❀ › lies

855 109 6
                                    

We're done, whatever things that harm you is no longer my business. ❞

The Healer

"Riki?" Rinai menoleh ke belakang dan langsung mengerutkan keningnya heran saat menemukan Riki disana. Jadi, lelaki itu yang mengajaknya pulang bersama.

Senyuman manis dari lelaki itu menjadi balasan untuk Rinai. "Iya, nanti pulang bareng gue." katanya sekali lagi.

"Gak bayar 'kan tapi?"

"Gausah lo bayar gue tetap bisa hidup dengan layak kok, Nai."

Rinai tertawa kecil. Gadis itu kemudian mengangguk-anggukkan kepalanya sebanyak dua kali. "Oke deh. Jangan php, ya!"

"Kenapa emang kalo php?" tanya Riki sambil menaikkan sebelah alisnya.

"Udah biasa. Bosenlah gue."

Riki menahan gelak tawanya. Tentu dia mengerti maksud dari ucapan gadis yang berada di hadapannya ini. "Chill, sist. Gue anti php kok."

"Bagus kalo gitu. Gue pergi dulu."

"Eh, pergi kemana?"

"Ke toilet. Kenapa? Mau ikut lo?"

Riki menggaruk kepalanya yang tak gatal itu. "Oh ke toilet. Gak ikutlah gue."

"Takut banget gue pergi. Padahal gue pergi ke toilet doang bukan pergi dari dunia ini." setelahnya, Rinai langsung pergi keluar kelas menuju toilet.

"Kalo Rinai pergi dari dunia ini, kesepian dong Riki." canda Kalila yang sedari tadi menyaksikan percakapan antara Rinai dan Riki bersama dengan Bianna di samping dirinya.

Riki menoleh ke arah asal suara. "Bener juga, La." lelaki itu menyetujui apa yang dikatakan oleh Kalila.

Kalila dan Bianna sedikit terkejut dengan respon dari lelaki itu. Keduanya tertawa. "Suka lo, ya, sama temen gue?" tanya Bianna dengan tatapan mata yang memicing. Tak lupa jari telunjuknya ia arahkan ke wajah Riki.

Riki tampak berpikir sebentar namun tak lama kemudian lelaki itu menjawab, "Bisa jadi."

๑ ⋆˚₊⋆ ──── ʚ˚ɞ ────⋆˚₊⋆ ๑

Rinai mengurungkan niatnya masuk ke toilet saat mendengar suara Caseyna yang tengah berbicara entah dengan siapa. Gadia yang merasa penasaran itu mencari asal suara. Ternyata Caseyna sedang berbicara bersama Jeano. Keduanya berada di ujung toilet.

Rinai melipat kedua tangannya di dada. Gadis itu menatap kedua lawan jenis yang berada tak jauh di hadapannya. "Bareng terus nih dua setan. Masuk neraka ntar bareng juga 'kan serem tapi gakpapa sih."

Rinai tahu bahwa kedua manusia yang ia sebut setan itu belum menyadari keberadaan dirinya. Tak ingin ketahuan, Rinai langsung berpindah tempat. Gadis itu bersembunyi di balik dinding yang ada di belakang dirinya.

"Mau jelasin apa, Na?" tanya Jeano.

Rinai bergidik jijik. "Sama Casey lembut banget kek bokong bayi." ucapnya julid saat mendengar suara Jeano yang lebih dulu menyapa indra pendengarannya.

"Aku mau jelasin sesuatu sama kamu tapi aku minta setelah aku kasih tau ini kamu jangan marah, ya, ke aku." Caseyna mulai buka suara. Suara gadis itu terlihat gugup.

Rinai mengintip sedikit dari balik tempat persembunyiannya. Raut wajah Caseyna terlihat khawatir. Rinai jadi penasaran, kira-kira apa yang mau dibilang sama Caseyna?

"Emangnya kamu mau bilang apa? Kok kelihatan gugup banget?"

"There is something. Kamu janji dulu, ya, gak bakalan marah sama aku." Caseyna menjulurkan jari kelingkingnya ke arah Jeano.

Jeano mengangguk dan menautkan kembali jari kelingkingnya di jari Caseyna. Pinky promise.

"Kamu inget gak yang aku bilang Mama aku sakit? Karna itu kamu harus anterin aku pulang dan gak jadi sama Rinai."

"Ingat." jawab Jeano seadanya.

Hembusan nafas terdengar dari Caseyna. "I lied and it keeps on worrying me too much."

Jeano tertawa pelan. "Bohong apanya? Emang beneran Mama kamu sakit kok waktu itu. Kan kita bareng lihat kondisi Mama kamu kemarin. Lupa apa gimana sih?"

"Bukan yang itu, Jean." Caseyna menggeleng.

"Jadi?"

Dengan satu tarikan nafas, Caseyna memberanikan diri untuk berkata. "Aku bohong waktu aku bilang gak ada taxi di dekat sekolah. Kenyataannya ada tapi aku gak mau dan malah pulang bareng kamu. I feel guilty for that. I'm sorry, Jean." Caseyna menundukkan kepalanya.

Tentu saja Rinai mendengar itu semua. Itu guna ia berdiri disini. Gadis itu tertawa hambar. Kenapa Caseyna harus memiliki sifat yang menjengkelkan?

"What the hell ?! Dasar cewek sinting! Emang dasar lo itu gak bisa dipercaya. Muka cantik lo terlalu sayang buat sifat lo yang terlalu manipulatif." gumam Rinai, mengumpati Caseyna.

Jeano mengusap kasar wajahnya. Jika soal seperti ini, Jeano tak bisa berjanji untuk tidak marah kepada Caseyna. Memang sekarang hubungannya dan Rinai hanya sebatas mantan tapi tetap saja ia merasa bersalah. Sudah berjanji tapi diingkari.

"Casey, what do you think you have done? Kalau gini caranya, aku ngerasa bersalah sama Rinai. Terlalu banyak kesalahan aku ke dia sampai aku bingung mau minta maaf untuk hal yang mana dan sekarang kamu malah buat rasa bersalah aku makin besar."

"Sadar juga dia kalau banyak salah sama gue. Kalau gak gue maafin, ya, harusnya lo tetap minta maaflah, anjing. Minimal usaha gitu biar kelihatan effort-nya." ujar Rinai yang dibuat semakin kesal lagi oleh ucapan Jeano.

"Buat apa ngerasa bersalah, Jean? You and her have broken up. Bahkan aku rasa permasalahan ini udah gak penting lagi. Kamu bisa marah ke aku tapi kamu belum tentu bisa ngedapetin maaf dari Rinai. Remember that she hates us." kata Caseyna. Gadis itu terlihat berusaha untuk membela dirinya. Caseyna tetap menjadi orang yang sama. Bersalah dan tak mau disalahkan.

"Okay, then, why are you just telling me now? " tanya Jeano berusaha sabar.

"Honestly, aku gak mau kasih tau hal ini sampai kapanpun ke kamu tapi karna kamu udah putus sama Rinai, aku rasa gakpapa kalau aku kasih tau. You're not angry and you don't care about her."

Rinai tersenyum mengejek. Ia melipat kedua tangannya di depan dada. Tatapan remeh ia arahkan ke arah Caseyna meski dia tahu jika Caseyna tidak menyadarinya. "Look at the pathetic sly bitch." gumamnya dan kemudian pergi meninggalkan tempat itu.

๑ ⋆˚₊⋆ ──── ʚ˚ɞ ────⋆˚₊⋆ ๑

nitee nitee everyone 💭💐 !!

omg, it's been a long time 😷
i miss u so bad anyway :( 💌

see u soon in next chap 💗‼️

❝ the healer ❞ ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang