Section Six: Fall

169 58 1
                                    

Let me fall,
but please, help me get up🍃

▫ ▫ ▫

"Lupakan dia. Dia bahkan tidak mengingatmu bukan?!"

Flora memejamkan matanya, ia lalu memutar badan untuk kembali menghadap ke arah ayahnya.

"Mama mungkin tidak mengingat saya, tidak lagi menyayangi saya, juga tidak menginginkan saya! Namun saya tetap menyayangi beliau!"

"Cukup Flora!! Berhenti berhubungan dengannya!! Lupakan dia!!" Suara keras ayahnya memenuhi ruangan itu.

Nafas Flora memburu, ia mencoba melawan omongan ayahnya.

"Bagaimana bisa saya berhenti untuk menyayangi ibu saya sendiri. Bagaimana bisa saya melupakannya. Bagaimana seorang anak bisa melakukan itu, Pa?!!" Suara Flora ikut meninggi, emosi mulai menguasai dirinya.

Ia terdiam sejenak, mencoba untuk menghela nafasnya sebelum kembali berbicara. Sementara ayahnya juga diam. Mencoba menahan amarahnya.

"Mama memang tidak mengenali saya, beliau tidak ada untuk saya. Namun itu lebih baik, dari pada Papa yang selama ini tinggal bersama saya, tetapi tidak pernah ada untuk saya ketika saya membutuhkan Papa! Papa selalu sibuk dengan pekerjaan Papa, sampai saya merasa bahwa saya tidak memiliki Papa!!"

"Diam kamu!! Papa begini karena ini untuk kamu, untuk kehidupan kamu!! Papa bekerja supaya Papa bisa mencari uang, dan itu juga untuk kamu!!" Emosi Kenan mulai kembali memuncak.

"Yang saya butuhkan itu bukan uang, tapi Papa!!" Balas Flora keras. Ia benar-benar marah saat ini.

"Saya sudah cukup bersabar ketika saya harus kehilangan Mama. Tapi apakah saya juga harus bersabar menerima perlakuan Papa yang tidak mempedulikan saya?"

"Saya mohon ... tidak bisakah Papa memberi saya kasih sayang yang tidak bisa saya dapatkan dari ibu saya? Sedikit saja, apakah saya tidak bisa merasakannya?" Flora memelankan suaranya, ia sedang berusaha keras untuk menahan air matanya agar tidak keluar.

"Jika Papa tidak bisa memberikannya, maka biarkan saya memintanya dari Mama" Ucapnya lagi dan setelahnya segera menaiki tangga meninggalkan Papanya.

Setelah memasuki kamarnya, air mata yang sedari tadi ditahannya akhirnya tumpah. Dengan perlahan ia jatuh dan terduduk di lantai kamarnya.

Ia menyayangi ayahnya, sangat menyayanginya. Selama ini ia selalu menuruti perkataan ayahnya. Flora bersekolah di sekolah pilihan ayahnya yang sama sekali tidak  sukainya. Ia juga tak memprotes ketika tahu bahwa ayahnya mengirim orang untuk memata-matainya yang jelas membuat ia merasa tak nyaman. Flora selalu berusaha agar tidak melawan ayahnya.

Namun hari ini, pertama kalinya ia bertengkar dengan ayahnya. Flora sama sekali tidak menginginkan hal ini. Flora selalu benci pertengkaran. Ia sendiri tak sadar dengan segala hal yang ia ucapkan tadi. Membuatnya terus memikirkan apakah perkataannya membuat ayahnya terluka. Tetapi, ia malah mengabaikan perasaannya yang jelas-jelas terluka ketika Kenan menyuruh ia untuk melupakan Mamanya.
Flora benar-benar pusing, kepalanya sakit. Ia tak tahu harus bagaimana saat ini. Pikirannya amatlah kacau.

Dengan tenaganya Flora berdiri dari duduknya, menghapus sisa air matanya. Lalu mengambil sebuah gelas berisi air putih yang berada di atas nakasnya.
Bukan untuk meminumnya, namun Flora malah membantingnya. Membuat gelas tersebut pecah. Ia lalu mengambil salah satu pecahan gelas yang paling besar.
Dan dengan perlahan, ia mulai menyayat pergelangan tangan kirinya.
Sakit? Sama sekali tidak. Karena bagi Flora hati, dan pikirannya lebih sakit ketimbang tubuhnya saat ini.

Flora [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang