingnya.

“Mau sarapan apa sayang? ” tanya yumna pada firli. “Roti atau nasi goreng?” tambahnya lagi.

“Roti aja ma” jawab firli tanpa semangat.

Yumna hanya bisa menghela napasnya dan kemudian mengambilkan roti dan selai untuk firli.

Tak lama kemudian, Reano pun menuruni anak tangga. Seperti biasa juga. Ia selalu mengenakan hoodienya. Dan tak lupa ia selalu menggunakan parfum yang sama.

“Reano kamu gak sarapan? ” tanya yumna ketika melihat reano tak mampir ke meja makan.

Tidak ada jawaban dari reano. Ia terus melangkahkan kakinya tanpa salam ataupun pamit dengan yumna.

Ditempatnya firli merasa sangat terpukul dengan perlakuan reano. Napasnya sedikit sesak. Kepalanya tiba-tiba terasa sakit dan tak ia sadari air matanya pun menitih tanpa izin.

“Kamu kenapa sayang” tanya yumna pada firli. Ia mengelus puncak kepala firli. Lalu membawa firli dalam pelukannya.

“maafin firli ma, maaf” ucap firli yang terdengar sangat rapuh dan menyentuh.

Yumna miris mendengar ucapan firli. Jika firli selalu merasa bersalah. Ini dapat menyebabkan kesehatan dan psikologisnya terganggu.

Dengan segala caranya, Yumna mencoba menenangkan firli yang larut dalam kesedihannya.

“Udah-udah jangan minta maaf terus, nanti pasti bang rean baik lagi. Mungkin dia masih butuh ketenangan” ujar yumna mencoba untuk menenangkan.

Tak keluar sepatah katapun dari bibir firli. Ia melepaskan pelukan yumna dan meraih totebagnya. Moodnya hancur, bahkan roti yang sudah disiapkan oleh yumna tidak dimakan firli.

“mau kemana sayang” tanya yumna pada firli.

“mau berangkat ke sekolah lah ma, masak mau ke pasar sih” jawab firli lirih yang sibuk dengan totebagnya.

Yumna sedikit terkejut. Kedua alisnya terangkat sempurna. “lagi sedih bisa-bisanya masih bercanda” batin yumna.

Begitulah firli. Sesedih apapun dia dan seburuk apapun moodnya ia masih bisa membuat orang disekitarnya tersenyum. Kecuali reano.

Seperti reano. Firli beranjak dari tempat duduknya untuk berangkat ke sekolah tanpa berpamitan dengan yumna.

Yumna pun sedikit aneh. Ingin rasanya ia mengingatkan firli untuk terlebih dahulu berpamitan dengannya. Namun hal itu ia urungkan kembali, karena ia berfikir mungkin saja firli terlalu banyak fikiran hingga ia lupa untuk berpamitan dengannya.

My Brother My Boyfriend (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang