‘Rasa kecewa dan sakit hati itu adalah konsekuensi dari jatuh cinta.’ —Farel Fernandes—
°°°
Rumah Farel begitu sepi, hampa, seperti tidak ada kehidupan di sana. Langkah terus menyusuri anak tangga, menuju pintu kamar bercat hitam.
“Den, baru pulang? Mau Bibi angetin makannya?” tegur Bibi Ann saat berpapasan di depan kamar.
“Nanti aja, Bi. Farel capek, mau istirahat. Makan malam aja sekalian,” jawab Farel kemudian melangkah masuk.
“Tadi Nyonya berpesan ka—”
“Kalau mereka gak akan pulang lagi hari ini? Udah tau, Bi. Makasih.”
Farel pun menutup pintu kamarnya. Sedangkan Bibi Ann hanya bisa mengembuskan napas dan berlalu untuk melanjutkan pekerjaannya.
Farel menyandarkan tubuhnya di balik pintu. Ucapan teman-temannya kembali melintas. Lelaki tersebut terduduk di lantai dan memegangi kepalanya. Terpejam sejenak, kemudian kembali mendongak.
Getaran ponsel pun terasa di dalam saku celana. Farel pun mengambil benda tipis tersebut. Ternyata ada pesan masuk dari Bunga.
Bunga :
Jangan dimasukkan hati apa kata Reno sama Dafa tadi. Mereka seperti itu karena mereka gak mau lo gimana-gimana sama Lyra.Farel tersenyum sinis. Ia tak berniat membalas. Farel pun berdiri dan meletakkan tas sekolahnya di atas tempat tidur. Membuka bajunya dan masuk ke kamar mandi untuk menyegarkan diri.
☘☘☘
Lyra masih berada di rumah Faras. Mereka masih sibuk dengan tugas kelompok yang guru berikan. Terkadang Lyra tak henti-hentinya mengoceh karena kesal saat mendapat soal yang begitu panjang jawabannya.“Heran gue, udah kelas tiga gini, masih aja dikasih tugas banyak-banyak,” keluh Lyra yang tangannya sibuk menulis.
“Namanya juga sekolah, lo kalau gak mau dapat tugas ya gak usah sekolah,” sahut Faras dengan asal.
Lyra pun mendengkus kesal. Tangannya bergantian sambil mengambil camilan keripik pedas di dalam stoples.
“Lo juga, Vin. Tanggung bener pindah sekilah ke sini. Kenapa gak dikelarin aja sekolah lo yang di sana,” protes Lyra lagi.
Faras yang mendengarnya hanya bisa menggeleng. Teman cerewetnya itu memang akan lebih cerewet saat mengerjakan tugas kelompok. Gavin pun mengalihkan pandangannya dari buku yang ia pegang.
“Orang tua gue balik lagi ke sini ngurus bisnisnya. Ya mau gak mau gue juga ikutan pindah balik sekolah di sini lagi.”
“Ya terus kenapa harus di sekolahan gue coba. Kenapa gak di sekolah lain?”
“Ya mana gue tau. SMA PATRA DHARMA ini sekolah terbaik di Balikpapan, ya karena itu mungkin alesannya.”
Embusan napas pun terdengar dari mulut Lyra, ia merasa kurang puas dengan jawaban Gavin. Sedangkan Faras hanya menyimak obrolan keduanya.
“Gue yakin, kalau gue gak masuk SMA PD lo juga pasti tetep nyari di mana sekolah gue, ya, ‘kan?” todong Lyra lagi.
Kali ini Gavin yang mendengkus kesal. Namun Lyra yang menyebalkan inilah yang ia rindukan. Akhirnya muncul sebuah ide di kepala Gavin untuk menggoda Lyra.
“Gue bakal terus cari lo ke mana pun, Rara ....”
Lyra tertegun, ia terkejut mendengar Gavin memanggilnya seperti itu di depan Faras. Gadis itu pun berkedip dengan cepat.
“Rara? Siapa Rara?” tanya Faras dengan polosnya.
“Oh ... lo panggil Lyra, Rara?” sambungnya lagi.
Namun Faras teringat sesuatu. Ia pun menatap Lyra dan Gavin secara bergantian.
“Apa lo liat-liat?” tegur Lyra membuat Faras mendengkus kesal.
“Ah! Gue baru ingat. Kalian pertama ketemu saat di kelas itu udah kayak akrab banget. Kalian udah kenal lama, ya?” tanya Faras lagi dengan penasaran.
“Iya.”
“Gak.”
Lyra dan Gavin kompak menjawab dengan ucapan yang berbeda. Lyra pun memandang kesal ke arah Gavin.
“Yang bener yang mana? Iya apa enggak?”
“Iya.”
“Gak.”
Faras pun geram dan kesal.
“Gue udah kenal Lyra dari SMP. Dulu gue sekolah di sini, tapi pindah ke Pontianak karena ikut Papa gue ke sana ngurus bisnis. Dan sekarang udah balik lagi ke sini. Dulu gue sekolah di SMA SINAR PANCASILA,” jelas Gavin pada Faras.
Faras hanya menggembungkan pipinya yang chubby sambil mengangguk paham. Ia pun beralih menatap Lyra meminta penjelasan.
“Ck! Iya-iya, kita udah temenan lama. Lo kepo banget, sih.”
Faras memutar bola matanya malas, ia pun melanjutkan tugas yang sempat tertunda, akibat informasi yang baru saja ia dapatkan. Senyuman pun terbit dari bibirnya. Mereka bertiga kembali fokus. Hingga tak terasa menjelang sore hari mereka baru selesai mengerjakan tugas kelompok tersebut.
☘☘☘
Farel yang kini tengah duduk di balkon kamarnya menikmati langit jingga sambil menyeruput cokelat hangat. Embusan angin sore menerpa wajahnya. Lelaki tersebut terpejam menikmati setiap embusan yang menyapa. Bibirnya pun melengkung membentuk bulan sabit.Farel pun mengambil ponselnya, menyalakan layar tipis tersebut hingga terlihat foto yang menampakkan wajah Lyra dan dirinya. Senyuman semakin mengembang.
“Lyra-ku ...,” gumamnya pelan.
“Tuhan memang punya caranya sendiri menyatukan dua insan yang berbeda. Aku yakin kamu pilihan terakhirku. Tunggu aku Lyra, suatu saat kita akan benar-benar bersama.”
Tiba-tiba terlihat tanda pesan masuk pada layar ponsel milik Farel. Dengan segera ia memeriksanya. Pesan yang begitu singkat tetapi mampu membuat senyumannya tak bisa luntur.
Lyraku 💜
Gue udah di rumah, jangan lupa makan, babe 😉Tawa renyah pun terdengar pelan. Dengan cepat ia membalas pesan tersebut. Setelah terkirim, Farel kembali menyandarkan kepalanya dengan bertumpukan kedua tangan di bawah kepala. Langit jingga semakin terlihat nyaman dan damai, sama seperti hatinya saat ini.
“Semoga kita berjodoh.”
Itulah harapan Farel. Bahkan ia sudah lupa dengan segala perkataan negatif dari teman-temannya terhadap Lyra. Lelaki itu begitu yakin dengan hatinya saat ini. Walaupun nanti akan merasakan sakit, dirinya siap menerima. Karena baginya, rasa kecewa dan sakit hati itu adalah konsekuensi dari jatuh cinta.
🦋🦋🦋
Salam manis,
Mey :*
ODOC Challange Batch 3 Day 9
Balikpapan, 3 Juli 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Permainan Takdir ✔
Romance[COMPLETED] [OTW REVISI] 'Cinta 'tak pernah salah, keegoisanlah yang membuat cinta itu menjadi salah.' CERITA INI AKAN DIIKUTSERTAKAN DALAM EVENT ONE DAY ONE CHAPTER CHALLANGE BATCH 3 START 25 JUNI - FINISH 25 JULI 2020