1

3.9K 253 14
                                    

Hal pertama yang harus kalian lakukan jika bertemu dengan pencopet di commuter line adalah, memastikan keadaan sekitar.

Tapi yang harus diingat adalah, ruang gerak dan waktu yang terbatas. Jadi, kita harus cepat mengambil tindakkan, meski itu artinya kita harus siap dengan segala konsekuensinya.

Keluarkan semprotan cabe dari saku tas, dan langsung arahkan ke wajah pencopet itu.

Crrrsszhhh...!!

Biarkan pencopet itu mengalami rasa pedih dan panas luar biasa, dan menunggu semua penumpang menyingkir.

"Lo kira gue gak ngeliat, hah?!! Balikkin dompet kakek itu sekarang juga!!"

Sambil berteriak, pastikan untuk tetap siaga dan pasang mata. Biasanya kawanan pencopet itu beraksi secara berkelompok.

Jika aku berhasil melumpuhkan satu, maka ada beberapa temannya yang masih mengawasiku.

"Copet?! Dompet saya mana?!! Dimana dompet saya?!!"

Hal yang harus diingat berikutnya adalah, jika kalian masih mempunyai kakek atau nenek yang udah tua renta, sebaiknya jangan dibiarkan berpergian seorang diri.

Pertama, mereka akan jadi sasaran empuk kawanan pencopet.

Dan kedua, bisa aja mereka menderita kepikunan hingga lupa jalan pulang dan akhirnya menyusahkan semua keluarganya.

"Kamu jangan asal nuduh saya! Duhhh, perih sekali mata saya!!"

Kalau semprotan cabe masih juga tidak mempan, maka hal berikutnya yang aku lakukan adalah --- mengeluarkan senjata mematikan berikutnya.

Pistol...!

"Kembalikan cepat!!"

"Kembalikkan apanya?!" mata pria yang kuduga berumur dua puluhan itu merah banget.

"Maaf, ada ribut-ribut apa ini?!"

"Anak itu bawa pistol, pak!"

Aku menghentak. "Kakek, aku ini sedang menolong! Dompet kakek kan dicopet sama orang itu!"

Kakek tua itu mengangguk. "Benar. Dia pencopetnya!"

"Mana buktinya?! Jangan sembarangan menuduh anda!"

Ptakk...!

"Berani kamu menembak saya?!!"

"Cukup! Mainan itu sangat berbahaya!" kata si petugas keamanan kepadaku.

"Dan kamu --- petugas lainnya memeriksa seluruh kantong celana, jaket, dan tas ransel pria itu. "Bisa kamu jelaskan apa ini?!"

"Kamu ini beli dompet banyak sekali. Semuanya bagus. Kecuali dompet saya yang ini."

Aku lama-lama sebal dengan kakek tua yang badannya bau cengkeh itu. Saranku, jika ada kakek atau nenek asing yang mengajak mengobrol di tempat umum, sebaiknya hindari. Karena ujung-ujungnya malah akan membuat kepala kalian kedutan sepanjang malam.

"Dompet saya ini terbuat dari kulit imitasi. Lihat saja, isinya cuma uang lima ribuan lusuh. Kalau kamu mau, kamu bisa ambil semua."

Aku mundur perlahan sebelum beliau -- dia -- dia -- dan mereka, menyadarinya.

Begitu kereta berhenti di stasiun berikutnya, dan pintu kereta membuka --- aku bergegas turun dengan perasaan lega luar biasa.

Setidaknya, aku udah berpisah sama kakek-kakek aneh yang aku rasa dia itu udah menderita penyakit pikun akut.

Aku duduk di kursi besi panjang sambil menunggu kereta berikutnya datang. Untuk mencapai stasiun Bogor, setidaknya aku masih harus melalui --- hmmm --- lima stasiun lagi.

CLOUDYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang