❝ A warm hug for those of you who have made it through everything. ❞
━ The Healer
Jam istirahat pertama sudah tiba. Pastinya semua murid-murid pergi berbondong-bondong keluar dari kelas. Ketika semua keluar dari kelas, hanya Rinai yang pergi masuk kelas. Gadis itu meletakkan tas ranselnya di bangkunya. Ia melipat kedua tangannya di atas meja kemudian menelungkupkan kepalanya.
Kalila dan Bianna mah pasti masih di kantin itu. Lama-lama mereka cocok jadi penghuni di kantin.
Ngomong-ngomong, lelah juga hari ini. Harus menghindari Riki dengan cara lari-larian dan bersembunyi di toilet tapi ujung-ujungnya Rinai sendiri yang datang kepada lelaki itu dengan sendirinya.
"Bangun." suruh seseorang.
Rinai mengangkat dan mendongakkan kepalanya. Ternyata Riki. Di lihat-lihat, Riki kok ganteng, ya? Senang Rinai bisa jadi pacarnya.
Riki menyodorkan susu coklat dan dua bungkus roti di depan gadis itu. "Makan."
"Gak mau." Rinai menggeleng. Ia hanya mau tidur pada saat ini.
"Tadi waktu ngehindari gue pasti lo capek. Nih makan, isi tenaga lo." kata Riki membuat Rinai langsung berdiri dengan cepat dari posisi duduknya.
"Apa kata lo?!"
Riki menghela nafasnya. "Udah diceritain sama temen lo. Mending makan sebelum lo jadi tengkorak."
"Gila lo?! Gue gak sekurus itu, ya, sialan!"
"Gak boleh kasar-kasar. Kita 'kan pacaran." kata Riki sambil mengelus-elus kepala Rinai.
Jelaslah Rinai salah tingkah diperlakuin kayak gini tapi gengsi mengalahkan segalanya. Ia menghempaskan tangan Riki yang berada di kepalanya. "Apaan sih lo?!"
"Makan tuh." suruh Riki lagi untuk yang kedua kalinya. Lelaki itu menunjuk makanan yang ia bawa tadi untuk Rinai.
"Iya, iya." jawab Rinai pasrah.
Rinai kembali duduk di bangkunya dan diikuti Riki. "Ngapain lo ikut-ikutan duduk?" tanya Rinai sambil memakan satu bungkus roti.
"Memangnya di kelas ini ada peraturan kalo yang namanya Riki gak boleh duduk?"
"Ya, nggak ada sih tapi 'kan — "
"Gausah tapi-tapi, makan aja udah."
Tak ingin melanjutkan perdebatan kecilnya dengan Riki, Rinai melanjutkan kembali kegiatan makannya.
"Nai." Riki kembali bersuara memanggil Rinai yang ada di sebelahnya.
Gadis yang masih asyik melahap roti itu merespon dengan cara berdehem.
"Mau peluk gak?"
Pertanyaan Riki yang tiba-tiba itu reflek membuat Rinai tersedak. Gadis itu langsung mengambil botol minumnya yang terletak di hadapannya dengan cepat.
"Itu doang kesedak lo." ejek Riki.
Rinai menatap lelaki itu tajam. Ia kembali meletakkan botol minumnya. "Lo sih buat kaget. Tiba-tiba nanya tentang peluk-peluk. Gak jelas banget."
Tampaknya Riki mengabaikan celotehan dari Rinai. Tanpa pikir panjang, lelaki itu kembali bertanya, "Jadi gimana?"
"Apanya gimana? Ngomong jangan setengah-setengah dong!"
"Mau peluk gak?"
"Peluk terus pikiran lo, ya. Peluk dalam rangka apaan emang?"
"Pelukan selamat."
"Serius, ya, tapi lo gak jelas banget, Riki. Selamat apaan sih? Emang gue udah ngelakuin apa?" gemas Rinai.
"Udah ngelakuin yang terbaik."
Rinai terpaku mendengarnya.
Melihat Rinai yang hanya diam entah karena bingung atau apa, Riki kembali melanjutkan perkataannya, "Mungkin selama ini lo ngerasa apa yang lo lakuin itu semacam kejadian yang harus lo terima dan jalani aja. Tapi, lo sadar gak sih, Nai, ada banyak banget pelajaran yang harusnya lo ambil dari kejadian-kejadian yang udah terjadi di hidup lo."
"Sampai di titik ini aja, lo udah hebat banget. Orang lain mungkin belum tentu bisa ngelakuin apa yang lo lakuin. Setidaknya kalau lo gak bisa kasih reward ke diri lo sendiri, minimal ngomonglah kata-kata positif. Mau di depan cermin atau dimana aja, terserah lo. Biarin orang lain ngelihat lo kayak orang gila. They're opinion doesn't define who you are."
Setelah menjadi pihak pendengar beberapa menit, Rinai akhirnya kembali bersuara. "Kenapa lo ngomong ini ke gue?"
"Karna gak pernah gue lihat satu kali pun lo bangga sama pencapaian yang udah lo lakuin, Rinai." jawab Riki. "Diri sendiri sehebat itu kok gak pernah dipuji. Gak sempat 'kan lo? Makanya jangan mikirin gue mulu." akhir yang menjengkelkan.
Rinai melayangkan satu pukulan tepat di lengan Riki tapi gadis itu juga tersenyum senang. "Sok tau banget!"
"Ah, lama banget lo." Riki menarik Rinai ke dalam pelukannya. Mendekap gadis itu dengan erat seolah mengatakan lo udah ngelakuin yang terbaik.
"Gue mau nanya nih sama lo."
"Apa?" tanya Rinai yang masih berada dalam pelukan Riki. Agak sesak sih karna Riki meluknya erat banget tapi Rinai juga senang.
"Lo bahagia nggak?"
"Bahagia. Banget malahan!"
"Kalau lo udah bahagia, gak ada yang perlu lo sesali. Apapun itu. Semua yang menyakitkan itu proses menuju puncak yang sekarang ini. Semua udah lewat, dijadiin pembelajaran aja. Lo bisa lebih baik dan hebat lagi ke depannya."
Mendengarnya Rinai tenang. Tangannya ia eratkan lagi untuk memeluk Riki. Tak mau kehilangan lelaki itu. Hope they're together indefinetely. Bahkan untuk di kehidupan selanjutnya, Rinai masih berharap untuk bisa selalu mencintai lelaki yang di dekapnya dengan erat ini.
๑ ⋆˚₊⋆ ──── ʚ˚ɞ ────⋆˚₊⋆ ๑
PUBLISH SATU PART TERAKHIR AJA AKU LAMA BANGETTT SNSJKHSH 😫😫
karna uda masuk sekolah, aku capek
banget :( kegiatan padat sama tugas mulai
numpuk huhuuu T___Tanyway first of all, aku mauuu super super berterimakasih bangettttt buat para
readers 🧸💕💕 i'm nothing
without y'all <333this the ending that i've prepared
for u ♡︎ diterima yaaa heheee 🤓
ambil semua sisi positifnya yaaaa dari
cerita yang aku buat inii ^ 0 ^i hope we can meet again in my
another story 🙇🏻♀️ big lovee and
papayyyyy 👋🏻💗
KAMU SEDANG MEMBACA
❝ the healer ❞ ✓
Short Storyft. enhypen's ni-ki ❝ When Rinai meets a boy who can slowly heal her inner wounds. ❞ ━ completed » plagiarism and hate comments are not allowed! ║▌│█║▌│ █║▌│█│║▌║ ║▌│█║▌│ █║▌│█│║▌║ ©dowlette