bagian 44

51.2K 3.3K 195
                                    

Halo halo halo
Apa kabar?

Ok deh ya

'BERI TANDA PADA TYPO DAN SALAH PENGGUNAAN KATA'

HAPPY READING ♥
💢

Dalam pelukan Mayura, Melya menangis tersedu-sedu membuat Mayura juga ikut meneteskan air matanya. Aldo dan Aleta hanya berdiri dengan pandangan cengo karena tidak mengerti apa-apa.

Mayura mencoba menenangkan Melya dan membelai punggung Melya dengan lembut. Setelah pelukan mereka terlepas, Mayura menghapus air mata Melya dengan tangannya sendiri.

"Tuhan punya rencana indah di setiap kejadian yang menimpa umatnya" Melya mengangguk dengan mencoba tersenyum, walau senyumnya tampak kaku dan terkesan dipaksakan.

"Mommy" Aleta menatap Melya dengan raut wajah yang akan segera menangis. Aleta yang gak mengerti apa-apa malah ikut menangis karena melihat mommy dan Grand Ma nya menangis.

"Mommy kenapa menangis?" tanya Aleta dengan nada bergetar. Melya langsung menatap Aleta dan menghapus air matanya, mencoba tersenyum layaknya dia tak pernah menangis.

"Mommy mu tidak menangis, sayang" ujar Mayura lalu mensejajarkan tingginya dengan Aleta, menghapus air mata Aleta yang ikut mengalir seolah-olah dia tahu apa alasan Melya dan Mayura menangis.

"Tapi tadi mommy menangis Grand Ma" timpal Aldo dan diangguki oleh Aleta

"Mommy hanya sedih karena kehilangan dedek bayi" jawab Mayura dengan senyuman di bibirnya.

"Dedek bayinya pergi kemana mommy?" Aldo menatap Melya dengan pandangan penuh tanya. Bukannya menjawab Melya malah kembali meneteskan air matanya yang tadi sudah berhenti menetes.

"Tuhan lebih sayang pada Dedek bayi nya, oleh karena itu Tuhan mengambil dia. Sama seperti mommy kalian" ujar Mayura.

"Gran Ma, Tuhan lebih sayang pada mommy makanya Tuhan mengambil mommy, tapi Tuhan memberi Aldo dan Aleta mommy baru, yaitu mommy Melya. Berarti kalau dedek bayi nya diambil Tuhan, nanti akan ada Dedek bayi baru kan?" Mayura mengangguk dengan senyuman.

"Mommy, mommy tidak usah menangis, pasti Tuhan akan memberi dedek bayi yang baru" Aleta mendekat ke brankar Melya. Melihat Aleta ingin naik ke brankar Melya, Aldrick langsung mengangkat tubuh mungil putrinya itu keatas brankar Melya dan mendudukkannya di pinggir brankar.

"Mommy tidak akan menangis lagi" Aleta memeluk Melya sambil menyandarkan kepalanya di dada mommy-nya.

*"*"*"*

Ruangan Melya kini dihuni oleh dirinya dan Fella. Aldrick, Aleta, Aldo, dan Mayura sedang berada di luar untuk makan malam, sedangkan Jastra tidak bisa datang ke rumah sakit karena ada pekerjaan yang tak bisa ia tinggalkan.

"Aku turut berduka ya kak" ujar Fella dan diangguki Melya.

"Bagiamana keadaan mu?" kali ini Melya yang bertanya pada Fella. Ini adalah kali pertama mereka mengobrol semenjak kejadian menyamar untuk melarikan diri itu. Ada rasa canggung di dalam hati Fella karena dia tidak menepati janjinya.

"Aku sudah baikan kak, bahkan aku sudah bisa pulang besok" jawab Fella sambil tersenyum.
"Syukurlah kalau begitu"

Fella mengangguk sembari menundukkan kepalanya, ingin mengeluarkan suara tapi ia ragu untuk memulai.

"Kak" akhirnya dengan pertimbangan yang begitu matang, dan perdebatan antara pikiran dan hatinya, Fella mengeluarkan suaranya.

Melya hanya mendongak dan menatap Fella yang sedang menunduk.

Vendetta [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang