23

1.1K 70 19
                                    

Tidak ada yang tahu bahwa Barga sekarang sudah berada di Indonesia. Lelaki itu tidak memberi tahu siapa pun, kecuali ayahnya yang memang sudah tahu kepulangannya. Terlebih saat ini ia sedang berada di basecamp. Saat baru saja ia memasuki basecamp, semua orang terkejut melihatnya yang datang tiba-tiba.

Rasanya Barga ingin menghajar semua orang di sana. Sudah setengah jam ia datang dan tidak satu pun orang yang membuka mulutnya untuk berbicara.

“Sebelum tempat ini gue ratain, kalian ngomong sama gue,” ucap Barga dingin.

Tidak ada yang membuka suara. Semuanya masih diam. Barga mengalihkan pandangannya pada Kevin yang sedari tadi menunduk.

“Vin, ngomong!” ucapnya.

Kevin masih diam dan itu membuat Barga semakin bingung dengan semua orang disana.

“Kevin!”

“Kevin, ngomong sama gue!” Barga meninggikan suaranya.

Gilang yang tidak tega melihat Kevin akhirnya membuka suara

“Itu bang ...” ucap Gilang menggantung

Barga menoleh ke arah Gilang, dan itu membuat Gilang ingin menghilang saat ini juga akibat melihat tatapan Barga. Gilang yakin ketua mereka itu sedang menahan amarahnya.

“Emm ... Itu bang anu ee ... Rama udah meninggal” Gilang menutup matanya setelah menyelesaikan perkataannya, tidak ingin melihat wajah Barga. Rasanya ia ingin menghilang saat ini juga.

Tentu saja ucapan Gilang tadi membuat emosi Barga semakin memuncak, hingga ia melayangkan satu pukulan pada Gilang dan membuatnya tersungkur ke lantai.

“Jangan ngasal ya, lo!” peringat Barga

“Vin. Bilang sama gue kalo yang dia omongin itu nggak bener,” Barga mengguncang tubuh Kevin

“Kevin, ngomong!” Barga semakin tidak bisa mengontrol dirinya

Kevin menatap Barga kemudian berujar, “Rama udah nggak ada dan yang di bilang sama Gilang itu nggak salah” ucapnya pelan

Barga tersenyum remeh, “Lo bohong, kan?!”

“Jangan main-main sama gue, Vin!” ucapnya dengan suara yang tersengal, juga mata yang memanas

“Nggak mungkin Rama pergi. Dia udah janji sama gue, Vin!”

“Nggak mungkin! Ngg-”

“Lo pikir gue bakal main-main kalo ini menyangkut sama nyawa? Lo kemana pas gue telpon, bangsat?!” Kevin juga mulai tersulut emosi.

Barga tidak mengatakan apa-apa. Rasanya ia tidak bisa menopang kedua kakinya, sehingga membuatnya luruh ke lantai. Lelaki itu memukul kepalanya seperti orang yang tidak waras. Sisi lemah Barga kini terlihat oleh semua anggota Argasta. Mereka tidak pernah melihat Barga seperti ini sebelumnya kecuali Kevin.

“Arrgghhh... Bego bego bego” ucapnya berkali-kali

“Vin, lo sebaiknya bawa Barga pulang deh. Keburu rata beneran ni basecamp entar,” ucap Hendra berbisik.

Kevin mengangguk kemudian berjongkok di hadapan Barga yang masih memukul kepalanya,

“Gue anter pulang, ayo!” ucapnya seraya mengulurkan tangan pada Barga

Barga masih meracau, dan itu membuat Kevin semakin tidak sanggup melihat Barga. Matanya kini memanas namun, susah payah ia tahan agar air matanya tidak jatuh.

“Gue anter lo pulang,buruan! Gue tau lo belum ketemu sama om Tama,” ucap Kevin

Memang benar setelah tiba di bandara, Barga langsung menuju basecamp. Mengabaikan segala perintah dari ayahnya untuk bertemu dengannya terlebih dulu.

“Gue mau ketemu Rama,” ucap Barga

“Lo nggak bisa ketemu Rama kalo lo belum ketemu sama bokap lo,” ucap Kevin

Barga menatap Kevin, “Ngancem?”

“Bukan ngancem. Gue cuma nggak mau kena amuk sama om Tama,”

Barga kemudian bangkit dan berjalan gontai keluar basecamp, diikuti Kevin setelah pamit pada teman-temannya.

“Lo naik apa kesini tadi?” tanya Kevin

“Om Bram,” ucap Barga

Kevin memijat pelipisnya, kemudian berjalan ke tempat motornya terparkir. Lama berbicara dengan Barga akan membuatnya kesal sendiri.

***

“Kamu ini dari mana saja Barga, papa tungguin kamu!” ucap Tama saat Barga baru saja duduk di kursi ruang tamu bersama Kevin.

Barga hanya diam, enggan untuk berbicara.

“Maaf om, tadi kita abis dari basecamp,” ucap Kevin mewakili Barga yang terdiam

“Papa nyuruh kamu pulang karna mama kamu mau ketemu sama kamu untuk yang terakhir kali,” ucap Tama

Barga mengangkat alisnya sebelah, “Buat?”

“Mama kamu dirawat di rumah sakit dan dia mau ketemu sama kamu,”

Barga kemudian menatap Kevin yang ternyata juga menatapnya, “Lagi,” ucapnya seraya tersenyum kecut.

“Maaf om, kalo boleh tau, tante Amanda sakit apa, ya?” tanya Kevin

“Amanda mengidap kanker darah selama ini. Saya baru tau waktu dia menyuruh saya bertemu dengannya di rumah sakit dua hari yang lalu,” jelas Tama

“Dan sekarang sudah stadium akhir,” lanjutnya

Jika ini mimpi, tolong bangunkan Barga secepatnya. Dia tidak ingin kehilangan lagi. Meskipun ia membenci ibunya, tetapi jauh dari lubuk hati Barga dia sangat menyayangi ibunya. Meskipun kala itu meninggalkannya dengan Tama.

“Sebaiknya kamu istirahat. Besok kamu bisa menemui mama kamu,”

Barga tidak mengatakan apa-apa. Lelaki itu bangkit dan melangkah menuju kamarnya meninggalkan Tama dan juga Kevin.

“Kalo gitu Kevin pamit pulang om,” ucap Kevin yang mendapatkan anggukan singkat dari Tama

***

Terdengar bunyi lonceng saat Tasya baru saja memasuki kafe. Hari ini ia akan mengistirahatkan pikirannya sebentar. Sudah banyak sekali yang terjadi akhir-akhir ini. Tasya ingin istirahat meskipun hanya sebentar. Sebab, ia tidak tahu kejadian apa lagi yang akan ia alami setelah ini.

“Cokelat panasnya satu,” ucapnya pada pelayan.

Setelah pelayan itu pergi, Tasya kemudian mengalihkan tatapannya pada novel yang selalu ia bawa.

Gadis itu terlihat sangat fokus pada apa yang tengah ia baca, sampai tidak menyadari bahwa ada orang lain yang duduk di kursi tepat di hadapannya.

“Ehemm!”

Suara deheman mengalihkan perhatian Tasya. Gadis itu mengangkat kepalanya dan betapa terkejutnya dia saat melihat seseorang yang duduk di hadapannya, menampilkan senyum yang sampai sekarang sama sekali tidak dimengerti oleh gadis itu. Entah itu tulus, atau hanya sekadar kepura-puraan semata. Sedih, marah, kecewa, takut, semuanya bercampur menjadi satu. Rasanya jantung Tasya akan melompat keluar akibat berdetak lebih cepat.

Ingin rasanya Tasya lari dari tempat itu saat ini juga namun, kakinya seakan tidak dapat ia gerakkan. Bahkan untuk melihat orang itu rasanya ia tidak sudi. Begitu banyak pertanyaan yang ingin ditanyakan oleh Tasya, tetapi lidahnya kelu untuk sekadar mengeluarkan suara.

“Kak...”

“Apa kabar?” tanya lelaki itu

“Gue kangen,” lanjutnya.




***

:)

BARGA (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang