Prolog

259K 8.5K 142
                                    

'BERI TANDA PADA TYPO ATAU SALAH PENGGUNAAN KATA'

"DIAM" bentak pria dengan tubuh tegap, rahang kokoh yang tersembunyi di balik topeng hitam dengan mata abu-abu tua itu menatap Melya Tajam. Melya menjadi ketakutan, melihat seberapa menyeramkan pria yang telah dengan paksa menyeretnya keluar dari kontrakan kecilnya.

"Tuan, sungguh aku bukan Mina aku bahkan tak mengenal nama itu" tutur Melya dengan terbata-bata.
"Kau masih mengelak? HAH? " Murka Pria itu sambil menekan paksa rahang Melya, alhasil rahangnya menjadi merah dan terasa sakit.

"Tuan, anda sungguh salah orang. Kumohon percayalah padaku" tutur Melya semakin ketakutan. Melya dapat melihat seberapa menyeramkan pria yang sedang murka di hadapannya ini. Tapi sungguh pria itu......

Ahkk

Pria itu kembali menyeret Melya keluar dari mobilnya, menyeretnya dengan kasar tanpa rasa perikemanusiaan sedikitpun. Melya meringis merasakan goresan di betis dan lututnya akibat seretan paksa pria itu.

Dan sekarang Melya berada di sebuah rumah yang cukup megah, besar dan mewah. Ini bukan rumah, melainkan sebuah mansion

"Akhh" pekik Melya saat sebuah benda menggores betisnya dengan sangat dalam, sakitnya begitu menyiksa.

Pria itu berhenti sebentar tepatnya mereka sudah berada di teras rumah mewah itu.

"Ck, kau ternyata sangat payah." decak pria itu lalu langsung menggendong tubuh mungil Melya ala Bridal style.

Melya terkejut dengan hal itu, tetapi karena sakit pada kakinya yang begitu besar membuatnya tak dapat menikmati momen ini.

Brak....

Tubuh Melya dihempaskan dan tepat jatuh diatas sebuah benda yang empuk, Melya tak tahu dimana dia berada sekarang. Tempat ini begitu gelap dan ia tak bisa melihat apapun juga. Hingga selang beberapa detik lampu akhirnya menyala dan ternyata pria itu yang menyalakan. Saat itu juga Melya tahu bahwa dia berada di sebuah kamar.

"Apa yang akan terjadi pada ku ya Tuhan." - batin Melya sambil menangis dalam diam. Darah dari luka goresan di kakinya terus saja mengalir deras.

Tak lama pria itu kembali masuk ke ruangan itu, tepatnya kamar yang sedang Melya tempati.

"Katakan padaku, apa alasanmu melakukan itu?" Tanya pria itu dengan penuh ancaman.

"Apa maksudmu?" Jujur saat ini Melya sangat bingung. Pertanyaan membingungkan dari pria itu membuatnya semakin ketakutan.

"Jangan berpura-pura, Jalang sialan!" bentaknya dan melayangkan sebuah tendangan pada nakas.

Melya yang ketakutan semakin terisak. "Sungguh, aku tak mengerti maksudmu," ujar Melya dengan tatapan memohon.

"Kau tak mau mengaku? Hah? Apa kau ingin hidupmu selesai?" Pria itu menjambak rambut ikal sebahu milik Melya. Melya hanya bisa meringis sambil mendongak, menatap pria itu dengan penuh permohonan dengan mata yang memerah.

"Sungguh, aku tak mengerti"

Brak....

"Kesabaran ku telah habis Bitch" sentaknya , menarik rambut Melya lalu langsung melepaskannya.

Melya meringis merasakan sakit di kepalanya.

Pria itu kembali keluar dari kamar itu, menutup pintu dengan sangat kuat sehingga menimbulkan suara yang begitu keras. Melya menggeleng, kenapa hidupnya menjadi lebih menyedihkan setelah pindah ke kota ini?

Tiba-tiba, pria itu kembali dengan sebuah cambuk ditangannya, memukulkannya ke lantai sehingga menimbulkan suara yang sangat mengerikan.

"jelaskan!" Melya diam.

" JELASKAN BITCH" sepertinya pria itu benar-benar murka. Sayangnya Melya tak dapat melihat wajah pria itu karena tertutup topeng.

"Aku tak mengerti"

Jletarrrr....

Cambuk itu menghantam kembali lantai. " Jelaskan atau kau yang akan menjadi pengganti lantai ini" ujarnya sarkas.

"Aku sungguh tak tahu." jawab Melya sambil menggeleng kuat, air mata yang bercucuran deras di wajahnya menambah kesan menyedihkan pada gadis itu.

Jletar.....

"Akhhhh"

Cambuk itu menghantam lengan kiri dan punggung kiri Melya, sungguh itu sangat menyakitkan. Melya tak bisa mendeskripsikan betapa sakitnya cambukan yang menghantam kulitnya.

"Apa? Kenapa kau melakukan ini? Sungguh aku tak mengerti Tuan ak....aku-"

"Jangan berpura-pura kau, wanita sialan!" bentak pria itu sambil meluangkan kembali cambuknya ke tubuh Melya

"Aku sungguh tidak mengerti, tolong lepaskan aku.." pinta Melya dengan derai air mata. Rasa sakit di bagian dalam dan luar tubuhnya bersatu mengakibatkan guncangan tersendiri pada diri Melya yang rasanya sulit digambarkan melalui kata-kata.

"Lepaskan katamu? Hahahah, setelah apa yang kau lakukan kau ingin lepas? Hahah, jangan mimpi Bitch!" dan Melya hanya mampu menangis sambil menahan rasa sakit akibat cambukan dan goresan-goresan di tubuhnya. Sepertinya hidupnya akan jauh lebih menderita setelah ini, dan ini sangat berbanding terbalik dengan yang telah ia bayangkan sebelumnya. Hidup aman, damai dan tenang.

Lanjut gak nih?
Kasi bintang aja kalau riders suka!

Komen yang mau lanjut!
Gue nulisnya juga perlu semangat dari kalian.

Salam saya......
Author keset kakiyy

Author keset kakiyy

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Vendetta [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang