10

1.3K 157 9
                                    

Kalau aku melihat dengan mata batinku nih, saat ini tuh aku bisa melihat ada tiga pusaran angin puyuh api yang lagi berputar-putar di atas meja makan.

Makan siang ini, sungguh jauh dari kesan nikmat dan memuaskan. Karena dari awal, hawa negatif sudah mendominasi area private restoran yang di sewa sama kakek-kakek mafia itu.

"Kamu itu sekolah di luar negeri, tapi otakmu dangkal!"

Aku mau tertawa sebenarnya. Tapi aku cuma berani melakukannya dalam hati. Aku kira, kalau tidak ada seorang pun yang bisa dan berani memarahi dan memaki Pak Rama. Tapi ternyata, Pak Rama sama sekali tidak bisa berbuat apa-apa saat mulut kakek mafia itu terus saja mencacinya.

"Anak seperti Cloudy, kamu pekerjakan seperti babu?!! Otakmu sudah gak waras!! Periksakan kejiwaanmu besok!"

"Dia tidak seperti babu, kek!" Dan inilah perlawanan si tuan pemarah itu. "Aku memperlakukannya dengan istimewa."

"Istimewa?!!" Si kakek mafia karena emosinya sampai melempar segenggam nasi ke wajahnya Pak Rama. "Kamu suruh dia mengepel anak tangga dari lantai satu sampai tiga puluh lima?!!"

"Tiga puluh."

"Sama saja, idiot!!" sekarang si kakek mafia melempar centong nasi ke wajahnya Pak Rama.

Tidak boleh tertawa, Cloudy!! Kalau kamu tertawa, itu artinya kamu sudah melecehkan atasanmu sendiri!

"Sabar Tuan Besar ---" Om Gerald berusaha menenangkan. Tapi Om Gerald malah kena damprat juga.

"Kamu bayangkan kalau tidak ada Cloudy waktu itu! Mungkin kakek sudah mati ditangan pencopet itu!! Kamu senang kan kakek mati, supaya kamu bisa bermain dengan semua wanita?!! Jangan diam saja seperti unta kurang minum kamu, Rama!"

"Kakek, tapi kan unta memang tahan haus."

"Dengar kan?! Anak ini saja lebih cerdas dari kamu!! Dasar otak udang busuk!!"

Aku melirik ke arah Kak Nino. Meski daritadi dia tidak kena omelan kakek mafia, tapi dia terus saja menunduk dan tidak berani melakukan apa-apa.

"Kamu juga, Nino...!!"

Astaga...!! Akhirnya kebagian juga tuh orang gilirannya.

"Iya, kek."

"Berani bayar Cloudy berapa cafemu yang sebesar biji jagung itu?!"

"Itu --- aku --- hmmm..."

"Apa, ham-hem-ham-hem! Kamu bisu?! Jawab pertanyaan kakek!! Jangan bisanya cuma akting di depan kamera aja kamu!!"

"Iya kek, aku salah. Maaf."

"Bagus, kalau kamu mengakuinya."

"Sini kamu! Cepat..!"

Pak Rama mendesis menyuruh aku supaya pindah duduk ke dekatnya. Tapi malah kotak tisu yang diterimanya.

"Kenapa kamu melotot-melotot seperti itu?! Kamu mau akting juga kaya saudaramu itu?!"

"Enggak. Siapa juga yang mau akting."

"Kek, besok aku libur. Gimana kalau kita jalan-jalan melihat rusa lagi?"

Dengan ter --- paksa sekali aku mengatakannya. Hmmm, kalau gak begini perang dunia diantara mereka gak akan pernah berakhir.

"Besok kan kamu ada tugas ---"

"Setuju." Kakek mafia memotong kalimat Pak Rama. Menyalamiku dengan senyumnya yang sama sekali tidak menarik. "Kita akan ke Taman Safari. Habis itu kita vila kakek. Kita bakar ayam nanti."

"Aku boleh ajak temenku, kek? Cuma satu orang kok.."

"Boleh."

"Ehmmm, gak jadi deh."

CLOUDYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang