𝐁𝐚𝐭𝐚𝐯𝐢𝐚, 𝐇𝐢𝐧𝐝𝐢𝐚 𝐁𝐞𝐥𝐚𝐧𝐝𝐚, 𝟏𝟗𝟎𝟑.
❝Semua tentangmu adalah pesona, Nona. Sebuah puisi yang lebih nyata dari ilusi.❞ ~ Carel Arthur van Mook, 1903.
Ini bukan hanya kisah tentang Himeka, gadis dari tahun 2020 yang gagal m...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
❝What is better than wisdom? Woman. And what is better than a good woman? Nothing.❞
—𝑮𝒆𝒐𝒇𝒓𝒆𝒚 𝑪𝒉𝒂𝒖𝒄𝒆𝒓—
-ˋˏ ༻✧༺ ˎˊ-
"Jadi, target mana yang harus ditembak lebih dulu? Letnan Arthur atau Sersan Adrian?"
Arthur tidak menanggapi saat gelak tawa Adrian justru mengudara. Ia bahkan sampai memegangi perutnya saking begitu kerasnya tertawa. Sampai mata sipit Adrian menangkap keseriusan di wajah Alma dan menyudahi tawanya. Laki-laki itu berdeham kecil kemudian melipatkan kedua tangan di depan dada.
"Cukup agresif rupanya Nona manis ini," kata Adrian dengan mata memincing.
Alma berdecik, mengalihkan pandang. Ia menarik napas untuk beberapa detik, kemudian dihempaskannya secara perlahan. Setelah separuh napas sudah dikeluarkan, Alma menahan terlebih dahulu untuk memudahkan penentuan target ketika menembak.
Dari yang ia pelajari di klub menembak, menahan napas ini dapat membantunya untuk mengurangi adanya getaran di dalam tubuh.
"Loloskan pelurunya, Giselle," titah Arthur.
Alma tidak menjawab, ia mulai menyesuaikan posisi tubuhnya dan memegang senapan dengan kedua tangannya. Tinggal satu hembusan angin lagi, Alma akan meloloskan pelurunya sebelum Arthur dengan nada datarnya tiba-tiba buka suara.
"Satu tangan lebih baik digunakan untuk memegang senapan udara pompa untuk dapat menjaga keseimbangan senapan sehingga tidak goyah," katanya.
Untuk kali kesekian Alma mengembuskan napas kasar. Sengaja mengembuskannya ke arah wajahnya sendiri, membuat poni rambutnya berterbangan. Ia menuruti perkataan Arthur, sementara Adrian hanya terkekeh kecil.
"Kendurkan otot lehermu dan biarkan pipimu jatuh secara alami pada popor senapan," tambah Arthur tanpa melirik sedikit pun ke arah Alma.
Alih-alih membalas, gadis dengan harga diri selangit itu memilih mulai fokus kepada papan target. Ia menarik pelatuk atau picu menggunakan ujung jarinya.
Seseorang pernah berkata kepada Alma bahwa memakai ujung jari adalah yang terbaik dikarenakan berkurangnya gerakan disaat pelatuk ditekan. Apabila ia memakai jari tengah atau jari jempol maka pegangan pada senapan angin akan bergoyah di saat pelatuk ditarik.
Matanya menyipit saat mencoba berkonsentrasi dengan target. Percaya dirinya muncul kalau tembakannya tepat sasaran dan tidak akan meleset.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.