[ 13 ]

3.7K 496 91
                                    

Mungkin tak ada yang menyadari, kecuali Aubee sendiri. Rion jadi nampak sangat diam hari ini. Dan ketika, Nenek minta ditemani cucu-cucunya. Rion memilih melipir dari sana. Mencari udara sejuk, sepertinya akan amat sangat menyenangkan, juga menenangkan.

Berjalan-jalan, tak jauh dari rumah Nenek. Menyusuri hutan, mengikuti jalan setapak yang kadang naik, kadang turun. Dia akan menemukan sebuah danau terbuka dengan perbukitan di sekelilingnya. Danau asli, hanya saja tak boleh berenang disana. Karena dalam. Dan cuma di ambil ikannya, itupun dengan banyak peraturan.

Ternyata, ada beberapa ponakannya, bermain disana. Rion tersenyum melihatnya. Serasa ditarik kembali ke masa kecilnya. Silahkan, menganggapnya badung. Dia akan menjadi seperti yang diinginkan, kok. Tenang saja. Tapi, dia masih punya hati dan empati.

"Hey, pulang."

"Ntar Om."

"Jangan main di tepi. Bahaya."

"Iya."

Rion kembali berjalan, dirinya duduk di sebuah batu besar, di tepian danau. Lalu memainkan rumput yang dia petik sambil jalan tadi. Sembari berpikir, semengerikankah dia? Menilik telapak tangannya, dan bertanya, apa tangan tersebut telah membunuhnya? Hah! Kepala Rion terasa panas, kalau harus terus-terusan membahas itu. Dia lelah, lahir juga batinnya. Bisa biarkan Rion amnesia, sebentar saja? Agar tak terus-terusan mengingat itu. Rion tak bisa jika harus pura-pura lupa.

"Tolong Om!"

Lamunan itu buyar otomatis. Ponakannya berteriak, lalu melambai-lambai padanya. Rion bergerak cepat, dia menuju kesana. Cukup jauh dari tempatnya tadi duduk.

"Dimana Key?" Mendapati hanya ada satu bocah perempuan, dan satu laki-laki. Gisel, si kecil gempal berambut panjang dengan poni di depan. Mengacungi danau.

Sejurus kemudian, setelah Rion melepas jaket dan sepatunya, dia meluncur masuk ke air. Mencari sosok kecil, yang ternyata sudah tidak ada disekitar tepi. Menyembul, mengambil oksigen. Lalu kembali menyelam. Matanya awas, beruntung air danau begitu bening. Maka dari itu, jangkauan Rion bisa jauh. Namun, memang begitu bahaya, tepian danau ini saja sudah mencapai dua meter lebih.

Ketemu, Key, anak kecil itu, sedang jatuh tenggelam menuju dasar. Dia pasti sudah tak bernafas. Bergegas, Rion makin menyelam kesana. Menggapai tangan mungil itu, menariknya ke atas. Begitu kepala mereka berada di atas air. Rion menyadari, jarak mereka cukup jauh dari tepian danau yang mirip kolam renang ini.

Berenang ke pinggir, lalu mengangkat tubuh itu ke daratan, berhias rumput empuk. Disusul dirinya. Capek, Rion begitu capek. Nafasnya ngos-ngosan. Tapi dia belum bisa tenang, lantaran Key masih tak sadarkan diri.

Mencoba memberikan pertolongan pertama. CPR, ya, Rion berusaha. Melakukan itu dengan hati-hati. "Key, bangun Key!" Beberapa menit, Rion berjibaku menyelamatkan nyawa anak itu.

Uhuk!

Akhirnya. Rion bernafas lega, untuk sekarang. Dia mengambil jaket, membalut tubuh kedinginan itu. Ya, air danaunya begitu dingin. Bibir Rion saja sudah biru dibuatnya. Lalu membopongnya, membawanya pulang dengan berjalan cepat. Diikuti Gisel dan Rian, yang kewalahan menyamakan langkah panjang si Omnya, itu.

Begitu tiba dihalaman, Rion disambut dengan wajah-wajah cemas. "Key kenapa?" Lingga menjadi benteng utama disana.

"Dia tenggelam, tadi." Mengambil alih Key dari tangan Rion. Membawanya ke ruang tamu. Untuk di periksa.

Plak!

Sebagian orang disana otomatis terkejut, mendapati Rion di tampar oleh sang Nenek. Termasuk Aubee, Misha, dan Anvar. "Apa yang kamu lakuin? Hah! Mencoba membunuh Key?"

ORION ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang