27| BUNDA ARSA

24 8 32
                                    

Setelah mengantarkan Anna pulang, Ah bukan! Anna mengendarai motornya sendiri dan Arsa mengekorinya dari belakang dengan avanza hitamnya.

Katanya Arsa takut jika terjadi apa-apa pada Anna, terlebih lagi tentang penguntit yang selalu ingin tau tentang Anna.

Hari sudah mulai larut, masih dengan seragam sekolahnya Arsa membuka pintu besar di hadapannya perlahan.

Bau khas rumah sakit mulai menerka indra penciumannya, setelah menutup pintu itu kembali Arsa mendekati seseorang yang sedang terbaring lemah dengan berbagai jenis alat bantu medis.

"Selamat malam Bunda, maaf Arsa baru bisa temuin Bunda sekarang" ucap Arsa perlahan sambil mengecup kening seseorang yang ia panggil 'Bunda' itu.

Ya, orang yang Arsa panggil dengan sebutan 'Bunda' adalah Renatha.

Sesosok manusia berhati malaikat yang sangat Arsa sayangi.

Sesosok pahlawan yang sangat Arsa kagumi setelah Papanya.

Mengenai Papa Arsa? Ah, sudahlah.

Arsa sudah lama membenci pria itu.

"Arsa sekarang udah dewasa bun, udah nggak cengeng kaya dulu lagi"

"Arsa sangat berharap kalo bunda bisa liat Arsa dewasa"

Arsa menyeka air matanya sebentar, berbicara tanpa mendapat balasan sudah menjadi kebiasaan Arsa selama dua tahun terakhir ini. Harapannya hanya satu, Renata bangun dari komanya.

"Arsa kangen bunda. Malam ini Arsa temenin bunda disini ya" ucap Arsa sendu.

"Besok pagi Arsa harus pergi bun. Arsa udah ada janji sama temen, besok deh Arsa ajak kesini"

"Bentar, Arsa mandi dulu. Kasian bunda kebauan"

Arsa berdiri dari kursi yang ia duduki, mengambil kaos dan celana pendek selututnya di dalam tas sekolahnya lalu bergerak menuju toilet di ruangan tersebut.

***

Anna sedang berada di rooftop rumahnya, hari ini cuaca sangat cerah. Bulan bersinar dengan terangnya serta bintang yang menghiasi langit dengan cahaya kelap-kelipnya.

Anna melepaskan ikat rambutnya, udara sangat dingin malam ini. Ia membiarkan semilir angin mulai menerpa rambutnya yang tergerai.

Anna menutup matanya rapat-rapat mencoba berdamai dengan suasana malam ini, namun lagi-lagi hanya wajah Arsa yang muncul di pikirannya.

Anna mendengus kesal, apalagi jika mengingat kejadian saat di kantin Mbak Mei. Huh, menyebalkan!

"Benar, dia memang menarik" gumam Anna pelan.

"Ah tidak! Dia menyebalkan!" ralat Anna ketika menyadari betapa menyebalkannya Arsa saat di kantin tadi. Tiba-tiba saja pipi Anna bersemu merah, ia memegang bibir bawahnya menggunakan jari telunjuknya. Argghh, sialan!

Alhasil Anna menghentakkan kakinya lalu berlari meninggalkan rooftop dan beranjak masuk ke kamarnya.

***

Anna menemukan ponselnya yang tergeletak di atas nakas tempat tidurnya, sejak mendapat pesan dari penguntit itu, Anna tak berani membuka ponselnya. Bahkan sejak dini hari tadi ponselnya ia matikan daya.

Namun hasratnya seolah menyuruhnya untuk menyalakan ponselnya. Gimana kalo ada yang penting?, pikirnya.

Tanpa berfikir panjang Anna pun menyalakan ponselnya itu lalu meraih boneka panda yang berukuran cukup besar di sampingnya lalu memeluknya erat. Boneka panda itu adalah kado dari Nadia saat Anna berulang tahun yang ke-16.

Lalu bagaimana dengan sweet seventeen nya apa akan bersama Nadia lagi? Bukankah mereka selalu merayakan ulang tahun bersama? Bagaimana dengan tahun ini? Ah, mungkin tidak akan ada perayaan seperti tahun lalu.

Anna terpelonjat kaget mendengar nada dering dari ponselnya, ada seseorang yang menelpon nya. Anna mendengus pelan saat melihat nama 'Arsa' disana, tiba-tiba saja jantungnya memompa lebih cepat lagi. Ada apa ini? Apa Anna terkena serangan jantung?.

Anna menarik nafasnya dalam lalu memberanikan diri menekan ikon berwarna hijau di ponselnya.

"Halo" sapa Anna kepada lelaki yang menggunakan kaos hitam polos dan celana selututnya yang berada di seberang telepon.

"Hai" ucap Arsa sambil membenarkan posisi duduknya di sofa rumah sakit.

"Kenapa sa?" tanya Anna berusaha santai walaupun jantungnya sudah berdetak lebih cepat dari biasanya.

"Besok jadi kan?" tanya Arsa mencoba memastikan.

"Iya sa, aku udah siapin semuanyatangan Anna bergerak menangkup dadanya, entah mengapa sedari tadi jantungnya terus berdetak kencang.

"Good"

Hening.

Baik Arsa maupun Anna tidak bergeming sedikitpun, mungkin mereka sama-sama ragu untuk berbicara.

Daripada Anna harus menyaksikan jjantungnya meledak lebih baik ia mematikan panggilan itu segera.

Entah apa yang terjadi pada gadis itu, sejak tragedi lancang Arsa di kantin Mbak Mei sungguh membuatnya gugup setiap kali menyebut nama 'Arsa'.

Anna menyembunyikan wajahnya di pelukan boneka panda nya, pipinya kembali bersemu merah.

Argghh, apa mungkin Anna sanggup bertemu Arsa besok? Bagaimana jika Asma nya kambuh hanya karena menatap manik mata Arsa?

Jantung aku kenapa sih, ya tuhan?, batin Anna.





SOK ATUH AJAK KENALAN SI BUNDA NYA ARSA, MINTA RESTU HAHAHA

EH KAN BUNDA ARSA MASIH TIDUR PULAS :)

KIRA-KIRA SI ANNA KENAPA YA KOK SAMPE DEG-DEG AN GITU?

TUNGGU KELANJUTAN CERITANYA YA?

JANGAN LUPA VOTE, KOMEN AND SHARE KE TEMAN-TEMAN KALIAN YA.

SAMPAI JUMPA!

Alanna [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang