Sudah lama sekali Barga tidak menginjakkan kaki ditempat ini, sejak lima tahun yang lalu, tepatnya saat semuanya masih baik-baik saja. Tempat yang dulu membuatnya tertawa lebar bersama orang-orang yang sangat berharga dihidupnya. Tempat ini pula yang menjadikannya berubah menjadi dingin tak tersentuh. Tempat ia mengetahui fakta mengejutkan bahwa kedua orang tuanya akan berpisah. Juga, tempat ia mengetahui bahwa ibunya, orang yang paling ia hormati pergi meninggalkannya bersama orang lain.
Lelaki itu sekarang sedang berada di rumah lama kediaman keluarga Sanjaya. Rumah besar yang masih sama seperti dulu, hanya saja sekarang terlihat lebih kotor dan tidak terurus. Sebab semua pekerja dirumah itu sudah pindah ke rumahnya yang baru, serta Tama tidak mengizinkan siapapun mengunjungi rumah itu, kecuali dirinya dan Barga.
Barga hanya melirik sekilas kedalam. Lelaki itu hanya sampai di halaman. Tidak ingin berlama-lama disana, ia memilih pergi. Sebab, tidak ingin memori masa lalu itu terputar lagi diingatannya.
***
“Kayaknya Barga emang suka sama Tasya, ya, Vin?” tanya Hendra
“Nggak tau juga, sih. Kemaren gue nggak sengaja mergokin dia lagi liatin si Rama sama Tasya, dan lo tau, gimana ekspresi dia? ...” ucap Kevin menggantung, sedangkan Hendra menggeleng polos.
“Ya, datarlah, bego! Emang lo pikir muka dia mau gimana lagi?! Hahaha” lanjut Kevin terbahak
Hendra mendengus kesal. Ditanya serius malah jawab bercanda. Kevin laknat.
Saat ini mereka tengah berada di basecamp. Tidak ada yang mereka lakukan, hanya sebatas nongkrong tidak jelas sambil merokok. Ada juga yang bermain game, serta ada yang numpang tidur.
“Gue juga ngerasa kalo Barga emang suka sama Tasya,” sahut Niko yang sedari tadi diam.
Kevin yang tadinya tertawa kini diam, menampilkan wajah seriusnya. Sedangkan Hendra mengangguk menyetujui ucapan Niko.
“Tapi Tasya udah punya cowok, elahh. Dia pacanya Rama, sahabat gue sama Barga,” ucap Kevin. Sebenarnya lelaki itu juga meyakini jika Barga menyukai Tasya.
“Dan lo pasti tau, Vin. Apapun yang diinginkan Barga, dia bakal dapetin dengan cara apapun!” ujar Niko.
“Tau banget gue. Dan gue juga tau, Barga nggak akan pernah mau ngancurin persahabatannya cuma karna seorang cewek,” ucap Kevin mantap. Mereka semua terdiam dengan pikiran masing-masing.
Tak lama pintu basecamp terbuka, menampilkan sosok jangkung yang sedari tadi mereka bicarakan. Barga berjalan lesu kearah teman-temannya. Lelaki itu kelihatan lelah, terlihat dari kantung matanya yang menghitam. Entah apa yang tengah ia hadapi hingga raut lelah itu nampak sangat jelas diwajahnya.
“Kenapa, Bar? Capek banget keliatan,” tanya Hendra, saat lelaki itu duduk di sampingnya. Semua orang menatap Barga, menunggu jawaban dari ketua mereka. Sedangkan yang ditatap hanya menggeleng, pertanda bahwa tidak ada yang perlu mereka khawatirkan.
Barga hanya tidak ingin mereka mengetahui apa yang tengah ia alami. Tidak ingin teman-temannya mencemaskannya. Cukup Kevin saja yang mengetahui semua tentang hidupnya, ia tidak ingin orang lain merasa kasihan padanya.
Kevin cukup mengerti apa yang tengah dialami sahabatnya itu. Sejujurnya ia sangat kasihan dengan hidup Barga. Mungkin yang orang lain lihat, Barga adalah laki-laki kuat. Namun, tidak ada yang menyadari bahwa lelaki itu sangat rapuh. Hanya saja dia sudah cukup kuat untuk menerima kenyataan yang ada. Tentang hidupnya yang penuh luka, tentang waktu yang tak pernah membiarkannya bahagia. Kevin hanya berharap, suatu saat nanti Barga akan menemukan kebahagiaan yang sebenarnya, meskipun hanya untuk sesaat.
“Bar, nanti malem gue nginap di rumah lo, ya? Bonyok lagi diluar kota,” ucap Kevin pada Barga
Barga menoleh, menatap Kevin sekilas lalu kemudian mengangguk. Barga tahu apa yang ada dipikiran Kevin, mungkin lelaki itu tahu semua tentangnya. Untuk apa lagi ia berbohong, jika Kevin akan mengetahui segalanya?
***
Dua insan berbeda kelamin itu terlihat sangat bahagia menikmati waktu mereka, hingga tak menyadari bahwa sekarang sudah menjelang malam hari. Mereka tampak sangat bahagia satu sama lain, seolah dunia ini adalah milik mereka berdua. Berlarian di pinggiran pantai, menikmati keindahan senja disore hari. Sangat menyenangkan jika bersama orang-orang tersayang.
Itulah yang dilakukan Tasya sekarang. Berlarian di pinggiran pantai sambil tertawa lepas, bersama orang yang paling ia sayangi.
“Ca, udah dong. Aku capek ngejar kamu,” ucap Rama seraya mengatur napasnya akibat berlari.
“Ah, kamu, gitu aja masa nggak bisa ngejar, sih! Laki kok lembek,” cibir Tasya.
Rama tidak bersuara lagi. Lelaki itu sangat lelah. Ia memilih duduk diatas pasir, memandangi senja yang sebentar lagi akan hilang. Tasya juga melakukan hal yang sama. Gadis itu duduk tepat disamping Rama, bersandar di bahu lelaki itu, menatap lurus ke depan.
Cukup lama mereka diam, terhanyut dalam indahnya pemandangan yang ada dihadapan mereka, hingga Rama bersuara
“Ca, kamu percaya nggak sama takdir?” tanyanya
Tasya mengangguk, “Iya, aku percaya. Kenapa emang?”
“Kalo takdir menginginkan kita pisah, kamu percaya nggak, Ca?” tanya Rama, lagi.
Tasya mengalihkan pandangannya. Ia menatap Rama kesal lalu memukul lengan lelaki itu, hingga membuatnya meringis.
“Kamu ngomong apa, sih?! Nggak jelas tau nggak!” kesal Tasya
Rama memeluk Tasya dari samping. Menyenderkan kepala gadis itu di dadanya.
“Aku Cuma mau bilang sama kamu, kalo nanti aku pergi, kamu harus cari orang yang bisa jagain kamu,” ucap Rama, seraya mengusap lembut kepala gadis itu
“Kamu mau kemana, sih?! Kamu nggak boleh pergi lagi, awas aja!”
Entah kenapa Tasya merasa aneh dengan sikap Rama hari ini. Lelaki itu selalu saja mengatakan hal yang merujuk pada perpisahan.“Pulang, yuk! Udah magrib,” ajak Rama yang mendapat anggukan lesu dari Tasya.
Rama memarkirkan motornya di halaman rumah Tasya. Tepat pukul tujuh mereka sampai. Setelah meminta maaf kepada orang tua Tasya, sebab mengantar gadis itu pulang terlambat, ia pamit pulang. Rama berjalan keluar diikuti Tasya dibelakang.
“Aku pulang, Ca,” pamit Rama
“Kamu tinggal aja, ya? Perasaan aku tiba-tiba nggak enak,” ucap Tasya khawatir. Entah kenapa ia merasa ada sesuatu yang akan terjadi.
“Aku nggak papa, kok! Kamu nggak usah khawatir, ya?” ucap Rama menenangkan. Setelahnya Rama meninggalkan rumah Tasya.
Tasya memandangi motor Rama yang kian menjauh hingga hilang di tikungan jalan,
“Semoga ini cuma perasaan gue aja,” batinnya.
Gadis itu berjalan memasuki rumah, berjalan menaiki tangga menuju kamarnya. Hari ini rasanya ia sangat lelah, namun ia juga sangat bahagia. Seharian ini Rama mengajaknya jalan mengelilingi kota Jakarta. Gadis itu membaringkan dirinya dikasur queen zize miliknya. Memejamkan matanya perlahan, hingga ia tak sadar sudah tertidur.
***
“Ca, bangun, dek!” ucap Aldo membangunkan Tasya
“Engghhh ... Apa sih, bang? Caca ngantuk!” sahut Tasya
“Bangun, dek! Astaga, ini urgent, Ca” ucap Aldo, lagi.
“Apa sih, bang? Caca mau tidur, masih jam dua juga” gerutu Tasya
“Rama ... Itu, aduh-”
“Iya, dirumahnya, kan?!”
“Bukan itu, dek!”
“Terus?”
“Rama kecelakaan”
-------------------
Maafkan kalo nggak jelas alurnya🙏
Jangan lupa vote dan komen sebanyak²nya, ya? 🤗🤗
KAMU SEDANG MEMBACA
BARGA (On Going)
Teen Fiction(SEBAGIAN PART DI PRIVAT, HARAP FOLLOW SEBELUM BACA) "Kenapa harus serumit itu mengerti bahwa ada seseorang yg lebih peduli padamu dari dia?" -Barga Mahendra Sanjaya- Ketua geng motor terkenal. Memiliki sifat yang cuek, kasar, dan sifat dinginnya y...