Gerakan Hiro terhenti. Kerningnya mengernyit. Dia yakin ada sesuatu yang melintas tadi. Berwarna putih dan bergerak cepat. Tidak mungkin meteor, karena meteor datangnya dari Venus. Jika ada pun Hiro pasti bisa merasakan keberadaannya. Diputuskannya untuk tidak peduli. Dia membenarkan tangan Vale yang melorot ke bawah. Berat badan gadis ini sepertinya bertambah. Bahu Hiro sampai pegal.
"Vale ..." Suara ragu-ragu itu membuat Hiro menunduk. Ditemukannya Fifi yang terkejut menatapnya. Ya dia tahu kalau tampan dan langka. Tetapi sampai ingin pingsan seperti itu, rasanya berlebihan.
Ruby mendorong sayapnya. Hiro melotot. Dia terjun ke bawah dengan pergerakan cepat. Sengaja mengenai Fifi hingga gadis itu pingsan.
"Semoga saja ingatannya hilang." Itu harapan Hiro. Dia mengedarkan pandang. Tiga rumah dari sini adalah rumah Vale. Mama Vale pasti panik menyadari anaknya tidak ada. "Maaf, ya, Fifi," gumamnya meringis.
Fifi tergeletak di salah satu pelataran rumah dengan posisi tengkurap. Diikuti suara gaduh dari dalam rumah. Agaknya mereka tahu ada yang terjadi di luar rumah. Hiro terbang kembali. Awalnya dia akan membawa Vale ke rumah Fifi, jika saja gadis itu tidak melihat wujudnya lebih dulu.
Ponsel yang berada di sakunya bergetar. Diputuskannya untuk istirahat di salah satu dahan. Setelah memastikan Vale bersandar dengan nyaman, dia mengambil gawai milik Vale. Panggilan dari mama Vale yang ketiga puluh. Dia menggaruk belakang kepala, bingung harus berbuat apa. Jika saja Vale sadar, gadis itu pasti memiliki ide untuk melakukan apa.
"Kapan lo bangun si," gerutu Hiro seraya menatap wajah Vale yang damai. Untungnya Vale terlelap dan masih baik-baik saja. Kecuali wajahnya yang semakin pucat.
Tinggal berapa permintaan Vale? Hiro menghitung dalam hati. Dia ingin cepat-cepat pergi dari sini. Apalagi identitasnya hampir terbongkar. Belum lagi kecurigaan mama Vale terhadap Hiro, yang selalu muncul tiba-tiba di rumahnya.Dari jauh, Hiro melihat seorang cowok mengendarai motor. Tidak salah lagi, itu Arnold. Hiro terbang mendekatinya. Setelah sebelumnya menghilangkan sayapnya, dia lari menghadang Arnold. Terkejut, cowok yang memakai motor milik satpamnya itu membanting arah ke kanan. Untung saja dia bisa menahan keseimbangan, sehingga motornya tidak menyentuh aspal.
Tanpa memperdulikan raut permusuhan dari Arnold, dia duduk di jok belakang. "Ayok, jalan," perintah Hiro cepat. Khawatir karena takut Vale sadar dan kabur. Meskipun dia sudah meminta Ruby untuk menjaganya.
"Vale ada sama gue," ujar Hiro berhasil mendapat perhatian Arnold. Melihat keyakinan dalam mata itu, Arnold segera melaju sesuai perintah Hiro. Tibalah mereka tempat tadi. Ruby terbang mengitari Vale yang belum juga sadar. Langsung saja menempel kepada Hiro segera setelah cowok itu tiba.
"Dia kenapa?" tanya Arnold menahan amarah. Tahu-tahu sudah mencengkram kerah baju Hiro. Matanya membara karena tahu wajah pucat Vale seperti orang sakit di tempat terbuka seperti ini.
"Harusnya lo tanya diri sendiri, kenapa dia sampe kayak gini," elak Hiro. Cengkraman di kerah bajunya perlahan mengendur. Hiro membalikkan badan karena tidak ingin merasa bersalah. Ini bukan salahnya.
"Gue nggak ngerti. Kemarin itu dia pasti cuma lagi bad mood doang," gumam Arnold seraya memakaikan jaket ke tubuh Vale.
"Udah gue bilang jangan pernah buat dia marah," tuduh Hiro sembari menggendikkan bahu. Tahu-tahu di sudah ada di atas dahan. Bersandar dengan nyamannya.
Arnold menatapnya aneh. "Maksud lo?" tanyanya tidak mengerti. Mengabaikan bahwa pergerakan Hiro tadi tidak disadari.
"Dia dikutuk," ujar Hiro tidak mau menyembunyikan fakta itu. Bisa saja dia menjelaskan bahwa kemarin Vale mabuk, kesurupan atau hal-hal tidak masuk akal lain. Sayangnya sampai saat ini Vale tidak kunjung sadar. Asumsi itu semakin kuat setiap harinya. Mungkin itulah kenapa mama Vale sangat overprotektif terhadap putrinya.
"Lucu. Tapi gue nggak ada waktu ngurusin omongan lo," ujar Arnold. Dia menoleh ketika bahunya ditahan Hiro.
"Terserah, deh," ungkap Hiro seraya mengorek telinganya. Dia tidak ingin memperpanjang masalah ini.
"Gue bawa dia pulang," putus Arnold tanpa mengindahkan peringatan Hiro. Dibopongnya Vale dengan hati-hati. Karen tidak mungkin membawa motor, Arnold berdiri di pinggir jalan. Untung saja mereka masih berada di kawasan jalan raya. Setelah menyetop taxi, dia meninggalkan Hiro sendirian.
Hiro menggendikkan bahu. Dia hanya memberi saran. Jika pendapatnya tidak diindahkan, maka dia tidak bisa berbuat apa-apa. "Dasar manusia! Mentang-mentang gue demon, kagak dipercaya ucapannya," gerutunya. Lagipula Hiro memiliki segudang rencana agar bisa cepat-cepat pergi dari sini. Peduli amat sama Vale. Toh hidup Hiro selalu ketiban sial dan penuh penderitaan ketika bersama gadis itu.
Seraya menunggu Vale sadar dan menghabiskan permintaannya, Hiro akan mencari tahu cahaya putih tadi. Cowok itu mengeluarkan sayap. Tanpa menunggu lama langsung terbang ke atas dengan kecepatan penuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
If, Another
FantasyJika bukan lo yang terpilih, akankah semuanya terasa berbeda? Tentang sebuah pilihan. Tentang pengorbanan untuk seseorang. Tentang menolak kenyataan. Tentang mengakhiri atau sama-sama tersakiti. Jika kalian berani memilih, kalian harus mempertahan...