❝But nothing is better sometimes
Let just let it go. ❞
When The Party's Over
0:00 ━━━━━━━━━ 3.14
◅◅ ▷ ▻▻
ᴠᴏʟᴜᴍᴇ: ▐ ▐ ▐ ▐ ▐ ▐▐▐▐▐Billie Eilish; When the party's over
[When we all fall asleep, where do we go?]★ . • ° . *
¸ . ★ ° :. :. . ¸ . ● ¸ ° ¸. * ● ¸ °☆
☆ °☆ . * ● ¸ . ★¸ .L A C R I M O S A
:: Dara - Dara Runtuh ::
04 | Inlander in Wihelmina?!"Mama, kemana kita mau pergi?"
Margarecth melempar seulas senyum sembari menggandeng Anna dan Anne di kedua tangan kanan-kirinya. "Nanti kamu tau, Anne. Ikuti saja mama, ya?"
Menurut.
Anne kembali diam memilih tiada mau menyuara. Agahnya menyapu sekeliling, suasana Batavia walau di pagi hari sudah kepalang buruk di matanya.
Panas, panas dan panas. Ia rasai itu rasa panas seluruh sungguh.
Minggu pagi yang cerah macam sekarang ini, banyak kaum berkulit putih seperti mereka tampak hilir mudik menjajaki perkarangan Batavia. Terlebih lagi usai melaksanakan ibadah Minggu.
Beberapa anak sesusianya dan Anna juga turut meramaikan pesona Batavia di pagi hari. Kaki kecil mereka berlari sana-sini, bibir mereka pula turut tertarik mengukir tawa dalam wajahnya bersamaan dengan beberapa orang terlihat bersendang gurau satu dengan lain.
"Mama."
"Ya, Anna?"
"Tak bisa kita pulang saja? Di sini terlalu ramai."
Margarecth hanya tertawa renyah mendengar celutukan Anna. Anak itu memang tak terlalu suka bising. Kecintaannya dengan damai dan hening tiada bisa dielakan.
"Sekali-kali kita berjalan-jalan, sayang. Memang tak bosan selalu berada di rumah?"
Mendengarnya Anna menggeleng cepat. "Tidak."
"Kali ini ikuti dulu ya, An? Aku yakin kalian pasti akan suka dengan tempat yang mau mama tuju," ucap wanita cantik itu, masih berusaha menggapai kemauan salah seorang anaknya untuk tetap ikut bersama.
Bumi Hindia itu benar macam pantulan keindahan syair-syair dari Tuhan. Bertahta dalam singgasana kecantikannya sendiri. Anna dan Anne harus tahu itu. Kalau perlu diberi unjuk sejak dini akan tanah macam surgawi ini biar bisa mencintai sepenuh kuat. Macam Margarecth.
"Ya, aku percaya padamu, Mama," rapal Anna kemudian.
Beberapa orang tampak menyapa saat berpapasan dengan sang Nyonya Van der Lijn sebab sudah hampir satu pekan kehadiran mereka di sini. Kedatangan Tuan van der Lijn memboyong anak istrinya ke Tanah Hindia bukan lagi menjadi warta umum.
Siapa yang tak kenal komandan militer yang kerap mereka agungkan. Seperti di Hindia Belanda misal.
Dalam tujuh tahun karir kemiliterannya, Rudolph berhasil menyabet penghargaan-penghargaan tinggi. Lencana banyak menghiasi seragamnya di sana-sini. Bukan tanpa sebab memang, selaras dengan sikapnya yang bengis tiada kenal ampun pada siapapun.
"Mama, ini tempat apa?" Kembali Anne mengeluarkan sepatah suara setiba sampai mereka di satu taman.
"Taman Wilhelmina. Indah, bukan?" Anne mengangguk setuju. Senyumnya kian lebar melihat hamparan rumput hijau diiringi alunan gemericik air anak kali yang membelah taman menjadi dua bagian. Lain hal dengan kembarannya. Anna. Dia hanya diam menatap tiada arti.
KAMU SEDANG MEMBACA
[Lacrimosa]; Dara-Dara Runtuh
Historical Fiction[𝐂𝐨𝐦𝐩𝐥𝐞𝐭𝐞𝐝] ❬ 𝗛𝗶𝗻𝗱𝗶𝗮-𝗕𝗲𝗹𝗮𝗻𝗱𝗮, 𝟭𝟵𝟮𝟳 ❭ Tiap garis hidup itu punya aksara masing-masing yang membikin itu hidup mau hitam atau putih (atau mungkin abu-abu, barangkali) Cakrawala kemanusiaan terlalu meliuk menyucikan insani. S...