18

1.1K 124 2
                                    

Keesokkan harinya...

Aku sudah kembali ke kosanku. Dan sekarang, aku lagi main air di kolam renang belakang kosan sama Gilbert. Aku sih enggak berenang. Tadi cuma nyemplung sekali, terus naik lagi. Soalnya aku ada masalah penting yang harus kuselesaikan dengan kakek pengusaha kaya itu.

Kakek itu menawariku untuk tinggal di rumahnya yang sebesar istana itu. Dengan alasan, karena aku sudah berhasil membuat Pak Rama dan Kak Nino beberapa kali mau makan siang bersama. Apalagi waktu acara jalan-jalan kemarin itu. Kakek pengusaha itu senang sekali karena dia bisa jalan-jalan dengan cucu-cucunya yang selama ini selalu saja sibuk dengan kegiatannya masing-masing.

Sedikit banyak aku sudah membawa perubahan dalam diri Pak Rama. Padahal aku sendiri merasanya Pak Rama-lah yang malah membawa perubahan pada diriku. Buktinya aja, wajahku sudah mulai dipenuhi garis halus dan kerutan, gara-gara harus mendengar omelannya setiap hari.

Om Gerald meneleponku. Ini artinya, setengah jam lagi dia akan datang menjemputku dan Gilbert

"Ayo Gilbert, kita udahan. Om Gerald udah mau sampai."

"Oke!"

Saat Gilbert masih berusaha untuk naik ke pinggir kolam, cowok yang waktu itu keluar dari kamar Om Arjuna datang. Sepertinya dia juga paling sering menghabiskan waktu di kolam renang.

Dia senyum kepadaku. Dan aku juga membalas senyumnya. Semenjak ada cowok itu, aku hampir gak pernah bicara lagi sama Om Juna. Sepertinya memang sedang terjadi sesuatu antara Om Juna dan cowok itu.

"Dia sama Kak Nino masih kerenan Kak Nino ya, Dy."

"Kak Nino itu kan artis, Gilbert. Setiap hari wajahnya dibedakkin sama kena lampu. Mangkanya kamu juga cepetan kurus."

"Iya. Aku mau semangat deh."

Jam 16.20, aku sama Gilbert sudah standby di teras depan. Tumben Gilbert semangat sekali. Aku malah yang merasa cemas. Takut-takut, kalau misalnya si tuan pemarah itu tiba-tiba muncul lagi.

"Ody, kamu gak lupa bawa hape sama dompet kan?"

"Ohh iya. Tunggu ya. Hampir aja ketinggalan."

Aku pun kembali lagi ke kamar. Tapi --- bukannya tadi aku sudah mengunci pintu kamarku ya?

"Ody cepetan! Om Gerald sudah datang!"

"Iya-iya."

Aku mengambil dompet dan hape dari bawah bantal. Sengaja aku cuma aktivin mode pesawat, supaya Pak Rama gak bisa meneleponku. Aku mengambil uang satu juta dari dalam lemari pakaian. Uang itu sebetulnya uang dari kakek pengusaha. Aku malas untuk memasukkannya ke tabungan.

"Ody, kamu jadi gak sih?!"

"Iya, sebentar. Aku lagi ambil uang."

"Kamu sekarang gitu ya sama aku. Kamu sudah lebih mementingkan uang, daripada nilai persahabatan kita!"

Cklek.

Aku pastikan bahwa aku sudah mengunci pintu kamarku dua kali. Disaksikan oleh sahabatku si perut besar, Gilbert.

"Selamat sore, om...!"

"Sudah pada siap nih?" Om Gerald menyapa dengan wajahnya yang cakep dan keren abis. "Tuan Cloudy mau duduk di depan?"

"Aku tidak keberatan. Soalnya kamu suka mengangguku, Ody."

"Terserah kamu aja, Gilbert."

Aku duduk di kursi depan dengan Om Gerald. Sore ini kami pergi dengan menaiki mobil pribadinya Om Gerald loh. Bukan mobilnya si kakek pengusaha.

CLOUDYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang