27 | Antan Patah Satu Dara (2)

505 107 272
                                    

Nyatanya, jumantara kalau mereka semakin berjalan ke atas, kian memancar afsun yang eloknya macam tak ada tandingan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nyatanya, jumantara kalau mereka semakin berjalan ke atas, kian memancar afsun yang eloknya macam tak ada tandingan. Sedikit lagi lembayung memancar binarnya, ditambah pula hembusan angin membawa serta arumi-arumi nuansa tropis Bumi Hindia.

Bandoeng terlalu jelita.

Sesekali Joahn harus mengulurkan tangan untuk membantu Anna kalau-kalau ada jalan yang sedikit menanjak, juga tanah licin yang tiba-tiba dijumpai. Dan tak ada sadar mereka, kalau tangan mereka terkadang tak kunjung dilepas. Masih saling bertaut. Tapi tampak tak begitu sadari mereka. Sebab yang satu terlalu sibuk menyingkirkan beberapa ilalangan yang menghalang, sedang yang satunya lagi sibuk menjinjing gaun yang dikenakan.

"Medan yang sulit." Anna berucap sembari sesekali tangannya yang digunakan untuk menjinjing gaun, juga digunakan untuk menyampirkan helaian rambut ke belakang daun telinga. Sungguh Anna merasa panas dan letih bukan main. Maklum, ia baru kali pertama.

"Belum lagi kalau mendaki gunung." Dan Joahn terkekeh pelan. "Sedikit lagi akan sampai."

"Berapa lama lagi?"

"Ikuti, dan jangan banyak bicara."

Anna memberenggut masam, kendati begitu ia jadi diam. Padahal baru sebentar ia menyuara. Lama mereka berjalan, tiba juga mereka dapat melihat hamparan lautan dedaunan teh dari atas—meski posisi mereka belum benar-benar sampai ada di puncak.

Mereka berhenti sejenak dengan sengaja. Anna lelah, dan Joahn tahu. "Sebetulnya bukan ini mau aku beri tahu," lirih pemuda itu juga menatap hamparan kumpulan tanaman teh yang hampir setinggi satu meter di hadapnya. Sedikit memicingkan mata sebab binar senja jatuh tepat di wajahnya.

"Memang dimana letak itu mata air?" tanya Anna lalu menatap Joahn kemudian. Wajah Joahn mulai banyak dipenuhi peluh yang lagi disikap dengan punggung tangan pemuda itu sendiri.

"Masih mau lanjut atau tidak?"

Tak menggubris pertanyaan Anna yang sudah terlontar, Joahn justru balik bertanya—yang membuat Anna langsung mendelik. Sebab ia merasa kesal pertanyaannya tak digubris. Dan satu lagi, di mata pemuda itu tak tampak terukir sama sekali niat guna menatap Anna barang sejenak—Anna rasai sebenarnya sejak tadi, tapi lebih pilih bungkam ia.

"Mengapa tidak? Mari dilanjut."

Kembali lagi mereka berjalan. Macam dua anak bocah lagi berpetualang. Sebab yang satu tampak payah sekali dalam melalui medan yang begini mudah.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
[Lacrimosa]; Dara-Dara RuntuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang