|Chapter 15|

33 5 0
                                    

Setelah kejadian itu, Lyra memutuskan untuk memantapkan hatinya. Rasa penyesalan yang ia rasakan semakin terasa sakit kala melihat kesungguhan Farel.

Kini gadis itu tengah berhadapan dengan Gavin. Sosok yang telah membuatnya larut dalam keegoisan hati.

"Gue udah tau, kok, lo mau apa, Ra."

Lyra hanya diam. Sempat terlintas dalam pikirannya, apakah yang dilakukannya ini salah? Lagi dan lagi kebimbangan terus menghantui.

"Inget, Ra. Lo gak boleh egois kalo lo mau tenang dan bahagia. Perjalanan lo masih panjang. Nikmati masa remaja lo sebaik mungkin tanpa harus meninggalkan kesan yang menyakitkan."

Ucapan Faras juga menghantui pikirannya. Ya, sebelumnya Faras juga sudah membicarakan hal ini pada Lyra. Faras adalah teman yang baik, bahkan ia 'tak membenci Lyra. Faras percaya jika Lyra bisa meyakinkan hatinya sendiri.

Lo bener, Ras, batin Lyra dengan yakin.

"Iya, Vin. Gue minta maaf, kali ini gue gak bisa nikmati itu semua. Gue gak mau nyakitin hati Farel lagi. Lo tau? Farel ternyata sudah tau sama apa yang gue lakuin di belakang dia. Cukup sampai di sini, Vin."

"Dan lagi ... gue bukannya mau nyakitin lo, tapi emang hati gue gak bisa dipaksain lagi. Semenjak kepergian lo, gue udah benar-benar jatuh dalam hati Farel. Lo bisa dapatin yang lebih dari gue," jelas Lyra.

Gavin menatap gadis itu dengan senyuman manisnya. Lyra yang sejak dulu dia kenal kini memang sudah berubah. Berubah lebih dewasa. Gavin sangat tahu apa yang dia minta pada Lyra itu tidak akan bisa dimiliki.

Sebelum menjawab, Gavin pun mengembuskan napas beratnya. "Iya, gue tau. Lo bukan Lyra yang dulu gue kenal. Tapi gue suka sama Lyra yang sekarang. Maaf, gue juga salah. Mungkin nanti gue akan ngomong maaf juga ke Farel. Tapi ...." Gavin menggantungkan ucapannya.

Lyra menatap Gavin dengan penuh tanda tanya.

"Apa?"

"Membuang perasaan begitu saja buat seseorang itu susah, Ra. Jadi maaf kalau perasaan gue ke elo belum bisa hilang. Gue sayang sama lo, Ra. Kita dari SMP sering sama-sama. Gue udah terbiasa dengan hal itu. Bahkan saat gue di Pontianak pun gue terus mikirin lo," jawab Gavin.

"Kasih gue waktu, Ra. Setidaknya sampai ada orang yang bener-bener bisa gantiin lo di hati gue," imbuhnya lagi dengan pasrah.

Lyra tersenyum menatap Gavin. Diraih tangan lelaki itu dengan lembut.

"Gue gak pernah suruh lo buang perasaan itu, kok. Itu hati lo, lo sendiri yang bisa mengendalikan pada siapa hati itu menetap. Hati dan perasaan itu gak bisa dipaksakan. Hanya saja perasaan antara kita berdua ini salah. Gue harap lo bisa pelan-pelan memulai semuanya dari awal lagi. Gue pun juga gitu," tutur Lyra dengan lembutnya.

"Kita sama-sama terluka dan melukai, tapi gue banyak belajar dari kejadian ini," sambungnya lagi.

"Iya, lo bener, Ra. Egois akan menutup perasaan cinta yang sesungguhnya. Cinta itu murni, tapi bisa egois karena ambisi."

Lyra pun melepaskan genggamannya. Pandangannya lurus menatap laut luas yang membentang. Ya, mereka berada di sebuah tempat yang menciptakan kenangan menyakitkan itu. Angin laut menerpa wajah Lyra, membuat helai rambutnya beterbangan. Bau asin yang sangat menyeruak, Lyra suka dengan tempat ini.

"Kita mulai dari awal lagi, ya, Ra. Teman lama yang bertemu kembali?" ucap Gavin menyodorkan jari kelingkingnya di hadapan Lyra.

Lyra tersenyum menatap jari kelingking itu. Hal yang selalu mereka lakukan saat mempunyai janji. Dengan senang Lyra pun mengaitkan kelingkingnya juga.

"Ya, cinta 'tak harus memiliki. Karena pada dasarnya jodoh itu gak ada yang tau, 'kan?"

Gavin mengangguk dan mereka sama-sama tersenyum.


🍃🍃🍃


Hari-hari Lyra berjalan begitu tenang. Begitu pun dengan hati dan perasaannya. Setelah kejadian itu, Gavin secara langsung meminta maaf pada Farel di hadapan Lyra. Tidak ada guratan amarah yang terpancar dari wajah Farel. Lelaki itu justru merangkul Gavin layaknya sahabat yang sudah lama akrab.

Tiga bulan pun terlewati begitu saja. Lyra kembali fokus dengan tugas-tugas yang selalu datang bergantian menjelang Ujian Nasional. Faras pun tampak bahagia mengetahui sahabatnya, yang kini bisa menetapkan hati pada satu pilihan.

Tak ada lagi gosip miring tentang Lyra. Bunga yang juga sudah mengaku kalah telak hanya bisa pasrah. Ia sadar akan kesalahannya juga di masa lalu.

Kini Farel dan Lyra berada di kantin karena sudah jam istirahat. Sedangkan Gavin tidak masuk sekolah, dan Faras sedang sibuk di perpustakaan karena ada materi yang ia cari.

"Ra, aku mau tanya," ucap Farel di tengah makan mereka.

Lyra yang masih mengunyah pun menatap Farel dengan penuh tanya.

"Kalau misalnya aku kuliah di luar negeri gimana?" tanya Farel langsung.

Hal itu membuat Lyra memelankan kunyahannya. Dengan susah payah ia menelan makanan tersebut. Gadis itu pun meneguk es jeruk kemudian mengelap bibirnya dengan tisu.

"Lo mau kuliah di luar negeri?" tanya Lyra memastikan kembali.

Farel mengangguk pelan. Tiba-tiba membuat jantung Lyra berdetak kencang. Gadis itu berusaha menenangkan diri dengan berdehem.

"Itu artinya lo bakalan ninggalin gue, dong?" tanya Lyra dengan suara lirih.

Embusan napas pun terdengar dari mulut Farel. Rasanya sungguh berat mengatakan hal ini pada Lyra. Namun masalah yang ia hadapi di rumah cukup membuatnya jenuh. Pertengkaran orang tua yang berakhir perceraian membuat anak itu frustrasi.

"Aku akan ikut Mamah ke Singapura, Ra."

Lyra sedikit mengerutkan kening 'tak mengerti. Apa selama ini ada yang Farel sembunyikan darinya.

"Maksud lo?"

"Orang tuaku akan berpisah, Ra."

Lyra terpaku mendengar pengakuan Farel. Tidak disangka, laki-laki yang selalu terlihat baik-baik saja ternyata mempunyai masalah sepelik ini. Sungguh rasa bersalah Lyra semakin terasa. Ia telah menyakiti Farel lebih dalam, seharusnya ia bisa menjadi orang yang selalu ada dan mendukungnya. Namun apa yang Lyra lakukan.

Ya, Tuhan, ternyata selama ini gue begitu jahat. Rel, kenapa lo gak bilang dari awal semua masalah lo? Gue bener-bener ngerasa gak pantes buat lo, batin Lyra.

Lyra pun meminggirkan piring makannya. Seleranya sudah hilang untuk menghabiskan nasi goreng Mang Dadang yang menjadi favoritnya. Gadis itu menatap Farel dengan rasa bersalah.

"Maafkan gue, Rel. Gue gak tau lo punya masalah seperti ini. Seharusnya ... seharusnya ...."

Lyra 'tak sanggup melanjutkan ucapannya. Ia mendongak menahan cairan bening yang sudah tertampung di pelupuk.

"Harus banget, ya lo ke Singapura?" tanyanya mengalihkan.

"Iya, aku lebih milih ikut Mamah dari pada Papah. Mamah adalah perempuan yang sangat berarti buat aku. Cinta pertama sebelum kamu Lyra."

Entah ... Lyra 'tak tahu harus menjawab atau berkata apa sekarang. Hatinya bergelut dengan perasaan bersalah. Gadis itu hanya bisa mengembuskan napas beratnya.

"Aku gak masalah, kok. Aku paham. Maaf selama ini aku gak peka, maaf selama ini aku nyakitin kamu. Maaf selama ini aku selalu egois. Maaf ...."

Hanya itu yang terlontar dari mulut Lyra.




🦋🦋🦋
Salam manis,
Mey :*
ODOC Challange Batch 3 Day 15
Balikpapan, 9 Juli 2020

Permainan Takdir ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang