❀ › gotcha!

855 78 1
                                    

You got caught. try to explain what made you avoid me.

━ The Healer

"Nai, gue di telpon sama Kalila nih." celetuk Bianna sambil menunjukkan panggilan masuk dari Kalila yang ada di ponselnya. Keduanya tengah ada di kamar mandi perempuan saat ini.

"Angkat aja udah." suruh Rinai dan dibalas anggukan oleh Bianna.

Bianna menerima panggilan telepon Kalila tersebut. Tak lupa menghidupkan speaker-nya agar Rinai bisa mendengar juga. "Halo, La." katanya.

"Apaan lo halo-halo. Kok lo sama Rinai gak masuk, anjir?! Janjian gak ngajak-ngajak gue." decak Kalila kesal dari seberang sana.

Bianna menghela nafasnya. "Gak masuk apanya, orang kita berdua lagi sembunyi di toilet."

"Hah? Ngapain? "

"Nantilah gue jelasin. Anyway, guru ada yang masuk, La?" tanya Bianna memastikan.

"Adalah. Ini aja gue pura-pura ke toilet biar bisa nelpon lo."

"Lagi di toilet? Sini — "

"Gue di taman belakang sekolah."

Bianna mendengus. "Kesini napa, La. Biar gue ceritain kenapa gue sama Rinai sembunyi."

"Oke."

Setelahnya, telepon di matikan sepihak oleh Kalila. Bianna menyimpan ponselnya ke dalam kantong rok abu-abunya.

"Lo yang ada masalah malah ngajak-ngajak gue. Sampai bolos jam pelajaran pertama nih kita." kata Bianna sambil rolling eyes.

Rinai tertawa kecil. "Ya, maaf. Kita 'kan teman sejati, Na."

"Najis."

Terdengar ketukan pintu dari luar. Sepertinya itu Kalila. Rinai beranjak untuk membukanya. Ia bernafas lega ketika tau bahwa yang mengetuk adalah Kalila. Bisa gawat kalau Riki yang ngetuk.

Bianna langsung dengan cepat menarik tangan Kalila dan Rinai menutup kembali pintu kamar mandi agar tak ada yang melihat mereka.

"Kalian ngapain sih?" tanya Kalila heran.

"Itu lho, La, Rinai ngajak Riki pacaran terus di terima." papar Bianna kepada Kalila yang bertanya.

Kalila yang denger langsung kagetlah. "Hah? Serius lo? Jangan bercanda!"

"Duarius." tekan Bianna.

Tatapan Kalila beralih ke Rinai. "Bener, Nai? Udah gila lo, ya?"

"Emang kenapa sih, Kalila? Rikinya juga mau-mau aja kok." ujar Rinai.

"Udah move on belum lo dari Jeano?" tanya Kalila. "Gausah main-main deh, Nai." lanjut gadis itu.

"Udahlah! Lo pikir gue sampai mati bakalan suka terus gitu sama dia? Lihat mukanya aja langsung males gue." balas Rinai.

Kalila bernafas lega. "Baguslah. Sama Riki aja lo udah."

Rinai yang mendengarnya langsung mengangguk kesenangan beberapa kali. "Iya 'kan, La? Gue sama Riki aja." ucapnya dengan bangga.

Bianna menyeletuk, "Halah, tadi aja pas lihat Riki langsung kabur."

"Ya, 'kan gue malu, Bianna!" katanya kesal.

"Sekarang udah ngga 'kan? Yaudah sana temuin Riki." suruh Kalila.

Rinai membelalakkan matanya. "Apasih, Kalila! Gamau!" tolaknya dengan cepat.

"Mau sampai kapan sembunyi-sembunyi kayak orang bodoh gini? Udah SMA masa ngehindar terus. Gak malu lo?" tanya Kalila di akhir kalimat dengan nada mengejek.

Tak terima dikatai seperti itu, Rinai menjawab dengan lantang, "Oke! Lihat aja, ya, nanti gue temui Riki." katanya dengan percaya diri.

Kalila tertawa kecil dan menganggukkan kepalanya beberapa kali setelah melihat kepercayaan diri Rinai.

๑ ⋆˚₊⋆ ──── ʚ˚ɞ ────⋆˚₊⋆ ๑

Sepertinya Rinai tidak bisa sekarang menemui Riki. Gadis itu mengintip di depan kelas Riki dengan diam-diam dan ternyata ada guru di dalamnya. Mau Rinai ketuk-ketuk jendelanya tapi takutnya ketahuan terus dia di marahi, 'kan malu.

Rinai mondar-mandir mencari cara agar Riki bisa melihat keberadaannya. Kalila sama Bianna juga lagi di kantin. Gak waktu jam kosong, gak waktu bolos, kantin adalah tempat paling disukai di sekolah ini.

Tiba-tiba Rinai merasa terkejut karena ada yang menarik tangannya menjauh dari kelas tersebut secara tiba-tiba.

"Riki?" mata Rinai membelalak. Kok Riki bisa ada disini? Padahal tadi terakhir Rinai lihat lagi nulis.

Riki memutar bola matanya malas. "Lo ngapain mondar-mandir di depan kelas gue? Kalau dilihat guru gimana?"

Ah, ternyata lelaki ini menyadarinya.

"Itu, gue mau ngomongin sesuatu." sialan, Rinai jadi gugup.

"Apa? Buruan, gue cuma minta izin ke toilet." desak Riki tak sabaran.

"Masalah semalam."

Riki menaikkan sebelah alisnya. "Masalah semalam? Yang mana? Yang lo ajak gue pacaran?" wah, Riki cepat tanggap juga, ya, ternyata.

Rinai menganggukkan kepalanya sebanyak dua kali. "Iya, itu — "

"Bercandaan doang 'kan?"

Reflek Rinai kesal. "Apa lo bilang?Bercandaan doang? Gue serius, ya, bajingan." umpat Rinai.

"Hah? Serius?" tanya Riki agak terkejut dengan pernyataan Rinai.

"Iyalah. Gue 'kan suka sama lo. Kenapa lo gak terima? Gak senang?" tantang Rinai. Rasa gugupnya seketika langsung hilang entah kemana.

"Jadi, kita pacaran?" tolol banget sih ini pertanyaannya.

Rinai mengangguk malas. Kenapa sih Riki harus menanyakan pertanyaan yang jawabannya dia sudah tau. "Iya. Kenapa? Lo keberatan?"

Riki menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Nggak sih. Gakpapa kita pacaran asal lo gak malu-maluin aja."

Mendengar ucapan Riki yang memancing emosinya, tanpa ragu Rinai langsung melayangkan pukulan yang agak keras di lengan tangan lelaki itu. "Rasain nih, pukulan cinta dari gue."

๑ ⋆˚₊⋆ ──── ʚ˚ɞ ────⋆˚₊⋆ ๑

ketemu lagi sama akuuu 🤩
jangan bosan bosan yaaaa :D 👀

satu part lagi cerita ini bakalan
tamat sooo wave ur hands
hehee 🤓👋🏻👋🏻

see u later in last chapter 💟

❝ the healer ❞ ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang