Sultan Ahmed Square

59 8 0
                                    

Bahwa hidup di dunia harus memiliki tujuan dan visi yang jelas. Dunia hanya tempat singgah sementara, jangan sampai kecintaan terhadap dunia mampu memalingkan cinta kita terhadap Allah."

Cinta Bersemi Di Bursa

~Anit Djaelani~

***

"Okey, selanjutnya kita mengelilingi Selat Bosphorus!" seru Sophia riang saat sampai di dermaga Eminone Istanbul.

Ketiga gadis itu telah masuk ke dalam kapal feri dan mencari tempat duduk yang nyaman.

Kapal feri melaju membelah Laut Bosphorus yang nampak biru dan dalam. Selat ini menjadi penghubung dua benua Asia dan Eropa. Kapal feri mulai bergerak menyusuri Kota Istanbul di sisi Eropa. Bergantian pemandangan bangunan-bangunan khas Eropa yang terlihat di atas bukit lalu perumahan-perumahan mewah yang berderet di tepian Selat Bosphorus.

"Di balik selat ini ada kisah heroik sepanjang masa," jelas Sophia.

"Iya, aku tahu! pernah nonton filmnya, bagaimana perjuangan Al-Fatih merebut Kota Konstatinopel." ucap Aida.

"Bisa kalian bayangkan Al-Fatih Bersama pasukannya berjuang menggempur Konstatinopel, mereka membawa perahu-perahu besar menuju bukit Golden Horn untuk bisa mencapai selat Bosphorus. Subhanallah. It's amazing strategic!" Aida berbicara penuh berapi-api.

Mia menatap serius Aida dan Sophia.
"Hebat, ih, kalian tahu bangeut sejarahnya," takjub Mia.

Sophia menepuk pundak Aida.
"Aida, aku salut, kamu tahu banyak tentang sejarah Bosphorus."

"Jujur memang aku kagum dengan pribadi Al-Fatih, di usianya yang muda sudah membuat prestasi yang gemilang. Dia merupakan salah satu nubuat Nabi. Bahwa suatu saat Konstatinopel jatuh ke dalam pelukan kaum muslim. Dan itu semua itu terbukti!" ucap Aida penuh semangat, sinar matanya bergelora saat menceritakan sosok Al-Fatih.

Mia dan Sophia mangut-mangut.

Setelah selesai berkeliling di kota Istanbul, sorenya tiba di hotel, Aida langsung menanak nasi, ibunya membekali ricecooker, beras 1 kg beserta makanan kering lainya. Sengaja membawa perbekalan makanan dari Qatar karena harga makanan di Istanbul terhitung mahal. Karena bagaimanapun saat kita berada di daerah wisata cenderung harganya lebih tinggi. Suhu udara di luar merangkak dingin cukup membuat tubuh mengigil dan cenderung kondisi perut mudah keroncongan.

Sore itu Mia dan Aida menikmati Pop Mie instan engan tambahan satu sendok nasi sebagai penggajal rasa lapar.

"Bagaimana kalau nanti malam kita jalan-jalan ke Sultahmed square? kata Sophia menikmati air mancur di malam hari sangat bagus, aku penasaran pengin lihat," ajak Mia.

Aida yang sedang menguyah mie instan menoleh ke arah Mia sedangkan mulutnya yang penuh degan mie tidak mampu bicara hanya anggukan setuju.

"Tetapi jangan lama-lama, cuaca di luar sangat dingin, membuat sakit gigiku kambuh. Oh iya! Sophia mengingatkan besok pukul tujuh pagi kita harus sudah meluncur menuju Bursa." Aida sedikit meringis saat giginya yang sakit berdenyut.

"Aku sudah tidak sabar ingin melihat salju Aida." gumam Mia, sambil menyeruput sisa kuah mie instan.

Aida kembali mengangguk sambil mengusap-usap pipinya, untuk menghilangkan denyutan ngilu di gusinya.

.***

Pesan whattapp masuk beberapa kali. Pemuda itu tersenyum tipis saat membuka beranda chat yang sudah ia kenal.

CInta Bersemi Di BursaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang