bagian 7

86.2K 5.3K 56
                                    

'BERI TANDA PADA TYPO DAN SALAH PENGGUNAAN KATA'

HAPPY READING♥

Aleta berjalan menuju kamar yang tak lain adalah kamar yang sedang Melya tempati. Dia mengetuk kamar itu dengan lumayan kuat.

Melya yang sedang mengeringkan rambutnya hendak beranjak mendekati pintu bermaksud ingin bertanya siapa yang telah mengetuk pintu, tidak seperti biasanya langsung masuk saja karena pintu itu dikunci dari luar.

Namun Melya mengurungkan niatnya karena mendengar suara Aldrick.

"Hey Princess, apa yang kau lakukan?" Aldrick dengan terburu-buru menghampiri Aleta yang menatapnya heran.

"Daddy, aku mau masuk." ujar Aleta sembari memanyunkan bibirnya.
"No, Aleta ga boleh masuk!" ujar Aldrick dengan penuh penekanan.

"Tapi kenapa Daddy, Aleta mau ketemu sama mo- maksudnya Aunty Melya...." Aleta hampir saja salah menyebut Melya dengan sebutan Mommy.

Aldrick yang pikirannya hanya fokus untuk melarang Aleta tak terlalu menghiraukan ucapan putrinya yang tadi hampir salah bicara.

"Tidak boleh, Aleta tidak boleh masuk ke kamar ini lagi." ucapan Aldrick membuat Aleta murung, gadis kecil itu langsung berbalik dan berjalan menuju kamarnya. Dia tak menghiraukan Aldrick yang terus memanggilnya, berjalan di belakang Aleta layaknya seorang anak yang sedang membujuk ibunya.

Melya yang mendengar interaksi keduanya dari dalam kamar hanya bisa menghela nafas pasrah. Tak ada yang bisa dia lakukan selain mendengar tanpa ikut menimpali.

Brak

Melya segera berbalik saat mendengar gebrakan pintu, dia dapat melihat Aldrick yang masuk dengan wajah menyeramkan dengan tatapan yang menghunus tajam ke arah Melya, seakan siap menerkam Melya saat itu juga.

Melya meneguk salivanya dengan susah payah, ia was-was dengan kejadian yang sebentar lagi akan terjadi.

"Kau dengar?" Aldrick menaikkan alisnya dengan raut wajah penuh ancaman.

Melya menggeleng sambil terus melangkah mundur.

"Ck, wanita busuk, murahan dan menjijikkan!" Aldrick menerbitkan smirk nya.

Mendengar hinaan menyakitkan yang dilontarkan padanya, membuat air mata Melya tanpa diminta lolos dari pelupuk matanya. Entah keberanian dari mana Melya kini berani menatap mata Aldrick dengan terang-terangan.

Aldrick begitu terkejut saat dia tak sengaja menatap manik mata coklat milik Melya, mata yang menyiratkan kesedihan yang begitu mendalam, namun Aldrick tak ambil pusing dengan itu.

"Kau-"
"Ya aku, wanita murahan,busuk dan menjijikkan. Benar bukan?" Melya tersenyum hambar.
"Lalu kenapa kau tetap membiarkan ku hidup? Apa penderitaan yang ku terima belum membuatmu puas?" Melya berteriak dengan suara yang bergetar dengan linangan air mata.

Aldrick bungkam, baru kali ini dia bisa melihat Melya seberani dan semenyedihkan itu. Air mata yang mengalir deras dari pelupuk mata gadis itu tak membuat hati kecil Aldrick sedikit mencair, baginya wanita yang menatapnya dengan keberanian yang entah dari mana datangnya itu, harus menderita.

Semenjak istri yang sangat ia sayangi berpulang, Aldrick berubah banyak. Rasa kemanusiaan yang dulu sangat tertanam kuat di diri pria itu kini menghilang bersama dengan kepergian sang istri. Baginya, orang yang sudah terlibat dalam kejadian yang membuat ia kehilangan separuh jiwanya harus menderita.

"Ya" Aldrick menatap Melya tajam.
"Heuh" Melya tersenyum hambar.
"Kau menyiksa orang tanpa alasan yang jelas tuan, bahkan kau tak pernah mendengarkan penjelasan ku, kau ter-"

Vendetta [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang