12 : M͟e͟n͟c͟o͟b͟a͟

77 13 2
                                    

.
.
.
.
.
.

"beri gua waktu sampai tahun baru buat dapetin elu." Ucap Kiki yakin. Rossie tersenyum kecil. "Dapetin dalam waktu kurang dari dua minggu?" Kata Rossie.

"iya, emang kenapa?"

"lu waras kan?"

"alhamdulilah waras"

"uhm" Rossie berdehem. Dia mengangguk mantap "lu boleh, tapi ada syarat".

Kiki memiringkan kepalanya "syarat?" Tanyanya bingung. "kalau lu mau ngajak jalan, izin Bagas." Rossie tersenyum lalu dia melanjutkan jalannya. "Kak Rossie! Kak Rossie!" Raysa berusaha mengejar Rossie.

Akan tetapi kepalanya pusing lagi, dia terjatuh. Dan tak sadarkan diri. Semua orang menghampirinya.

"Ray!" Claudya menepuk nepuk pipi tembam Raysa. "dingin, pucet dia" Panik Kiara, sementara Kiki berusaha menggendong Raysa "anemianya kumat beneran" Kiki menuju ke UGD.

📷

Sinar matahari berhasil membuat Raysa berusaha membuka matanya, setelah membuka dia melihat atas kirinya. Sebuah kantung darah dan infus menggantung. Ia melihat kedua tangannya. Tangan kirinya sedang ditusuk oleh dua jarum yang memiliki saluran.

Ia berusaha menutup itu dengan selimut. "takut.." Gumam Raysa, dia melihat sekitarnya. Terdapat orang tuanya yang sedang tertidur pulas di sofa, dan laki laki yang menjadi kakak nya itu sedang tidur dengan kepala di perban.

"Bun.." Panggil Raysa ke ibunya, namun semua masih senang bermain main di alam sadar mereka. Raysa melihat jam analog yang berada di meja sebelah kanan.

"udah setengah delapan" Monolognya. Dia mencoba turun dari ranjang, lalu mengambil tiang infus dan kantung darahnya. Dia hendak keluar mencari udara segar.

"Ca" Panggil Bunda Jelita "Bunda" Raysa memeluk Bunda Jelita. "Bun, maafin Raysa ya" Raysa menenggelamkan kepalanya di pundak ibunya itu. "ini bukan salahnya Ica, ayo balik ke kasur." Bunda Jelita menuntun Raysa kembali ke ranjangnya.

"kamu disini aja, ya" Senyum merekah di wajah Bunda Jelita walaupun terdapat beberapa keriput di wajahnya. "oh ya Bun, Ayah mana?" Tanya Raysa melihat jaket ayahnya tergantung di gantungan pakaian.

"ayah sudah kerja, hari ini seperti nya Bunda ga bisa nemenin kamu sama Chan lama lama. Soalnya Bunda ga bisa tinggalin pekerjaan Bunda" Bunda Jelita mengusap rambut Raysa yang berantakan itu.

"terus Ica mandinya gimana?"

"kamu mau mandi? Baru sehari lo. Pake parfum aja ya"

"hm iya Bun" Raysa tersenyum lebar. Dan meraih ponsel yang berada di mejanya. "Bun? Bunda mau ninggalin kita?" Terdengar suara laki laki yang berada di sebelah ranjangnya. Ternyata kakaknya telah bangun dan mengucek mengucek matanya.

"maaf ya Chan, Bunda ga bisa ninggal pekerjaan Bunda" Bunda Jelita mulai memakai lipstik berwarna cherry di bibir ranumnya. "nanti, sekitar jam sepuluh. Kiara mau kesini kok, mungkin bawa Claudya juga. Bunda duluan ya. Jangan lupa sarapannya dimakan, tuh disebelah kalian" Bunda Jelita mencium pipi kanan Uchan lalu mencium pipi kanan Raysa.

"iya Bun" Ucap mereka bersamaan. "udah ya Bunda pergi dulu. Dada Chan, Ica" Bunda Jelita keluar dari kamar mereka. Raysa menatap kakaknya ketakutan.

"Bang.." Panggil Raysa pelan, yang dijawab dengan tatapan tajam oleh Uchan. "paan?!"

"maafin Raysa"

"lu kenapa ke mansion Bagas ha?!"

"mau ngejalanin misi"

[3] ROCKVENTURE ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang