❝What's in a name? that which we call a rose
By any other name would smell as sweet.❞—𝑹𝒐𝒎𝒆𝒐 & 𝑱𝒖𝒍𝒊𝒆𝒕 𝒃𝒚 𝑾𝒊𝒍𝒍𝒊𝒂𝒎 𝑺𝒉𝒂𝒌𝒆𝒔𝒑𝒆𝒂𝒓𝒆—
-ˋˏ ༻✧༺ ˎˊ-
"Ini karena aku sedang menahan amarah agar tidak meledak! Makanya pipiku mengeluarkan semburat merah! Sana pergi sebelum aku─"
Belum sempat Alma menyelesaikan kalimatnya, tiba-tiba sesuatu membuat mata Alma terbelak dan napasnya bagai tersendat. Ia tidak banyak bereaksi di saat pipinya menampilkan rona yang lebih padam. Tidak, bahkan hampir seluruh wajahnya bersemu merah padam. Entah itu karena amarahnya tidak bisa lagi tertahankan atau justru merasa tersipu malu.
"Goedenacht¹!"
Bibir Alma langsung terkatup sempurna saat mendengar suara yang sudah sangat dikenali oleh gendang telinganya. Kedua tangannya sengaja dikepalkan sambil menarik napas cukup dalam, kemudian mengembuskannya secara perlahan. Ia lakukan hal tersebut berulang kali, agar emosinya tak membuncah sempurna.
Mungkin salah satu efek dari penurunan kadar hormon estrogen dan progesteronnya yang cukup drastis. Makanya, sedari tadi gadis itu terus mengomel dan auranya dingin.
"Mati kau, Reksa," sumpah serapah Alma. "Seharian di pasar, demi Tuhan, kau ini berbelanja bukan berdagang!"
Alma mulai mengomel tidak jelas soal Reksa bahkan di saat laki-laki tersebut belum menampakkan dirinya di depan wajah Alma.
Bibir tipisnya yang merona alami sengaja dimajukan, menandakan bahwa gadis itu benar-benar kesal. Rupanya tubuhnya memang sedang dipermainkan dengan amigdala otaknya yang tiba-tiba meningkatkan aktivitasnya di saat kadar serotoninnya justru lebih rendah.
Kaki Alma masih terasa ngilu ketika hendak ia gerakan untuk berjalan menuju ruang tamu. Tubuhnya tak bersahabat, memberi kode bahwa ia butuh istirahat. Tapi hormon perempuan yang sedang menerima tamu datang bulan memang tak menentu, membuatnya bersawala dengan tubuh yang menolak untuk melawan gravitasi kasur.
"REKSA! REKSA!" teriak Alma cukup kencang saat ia memutuskan tetap diam di ranjangnya, mengingat ia takut terjadi hal yang lebih buruk lagi dengan kakinya.
Dunia pun tahu 'kan, kalau kaki adalah jantung bagi para penari balet?
"REKSA!"
Arthur yang masih duduk di ujung ranjang kemudian bangkit setelah helaan recaka kasar keluar dari lubang hidungnya.
Pikirnya melayang ke mana-mana, Reksa sudah pasti sumarah akan emosi Alma yang mendadak tidak stabil begini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Indurasmi Batavia✧ [𝒂 𝒉𝒊𝒔𝒕𝒐𝒓𝒊𝒄𝒂𝒍 𝒇𝒊𝒄𝒕𝒊𝒐𝒏]
Ficción histórica𝐁𝐚𝐭𝐚𝐯𝐢𝐚, 𝐇𝐢𝐧𝐝𝐢𝐚 𝐁𝐞𝐥𝐚𝐧𝐝𝐚, 𝟏𝟗𝟎𝟑. ❝Semua tentangmu adalah pesona, Nona. Sebuah puisi yang lebih nyata dari ilusi.❞ ~ Carel Arthur van Mook, 1903. Ini bukan hanya kisah tentang Himeka, gadis dari tahun 2020 yang gagal m...