Tasya sedari tadi berjalan mondar-mandir di depan ruang ICU. Sejak mengetahui bahwa Rama kecelakaan, gadis itu langsung bergegas ke rumah sakit tempat Rama dilarikan, bersama Aldo. Disana ada kedua orang tua Rama dan juga beberapa anggota Asoka. Sudah satu jam mereka menunggu, namun belum juga mendapat kabar dari dokter.
“Nggak capek kamu mondar-mandir mulu, dek?” tanya Aldo heran
“Sini duduk dulu. Kamu yang tenang, ya? Pasti Rama bakal baik-baik aja, kok!” lanjutnya menenangkan Tasya
Gadis itu menghela napas sesaat, kemudian duduk disamping Aldo.
“Gimana mau tenang, bang! Itu Rama di dalem lagi berjuang sendiri!” ucap Tasya, hampir berteriak. Gadis itu menjambak rambutnya, melampiaskan amarahnya.
Semua orang disana yang melihat Tasya merasa kasihan pada gadis itu, termasuk kedua orang tua Rama. Mereka melihat kekhawatiran yang begitu besar pada diri gadis itu.
“Kamu tenang ya, sayang. Anak bunda pasti baik-baik aja. Dia itu kuat,” ucap Siska—Bunda Rama, seraya mendekat kearah Tasya.
Tasya menoleh, menatap Siska sesaat kemudian memeluk wanita paruh baya itu. Menumpahkan segala yang ia rasakan di pelukan Siska.
“Aku khawatir banget sama Rama, tante hiks... Dia bakal hiks.. baik-baik aja, kan?” ucapnya pada Siska
Siska tahu bahwa gadis yang ada di pelukannya itu adalah gadis yang selalu diceritakan Rama padanya. Lelaki itu bahkan menunjukkan foto gadis itu padanya. Siska membelai rambut Tasya dengan sayang, mencoba menenangkan gadis itu meski ia juga merasa sedih atas kejadian yang menimpa putra semata wayangnya.
Tak lama dokter keluar dari ruangan. Semua orang disana berdiri menghampiri dokter itu.
“Bagaimana kondisi anak saya, dok?” tanya Farhan—Papa Rama. Sangat jelas raut cemas itu terlihat diwajahnya.
Sesaat dokter menghela napas sebelum berujar, “Pasien mengalami luka yang sangat serius. Benturan di kepala mengakibatkan pasien kehilangan banyak darah,”
“Tapi dia nggak papa, kan, dok?” tanya Tasya
“Maaf, saya harus mengatakan ini. Tapi kondisi pasien saat ini kritis.” Ucap dokter
Seketika Tasya mematung ditempat. Kakinya seakan tak mampu untuk menopang tubuhnya hingga gadis itu terduduk lemah di lantai. Semua orang yang berada disana juga syok mendengar kabar itu, termasuk Siska dan Farhan. Mereka tidak menyangka jika putra mereka separah itu. Begitu pula yang dirasakan oleh beberapa anggota Asoka yang berada disana. Mereka merasa terpukul atas kondisi ketua mereka. Sosok yang selalu melindungi mereka, orang yang paling depan menengahi jika ada diantara mereka yang tidak sependapat, kini terbaring lemah di ranjang rumah sakit.
***
Barga merasa jengah terhadap orang yang berada di hadapannya itu. Sedari tadi ia duduk tapi Tama tidak berbicara sama sekali. Lelaki paruh baya itu terus saja membaca berkas-berkas yang ada ditangannya, tanpa memperdulikan Barga.
“Tiga hari lagi kamu harus ke Amerika untuk tes disana,” akhirnya Tama bersuara
“Kok mendadak?” tanya Barga. Tentu saja dia kaget atas keputusan Papanya itu.
“Papa sudah mengurus ini beberapa hari yang lalu. Kamu tinggal berangkat, sekalian kamu belajar mengurus perusahaan papa disana,” ucap Tama
“Tapi, pa-“ belum sempat Barga menyela, Tama sudah berbicara lebih dulu,
“Ini semua demi kebaikan kamu, Barga. Papa harap kamu tidak mengecewakan papa” ucap Tama sebelum meninggalkan Barga sendirian di ruang kerjanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BARGA (On Going)
Teen Fiction(SEBAGIAN PART DI PRIVAT, HARAP FOLLOW SEBELUM BACA) "Kenapa harus serumit itu mengerti bahwa ada seseorang yg lebih peduli padamu dari dia?" -Barga Mahendra Sanjaya- Ketua geng motor terkenal. Memiliki sifat yang cuek, kasar, dan sifat dinginnya y...