❀ › happiness engineering

779 111 3
                                    

Indeed there should be no words of regret to leave a wound that causes suffering.

The Healer

"Masih pagi ini, Nai. Muka kok ditekuk gitu. Senyum dong." celetuk Bianna saat Rinai mendudukkan diri di bangkunya dengan wajah yang kusut.

"Kenapa lo?" tanya Kalila. Gadis itu menatap Rinai dengan makanan ringan yang ada di tangannya.

"Sebenarnya kalo gak ketemu sama si Casey, i'll be fine." jawab Rinai dengan nada malas.

Kalila tertawa renyah. "Nai, this is the way. Kalau lo berhenti berurusan sama Jeano, lo bakal berhenti berurusan juga sama Caseyna."

"Gimana caranya?" Rinai menaikkan sebelah alisnya sambil menatap Kalila yang juga tengah menatapnya.

"Break your relationship." Tatapan serius Kalila layangkan untuk Rinai.

"Kalila, don't joke with — "

"Nah, i'm not making jokes. Memang cara itu yang harus lo lakuin. Dengerin gue, Nai. Gak semua orang yang ngucapin kata maaf berarti ngerti apa arti dari kata itu." Kalila berkata dengan serius. Rinai bergidik dibuatnya. Jarang sekali sahabatnya yang satu ini berbicara serius. Nada bicaranya pasti selalu ketus.

Bianna mengeluarkan suaranya, "Harusnya sebelum lo setujuin ajakan balikan dari Jeano, lo kasih dia waktu masa percobaan dulu, Nai."

Kalila menatap malas gadis yang barusan berbicara itu. "Lo pikir dia tahanan penjara?"

Bianna menggeleng. "Tahanan neraka sih kalo Jeano." kemudian, Bianna beralih menatap Rinai. "Gausah marah sama gue, Nai. Emang kelakuan cowok lo kayak iblis yang ada di neraka."

Tidak ada ekspresi marah ataupun kesal, Rinai mengangguk polos. "Emang." baiklah, Rinai akan jujur. Jeano memang seperti iblis. Jahat sekali tapi begitu kenyataannya.

"Yaudah, terus aja lo pacaran sama iblis." ejek Kalila.

Rinai berdecak kesal. "Gue mau putusin Jeano deh." ucap gadis itu.

Kalila dan Bianna yang mendengarnya langsung merubah raut wajah mereka menjadi serius. "Fuck your stupidity. Jangan pernah putusin hubungan lo sama Jeano cuma karna gue. Gue temen lo dan gue kasih nasehat ke lo tapi semuanya tetap balik ke lo, Rinai. You decide everything."

"Gue boleh jujur gak sih?" tanya Rinai. Gadis itu menggaruk kepalanya yang tak gatal.

"You freak. Ya, bolehlah. Mau jujur apaan emang?" kata Bianna dengan nada sedikit kesal.

Dengan raut wajah sedikit ragu, Rinai berkata, "Honestly, i'm bored with Jeano. It doesn't feel the same as before."

Kalila menghela nafasnya kasar. "Lo terus aja maksain mau sama-sama dengan Jeano dan Jeano terlalu maksain buat bisa perbaiki semuanya. Padahal semuanya udah berakhir, gak ada yang bisa kalian perbaiki. Semuanya udah selesai waktu lo ngucapin kata putus."

"I'm with Kalila." Bianna mengangguk saat mengatakannya. "Berhenti seolah-olah lo bahagia dalam hubungan yang sebenarnya udah selesai. It doesn't mean anything." lanjut Bianna.

"Rinai, i swear you deserve to be happy but not in this toxic relationship." untuk yang kedua kalinya, Rinai bergidik ngeri lagi ketika Kalila menatapnya dengan penuh keseriusan.

"Lo suka sama Riki, ya?" Rinai membelalakkan matanya ketika Bianna mengajukan pertanyaan asal secara tiba-tiba.

"Nope! Stop telling jokes, Bianna Mauza." bantah Rinai. Ia menatap sahabatnya yang satu itu dengan tatapan tajam.

"Chill out. Gue tanya asal doang. Lo serem banget, Nai."

Tanpa membalas ucapan Bianna, Rinai berdiri dari posisi duduknya. Ia melirik jam tangan berwarna merah muda yang melingkar di pergelangan tangannya.

"Mau kemana, Nai? Jajan? Ikut dong tapi traktir, ya." ucap Bianna. Gadis itu mendongakkan kepalanya agar bisa menatap Rinai.

Rinai melayangkan toyoran tepat di kepala Bianna. Sang korban sontak meringis pelan. "Jajan mulu otak lo, ya! Gue tuh mau ke kelas Jeano."

"Mau nga — "

"Cut off my relationship with him." kata Rinai dengan cepat, seolah gadis itu paham dengan apa yang akan dikatakan oleh Bianna selanjutnya.

Kalila tersenyum jahat. "Looks bad but i'm waiting for the good news."

๑ ⋆˚₊⋆ ──── ʚ˚ɞ ────⋆˚₊⋆ ๑

Rinai berjalan di koridor menuju kelas Jeano. Beberapa kali ia meyakinkan dirinya sendiri. Rinai bersumpah bahwa dia tidak akan menyesal dengan keputusan yang ia ambil ini. Jeano bukan penentu kebahagiaan dalam kehidupannya. Disini, dia adalah pemeran utamanya maka dari itu, Rinai yang akan menentukan semuanya.

Rinai menarik dan menghembuskan nafasnya ketika ia sudah berada tepat di depan kelas Jeano.

"Gue bakalan keluar dari toxic relationship setelah ini jadi gue harus santai." gumam Rinai guna untuk menenangkan dirinya sendiri.

Dua langkah Rinai berjalan dan ia langsung tersenyum miris kala menyadari bahwa keputusan yang ia ambil ini tidak akan meninggalkan penyesalan apapun untuk dirinya. Objek yang ia lihat di depannya meyakinkan itu semua.

Dengan ekspresi wajah yang meremehkan, Rinai melipat kedua tangannya di depan dada, setelah itu mengajukan pertanyaan kepada dua orang yang menatapnya dengan raut wajah terkejut, "Nice hugs, damn couple? "

๑ ⋆˚₊⋆ ──── ʚ˚ɞ ────⋆˚₊⋆ ๑

niteee every1️⃣ !!
how was your day going?
i hope all goes well and anyway i
miss u so much heheee T__T 💗

see u soon in next part 🧚🏻‍♀️💟‼️

❝ the healer ❞ ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang