❝ Avoid is the best way for now. ❞
━ The Healer
Rinai benci fakta bahwa pagi hari ini dia harus pergi ke sekolah. Tentu saja untuk melakukan kewajibannya sebagai pelajar. Rinai bukan membenci mata pelajaran hari ini, Rinai hanya membenci bahwa nantinya di sekolah dia akan bertemu dengan Riki.
Mengingat kejadian semalam membuatnya malu setengah mati. Rinai merasa tidak punya muka untuk bertemu dengan lelaki yang baru semalam menjadi pacarnya itu.
Gadis itu mondar-mandir dengan perasaan gelisah di depan cermin yang ada di dalam kamarnya. "Aduh, gue gak bisa ketemu Riki. Malu banget karna kejadian semalam." monolog Rinai. Ia kemudian memukul jidatnya, merasa menyesal dengan hal yang ia lakukan semalam.
"Pasti semalam gue kerasukan. Udah gila nih gue, gila."
"Rinai, kenapa lama banget? Lima belas menit lagi bel sekolah kamu bunyi lho." seru Fanni agak keras dari luar kamar Rinai.
Mendengar ucapan sang Mama, Rinai langsung buru-buru keluar dari kamarnya. Tak mau sampai terlambat, gadis itu berlari cepat menuju halaman rumahnya, dimana Papanya sudah menunggunya di dalam mobil.
"Kok lama banget, Nai? Udah mau telat lho kamu." kalimat pertama yang Rinai dengar setelah ia duduk di samping Leon.
"Meditasi, Pa." jawab Rinai asal dengan cengengesan di akhir kalimatnya.
Leon menghembuskan nafasnya. Kenapa sih anak semata wayangnya ini gak pernah bener? "Terserah kamulah, Nai."
๑ ⋆˚₊⋆ ──── ʚ˚ɞ ────⋆˚₊⋆ ๑
Rinai terus berjalan dengan wajah yang menunduk dari mulai di gerbang sekolah sampai di koridor. Tentu saja untuk menghindari Riki.
"Woy!" seru seseorang yang ternyata Bianna dari belakangnya.
Rinai yang kaget, refleks langsung melayangkan pukulan terhadap satu temannya itu. "Ngangetin aja!"
Bianna cengengesan, merasa tidak bersalah. "Lagian lo ngapain jalan sambil nunduk kayak gitu?"
Rinai membuat gerakan tangan agar Bianna mendekat ke arahnya. Setelahnya, Rinai membisikkan sesuatu. Bianna yang mendengarnya langsung membuat ekspresi terkejut.
"Rinai, bilang ke gue kalau ini bukan jokes. Jangan bohong lo!" kata Bianna dengan mata memicing ke arah Rinai. Bagaimana tak terkejut ketika mengetahui Rinai meminta Riki untuk menjadi pacarnya, mana Rikinya iya-iya aja lagi.
"Beneran, anjir. Makanya gue malu banget buat ke sekolah." balas Rinai dengan nada lesu.
Bianna menjitak kepala Rinai. "Makanya sebelum ngelakuin apa-apa itu, dipikir dulu pakai otak. Lo sih tolol banget, gak punya otak."
"Gue lagi kerasukan waktu itu, Na." kata Rinai tak terima. Tentu saja dia harus membela dirinya sendiri.
Mata Bianna kembali fokus ke depan. Sedetik kemudian gadis itu berseru kuat kepada Rinai, "RINAI, GAWAT!" katanya sambil menunjuk ke arah depan.
Rinai mengikuti arah tangan Bianna. Matanya langsung membelalak. "KABUR, NA!" dengan cepat, Rinai menarik tangan Bianna dan berbalik arah.
Kedua gadis itu berlari dengan cepat sampai menghilang dari penglihatan Riki. Riki yang merasa heran langsung bergumam, "Kok kabur pas lihat gue? Memangnya gue setan?"
๑ ⋆˚₊⋆ ──── ʚ˚ɞ ────⋆˚₊⋆ ๑
haloooo 👋🏻👋🏻👋🏻
aku lagi superr - duper mood
banget buat update cerita ini 🤩
jadi aku akan update secepat
mungkin yaaaa 🙇🏻💞see u soon in next part 💟
KAMU SEDANG MEMBACA
❝ the healer ❞ ✓
Short Storyft. enhypen's ni-ki ❝ When Rinai meets a boy who can slowly heal her inner wounds. ❞ ━ completed » plagiarism and hate comments are not allowed! ║▌│█║▌│ █║▌│█│║▌║ ║▌│█║▌│ █║▌│█│║▌║ ©dowlette