Bab 1

262 5 0
                                    

2 Desember

Hari ini berjalan seperti biasanya. Tetapi ketika aku mulai membaca tulisan seseorang di timeline hariku berubah menjadi tidak biasa. Berawal ketika melihat dia menuliskan “I should wait.. or give up?”, Aku masih menghiraukan tulisan itu. Tetapi ketika aku kembali merefresh timeline dia kembali menulis sesuatu kata yang sepertinya seharusnya tidak ia tulis “Ga tau pengen mati aja rasanya..”

Aku memberanikan diri untuk bertanya kepada dia. Akhirnya dia membalas, dan waktu semakin berjalan. Aku menyadari, ternyata aku juga dibutuhkan didunia ini. Aku juga menyadari akan suatu hal. Sepertinya ketika aku berbicara dengan dirinya, aku bukan menjadi diriku. Aku lebih menjadi seorang kaka yang sedang berbicara kepada adiknya. Apakah aku memiliki jiwa kakak? Haha mungkin iya untuk saat ini.

Tapi aku berharap masalah dia cepat terselesaikan.

“Iya bun sebentar lagi” Lisa menutup buku hariannya dan menyimpan di dalam laci tersembunyi dari meja belajarnya. Lisa menuruni tangganya, kemudian menghampiri mamanya yang sedang berada di dapur.

“Ada apa bun?” tanya Lisa dengan lembut.

“Besok sekolah berangkat sendiri ya? Papa sama kakak enggak bisa anter kamu.” Jelas bunda.

Kalau berangkat sendiri berarti naik angkutan umum? Ah ya sudahlah. Pikir Lisa.

“Ga apa – apa kan sa?” Tanya bunda memastikan. Sedikit ada raut kekhawatiran di wajahnya.

“Iya bun, engga apa apa kok. Kan Lisa udah 15 tahun masa enggak berani untuk naik angkutan umum sendiri.” ucapnya  sedikit berbohong. Sebenarnya Lisa selalu punya rasa takut yang lebih ketika ia harus naik angkutan umum. Kejadian saat ia duduk di kelas 2 Sekolah Mengengah Pertama membuatnya harus berpikir dua kali untuk naik angkutan umum.

“Ya sudah bun, Lisa ke kamar ya. Mau beresin untuk sekolah.” ujar Lisa.

“Iya. Jangan sampai ada yang tertinggal. Siapin juga seragam kamu.”

Lisa hanya mengangguk dan kembali melangkahkan kakinya menuju kamar. Seusai ia membereskan untuk hari esok, ia duduk di kursi belajar menghadap sebuah layar hitam. Dengan perhalan tangannya mulai menyalakan alat elektronik itu.

“Lisa.” Panggil bundanya dari lantai bawah.

Dengan terburu – buru Lisa langsung membuka pintu kamarnya. “Iya bun?”

“Tidur, sudah malam.”

“Iya” hanya satu jawaban yang berhasil keluar dari mulut Lisa.

Ia menutup kembali pintu kamarnya dan mematikan lampu kamarnya, tetapi tidak lupa ia menyalakan lampu tidurnya. Lisa tidak bersiap untuk tidur hanya saja jika Lisa tidak seperti ini maka bundanya akan datang ke kamarnya hanya untuk memeriksa kenapa anaknya belum tidur, dan kalau itu terjadi maka Lisa akan ketahuan untuk kesekian kalinya.

Helaan napas yang berat terdengar dari Lisa. “sampai kapan gua harus berbohong seperti ini? Seakan – akan gua tidur padahal gua masih berada di depan laptop” ucap Lisa. Mungkin lebih tepatnya ia hanya bergumam.

“Kapan gua bisa bilang, “iya, sebentar lagi, Lisa masih nerusin naskah yang mau Lisa kirim” saat bunda suruh gua tidur” ia kembali bergumam.

Tangannya kembali berhenti mengetik ketika suara dering dari handphonenya yang lupa ia silence. Dengan segera ia mengubah profil di handphonenya sebelum ia melihat dari siapa pesan itu.

Ternyata Line. Pikirnya.

AraDhil     : Lisaa…

 Alisa         : Kenapa lagi Ra?

(Best) FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang