14-Renggang

155 8 3
                                    

"Ketika seseorang meninggalkanmu demi orang lain, balas dendam terbaik adalah menunjukan bahwa kamu lebih bahagia tanpa dirinya."

^^^


"Bentar ya kak, gue ngunciin pintunya dulu." ucap Veelly kepada Alfian.

Pagi ini Veelly berangkat sekolah bersama dengan Alfian. Itupun Alfian datang menjemput dengan sendirinya.

Syukurlah Alfian datang menjemput, karna sampai saat ini Reyzan tak juga terlihat batang hidung nya.

"Biasain pake aku kamu Veell." tukas Alfian.

Veelly menghela nafas pelan. "Iya, aku minta maaf." sahut Veelly.

Alfian memakaikan satu helmnya pada Veelly. Namun aneh, Veelly sama sekali tidak gugup atau bahkan jantungnya terasa berdetak hebat. Seperti, saat Reyzan melakukan hal yang sama.

Sesampainya disekolah, Veelly segera menuju ke kelasnya.

"Hallo Veell! Tumben amat jam segini baru dateng." seru Defit yang sudah berada dikelas lebih awal.

"Iya, gue kesiangan." sahutnya.

Tiba-tiba Indy menarik lengan Veelly, membawanya menuju tempat yang sedikit agak sepi.

"Aduh! Pelan-pelan dong, tangan gue sakit!" pekik Veelly.

Akhirnya langkah kaki Indy terhenti. Ia menatap Veelly dengan lekat, kemudian kedua tangannya bertumpu pada pundak Veelly.

Veelly yang merasa kebingungan pun bertanya,

"Ada apa Ndy?"

Indy membuang nafasnya kasar. "Lo lagi ada masalah?" tanya Indy.

Veelly mengedikan bahunya. Lagi-lagi Indy membuang nafas kasar.

"Lo berangkat sama siapa?" Indy kembali bertanya.

"Sama___"

"Lo gak berangkat sama Reyzan kan?" sela Indy.

"Lo lagi berantem?"

"Ntar deh, gue bakal cerita kalo udah mood." Veelly berujar lebih tenang.

Indy mendengus kesal. Ia kesal jika Veelly tidak membagi masalah kepadanya. Ia hanya ingin menjadi sahabat yang selalu ada untuknya.

Veelly memang seperti itu, ia hanya membagi masalahnya ketika ia sudah tak tahan menahan segala masalah yang datang bertubi-tubi padanya.

Saat Veelly melenggang dari tempat sepi tadi, ia berpapasan dengan Reyzan.

"Veell." seru Reyzan.

"Iya Rey, kenapa?" tanya Veelly. Ia berhenti di ambang pintu ketika Reyzan berseru padanya.

"Gua minta maaf ya, tadi gua jemput Bianka." kata Reyzan diimpit rasa bersalah.

"Gak apa-apa Rey." Veelly tersenyum hambar.

Reyzan mengehela nafas, ia merasa tidak enak jika harus mengabaikan Veelly seperti ini.

Disatu sisi, Reyzan harus memperlakukan Bianka layaknya seorang pacar. Namun disisi lain, Reyzan juga tidak tega jika harus menelantarkan Veelly sebagai sahabatnya.

FriendzonesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang