Sorry for any typos✌
Enjoy reading!!"Mama War pulang." Teriak War sambil menenteng sneaker hitamnya.
Tumben rumahnya sepi padahal sudah malam. Biasanya kalau War baru sampai rumah, ibunya pasti akan menghampiri untuk sekedar menanyakan apakah ia sudah makan atau belum. Apa Ibunya belum pulang?. Tapi tidak mungkin, lampu terasnya sudah menyala. Tapi sepertinya juga tidak ada tanda-tanda bahwa ibunya itu sudah tidur karena lampu di ruang makan masih menyala.
"Loh War sudah pulang?."
Nyonya Ratsameerat keluar dari kamar mandi setelah mematikan saklar lampu. Beliau melangkah ke arah dapur bersama rambutnya yang terbungkus oleh handuk.
"Tumben Mama jam segini baru pulang." War melirik jam tangan yang menunjukkan pukul 19.45.
"Tadi pulang ambil rapormu, Mama dipanggil ke kantor untuk rapat. Kamu sudah makan?" Nyonya Ratsameerat sibuk mengusapkan handuk pada rambut basahnya.
War menggeleng lucu seraya memegang perutnya.
"Kita makan mie instan saja ya? Kebetulan Mama belum sempat belanja bulanan. Kamu mandi dulu sana."
War membuka pintu kaca yang mengarah ke halaman samping setelah ia menyimpan sneaker hitamnya di rak sepatu. Ia meraih handuk bermotif bintang dan disampirkannya di pundak. Tangannya berpegangan pada pembatas teras, matanya menatap langit malam penuh bintang yang berkelip. Kemudian ia melirik sekilas ke arah handuk di pundaknya dan tersenyum singkat.
Papa sedang apa disana?. Langit malam ini seperti handuk dari Papa.
War tak beranjak dari halaman samping rumahnya sampai Sang Ibu memanggilnya untuk segera mandi.
◍ ◍ ◍
Bocah berkacamata bulat berlari keluar dari laboratorium kimia. Bahkan ia tak sempat mampir ke kelas untuk sekedar mengambil tas ranselnya. Ia sudah terlambat, klubnya dimulai pukul 15.30. Gara-gara kelompoknya harus mengikuti susulan praktikum sialan itu, ia jadi terlambat tiga puluh menit. Bodohnya, ia juga lupa menitipkan pesan dari pembina kepada wakil ketua klub.
Bocah itu memasuki basecamp milik klub fotografi bersama nafasnya yang tersengal-sengal. Ia mengangkat tangan, mengisyaratkan pada anggotanya untuk menunggu sejenak. Ia berdiri di hadapan seluruh anggotanya. Tangannya bertumpu pada lutut, dadanya naik turun. Bocah itu mengambil nafas panjang sebelum berbicara.
"Jadi gini temen-temen, sebelumnya saya selaku ketua klub fotografi meminta maaf sudah terlambat karena saya harus mengikuti susulan praktikum. Langsung intinya saja ya, besok Rabu tanggal 10 Juni kita dimintai tolong oleh pihak sekolah untuk bantu dokumentasi perayaan ulang tahun sekolah. Maka dari itu, saya mau bagi jadi 4 tim. Diantaranya ada tim jalan sehat, tim pembagian doorprize, tim penampilan anak band, dan tim lomba. Masing-masing tim jalan sehat dan tim lomba terdiri dari 4 perwakilan. Sedangkan masing-masing tim doorprize dan tim band terdiri dari 2 perwakilan. Total saya butuh 12 perwakilan, nantinya akan ditambah oleh saya, Chimon, dan Perth. Yang mau mengajukan diri bisa mengacungkan tangan dan pilih ingin masuk tim mana. Nanti akan dicatat oleh Chimon. Ada yang ingin bertanya?."
Satu persatu anak-anak klub fotografi mulai mengacungkan tangannya. Bocah itu masih kelelahan, ia duduk di lantai basecamp. Memang tidak elit, tapi siapa peduli. Kakinya sangat pegal setelah lari dari lantai satu ke lantai dua. Ia merogoh kantongnya hendak mengambil ponsel. Sial, ponselnya tertinggal di kelas.
"Aw," erang bocah itu setelah seseorang menempelkan botol air mineral dingin di pipinya.
"Minum nih. Keliatan capek banget lo."
"Thanks Perth." Ia meraih botol itu dari tangan Perth.
"War, tumben banget infonya mepet." Perth ikut duduk di sampingnya.
"Iya, kesel banget nih sekolah kayak ngeremehin kita. Biasanya minta bantuan kalo nggak H-2 ya H-3. Ini parah banget H-1. Btw sorry banget Perth, gue nggak sempet nitip info ke lo. Padahal lo kan wakilnya hahaha duh." War menggaruk tengkuknya merasa tidak enak pada Perth.
"Dih sante aja kali. Lagian lo lagi fokus praktikum sama Bu Jennie. Dah paham banget gue mah gabakal bisa diganggu gugat."
Hening. War menatap langit-langit basecamp begitupula mata milik Perth melirik kesana-kemari. Mungkin kalian bingung kenapa hubungan antara ketua dan wakil klub terlihat tidak begitu baik. War masih merasa canggung saat berada di dekat Perth. Dua minggu yang lalu—satu hari setelah penunjukan wakil ketua klub—Perth menyatakan rasa sukanya pada War. Hari dimana Perth menyatakan perasaannya, disitu juga War menyesal telah menunjuk Perth sebagai wakil ketua klub yang baru.
Mungkin banyak dari anggota klub menyadari bahwa hubungan mereka agak merenggang. Sebelum War tahu Perth menyukainya, mereka selalu pergi hunting foto bersama. Tentunya bertiga bersama Benz yang setia menjadi model mereka. Apalagi kalau kegiatan klub belum mulai, War dan Perth sering nongkrong berdua di kantin.
Chimon yang tahu seluruh kisah tentang War dan Perth terus menatap mereka khawatir dari tempat duduknya. Ia buru-buru menyelesaikan rekapan data perwakilan dokumentasi dan menyimpannya kembali ke dalam tas.
"War, sudah sore. Cepat perbolehkan anak-anak pulang," kata Chimon menunjukkan jam tangan hitam yang bertengger di pergelangan tangannya.
War bangkit dari duduknya. "Temen-temen kalian boleh pulang. Besok jam 6 kalian sudah ada di depan basecamp untuk briefing. Jangan lupa bawa kamera kalian. Langsung pulang, jangan mampir-mampir."
Ramai-ramai anggota klub fotografi meninggalkan basecamp. Tinggal War, Chimon, dan Perth yang masih setia di posisi mereka. War sudah tidak betah dengan atmosfer canggung pun menghapus tulisan di papan tulis sebelum pergi ke kelas untuk mengambil tas ransel serta ponselnya. Chimon menepuk-nepuk pundak Perth, mencoba menghiburnya. Wajah Perth terlihat sangat lesu setelah War pergi meninggalkannya berdua dengan Chimon. Perth jadi merasa bersalah telah duduk di samping War dan membuat pria yang disukainya itu merasa tidak nyaman.
"Ayo pulang. Sudah hampir petang."
Perth hanya mengangguk lemah menanggapi ajakan Chimon.
◍ ◍ ◍
Nyonya Ratsameerat terkejut ketika menginjakkan kakinya ke dalam ruang tamu. Entah apa yang diperbuat oleh anak semata wayangnya itu. Kakinya terus melangkah sembari menggelengkan kepalanya. Tumpukan buku-buku berada di lantai, kardus-kardus kecil berserakan. Keadaan rumah saat ini sudah seperti kapal pecah. War yang masih menurunkan barang-barang dari lemari buku di ruang tengah, menoleh ketika mendapati Sang Ibu sudah sampai di rumah.
"Mama lihat lensa tele nggak?." War masih melanjutkan kegiatan menurunkan seluruh benda yang ada di lemari ke lantai.
"Ah, itu ada di kamar Mama. Maaf Mama lupa bilang ke kamu, waktu itu sempat Mama pakai untuk acara kantor," terang Nyonya Ratsameerat sembari memasuki kamar, mengambil barang yang dicari oleh anaknya.
"Huh Mama, kirain lensanya ilang, kan War takut kalo dimarahin Mama."
Nyonya Ratsameerat terkekeh sembari mengucapkan kata maaf berkali-kali. War menerima tas hitam berisi lensa yang disodorkan oleh ibunya.
"Tumben kamu pakai lensa tele. Biasanya kemana-mana kamu bawa lensa fix mu itu."
"Buat dokumentasi acara ultah sekolah Ma. Habisnya anak-anak klub sama sekali nggak ada yang bawa lensa tele. Yaudah Ma, War beres-beres dulu kalo gitu."
Semoga P'Yin nggak latihan lomba. Biar aku nggak sia-sia bawa lensa tele.
TBC
Tenang aja War, Mas Ananmu itu nggak ada latian lomba kan udah diliburin sama Pak Tommy🥳
Halooo, semoga kalian suka sama ceritanya yaa. Maaf kalo banyak typo. Jangan lupa voment.
See ya on the next chap❣

KAMU SEDANG MEMBACA
Waruru [YinWar]
Hayran KurguA YinWar Fanfiction by LeanOnLeaf [On Going] War Wanarat Ratsameerat, sosok yang berhasil menyembunyikan perasaannya kepada Yin Anan Wong selama satu tahun. Namun bagaimana jika War mulai tergerak untuk mengungkapkan perasaannya pada Yin dengan bers...