Hari itu tiba. Kebetulan, terdapat libur panjang, di minggu tersebut. Sesuatu yang tak dinyana, membuat mereka tidak perlu membuat surat ijin tidak masuk.
Cukup jauh, karena menuju sebuah daerah, tapi tak terlalu cocok disebut desa. Karena disana tersedia apapun yang ada di kota, tapi hal yang hanya berada di desa, sangat banyak.
Rion cuma tidur selama perjalanan yang menghabiskan waktu sekitar tiga jam itu, berbantalkan paha Aubee yang empuk dan terbebas dari alat. Lalu, Aubee sendiri? Dia membaca novel, seraya menyumpalkan headset di telinga.
Setibanya disana, mereka disambut Adik-Adik Anvar dan Misha. Juga keponakan-keponakan kecilnya. Semua disana, kecuali satu orang. Apa dia terlambat?
"Kalian capek, pasti." Sambar Lingga, pemilik lesung pipit, juga seorang dokter. Adik dari Anvar, yang punya istri secantik bidadari, Yumna namanya. Mereka sudah punya anak. Tidak jauh beda umurnya dengan Rion.
Keluarga Anvar adalah keluarga yang jaraknya paling jauh dari kediaman Nenek. Jadilah, mereka akan semeriah itu penyambutannya. "Oh, Aubee, udah baikan?"
"Udah, Om."
"Rion!" Teriaknya, padahal berada tepat di depan matanya. Selalu seheboh itu. "Makin ganteng aja, sih." Rion hanya menunjukkan bunny smilenya. Itulah yang Adik Anvar itu, suka. Tak ada yang bisa menyaingi keimutan anak Abangnya, itu.
"Masuk, yuk. Masuk."
Mereka seketika berada di ruang tamu. Wah! Keadaan begitu ramai. Sebenarnya, Rion tak terlalu suka dengan keadaan yang seperti ini. Dia lebih suka, diam di kamar, atau menyendiri di tempat yang sunyi.
Apalagi Om-Omnya yang, kalau boleh dibilang sangat berisik. Anvar punya Adik cowok yang sudah menikah, Lingga. Misha juga punya Adik cowok, Dimas, dia masih lajang, diumurnya yang sudah kepala tiga. Mereka termasuk Anvar adalah tiga serangkai yang--tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Dan masih ada yang lain. Sudahlah, tinggalkan mereka.
Misha mengajak suami dan kedua anaknya, menemui Nenek, yang sedang berada di kamar. Nenek adalah Ibu dari Misha.
Ada rasa tak karuan, seakan sedang menyelubungi keempatnya. Tidak ada kalimat yang mampu terucap, walaupun sekedar berbisik. Rion, adalah orang yang paling mereka pikirkan.
Cklek!
"Ibu,"
"Misha! Sudah lama Ibu tungguin." Bersalaman, berpelukan seperti biasa. Juga dengan Anvar dan Aubee.
"Oh, sayang, kaki kamu udah nggak papa?" Kentara raut cemas tercetak jelas dalam wajah keriput, namun masih terlihat ayu tersebut.
"Udah nggak papa, kok, Nek."
"Syukurlah," Nenek mengusap wajah Aubee lembut. Ada tatapan ingin dari mata Rion. Ketika giliran Rion tiba, dia bermaksud menyalami dan mencium tangan Nenek. Namun belum menyentuh seincipun hidung Rion. Tangan itu sudah di tariknya. Rion melihat, Nenek bahkan mengusap tangannya ke baju, seakan kotor dan menjijikan. Sakit..itu pasti. Rion sudah tak bisa menjelaskan lagi apa yang melanda hatinya saat ini.
Ya, semua melihatnya. Misha sudah menengadah, karena tak mau menangis disana. Dia sakit hati dengan perlakuan Ibunya selama ini. Dia muak, tapi, Misha harus bagaimana? Menegur? Sudah dia lakukan sampai lelah. Tapi, nyatanya? Tetap sama. Ibunya satu itu, keras kepala juga hatinya. Sekali benci akan tetap benci.
Hanya merangkul Aubee ketika mengajaknya keluar untuk makan siang. "Ayo, jagoan." Anvar sedikit banyak mengurangi rasa tak nyaman pada diri Rion. Mencoba bersabar dan terus bertahan, juga melupakan secara singkat, walau berat.
KAMU SEDANG MEMBACA
ORION ✔
Teen Fiction-Tamat- Orion. Bukan pesawat luar angkasa. Bukan pula anak Poseidon dan Euriale yang bisa berjalan di atas air. Bukan pula rasi bintang. Karena tak ada hubungannya dengan antariksa, kedua orang tuanya, hanya suka nama itu. Bersenang-senang, itu mott...